Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Aturan Pajak bagi Pengusaha Jasa Perantara Perdagangan Internasional

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Aturan Pajak bagi Pengusaha Jasa Perantara Perdagangan Internasional

Aturan Pajak bagi Pengusaha Jasa Perantara Perdagangan Internasional
Dr. Rio Christiawan, S.H., M. Hum., M.Kn.International Business Law Program Universitas Prasetiya Mulya
International Business Law Program Universitas Prasetiya Mulya
Bacaan 10 Menit
Aturan Pajak bagi Pengusaha Jasa Perantara Perdagangan Internasional

PERTANYAAN

Mohon informasi mengenai peraturan terkait perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang jasa perantara perdagangan internasional. Sebagai contoh, sebuah perusahaan Indonesia menjual produk ke Filipina, namun produk tersebut berasal dari Thailand. Produk tersebut dikirimkan langsung dari Thailand ke Filipina. Apakah model bisnis seperti ini diizinkan di Indonesia? Jika iya, apa saja jenis pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan Indonesia tersebut? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Model bisnis seperti ini dinamakan usaha jasa perantara perdagangan internasional. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, usaha jasa perantara perdagangan internasional dapat dilaksanakan di Indonesia.
     
    Sementara jenis pajak yang perlu dibayarkan perusahaan sejenis tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
     
    Apa saja jenis pajak tersebut? Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Jasa Perantara Perdagangan Internasional
    Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (“Perpres 44/2016”), usaha jasa perantara perdagangan internasional yang Anda maksud pada dasarnya dapat dilaksanakan di Indonesia.
     
    Hal ini mengingat, usaha tersebut tidak tergolong sebagai bidang usaha yang tertutup sesuai Lampiran I Perpres 44/2016.  Selain itu, Lampiran III Perpres 44/2016 yang memuat daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu, sejauh penelusuran kami, juga tidak mengatur secara eksplisit jasa perantara perdagangan internasional.
     
    Dengan demikian, usaha tersebut termasuk dalam bidang usaha yang terbuka. Pasal 1 angka 2 Perpres 44/2016 menjabarkan bahwa:
     
    Bidang Usaha Yang Terbuka adalah Bidang Usaha yang dilakukan tanpa persyaratan dalam rangka Penanaman Modal.
     
    Namun, mengacu pada model bisnis (business model) yang Anda uraikan, perlu dipastikan bahwa model tersebut dapat diterima di negara terkait. Pengertian dapat diterima di sini adalah tidak bertentangan dengan hukum di negara tersebut. Akan ada potensi masalah jika aturan di Indonesia mengizinkan perantara perdagangan, namun usaha sejenis dilarang di negara lainnya (khususnya terkait jenis barang yang diperdagangkan).
     
    Pajak bagi Jasa Perantara Perdagangan
    Mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 36/2008”), yang menjadi sebagai subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan, dan bentuk usaha tetap.[1]
     
    Lebih lanjut, Pasal 2 ayat (1a) UU 36/2008 menjelaskan bahwa:
     
    Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
     
    Artinya dalam hal ini, perusahaan yang Anda maksud dapat dikategorikan sebagai subjek pajak badan atas pendapatan yang Anda terima. Mengacu pada Pasal 2 ayat (3) huruf b UU 36/2008, Anda berkedudukan sebagai subjek pajak dalam negeri. Mengingat, perusahaan yang Anda maksud berbadan hukum Indonesia dan/atau berkedudukan di Indonesia. Perusahaan Anda akan dikenakan pajak penghasilan badan (“PPh Badan”).
     
    Yang  menjadi  objek  pajak dari usaha jasa perantara perdagangan yang Anda maksud diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, d, e, g, h dan l UU 36/2008, yang berbunyi: 
     
    Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
    1. laba usaha;
    2. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
      1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
      2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
      3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
      4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
      5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
    3. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
    4. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
    5. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
    6. keuntungan selisih kurs mata uang asing;  
     
    Besaran PPh Badan
    Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.[2] Namun apabila pendapatan yang Anda dapatkan dari perusahaan jasa perdagangan dalam bentuk neto, maka perhitungannya mengacu pada Pasal 16 ayat (2) vide Pasal 14 ayat (1) UU 36/2008, yakni:
     
    Pasal 16 ayat (2) UU 36/2008
    Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dihitung dengan menggunakan norma penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan untuk Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
     
    Pasal 14 ayat (1) UU 36/2008
    Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
     
    Tata cara perhitungan besaran penghasilan neto guna menentukan besaran jumlah PPh Badan yang harus dibayarkan terakhir kali diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Sedangkan tata cara, ketentuan, dan perhitungan penghasilan bruto untuk PPh Badan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
     
    Pajak bagi Badan Usaha yang Beraktivitas di Luar Negeri
    Terakhir, mengingat usaha jasa perdagangan yang Anda maksud melakukan aktivitas di luar negeri dan mungkin saja akan terkena pajak di luar negeri, maka berlaku ketentuan dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) UU 36/2008 yang berbunyi:
     
    1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
    2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;

    [1] Pasal 2 ayat (1) UU 36/2008
    [2] Pasal 6 ayat (1) UU 36/2008

    Tags

    ekspor - impor
    impor

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!