KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pencurian Ringan Hasil Perkebunan Secara Berulang

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Pencurian Ringan Hasil Perkebunan Secara Berulang

Pencurian Ringan Hasil Perkebunan Secara Berulang
Sigar Aji Poerana, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pencurian Ringan Hasil Perkebunan Secara Berulang

PERTANYAAN

Apakah pasal pencurian ringan dalam PERMA 02/2012 juga berlaku dalam pencurian terhadap perkebunan sawit perorangan? Atau ketentuan tersebut dapat diabaikan dan lebih menggunakan pasal dalam UU Perkebunan? Karena sering terjadi pencurian buah kelapa sawit dalam skala jumlah nominal kurang dari Rp2.500.000,00, akan tetapi pencurian itu dilakukan lebih dari satu kali dan sangat merugikan. Mohon pencerahannya. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sesuai dengan Pasal 63 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, adanya aturan pidana yang khusus menyebabkan aturan pidana yang umum dapat dikesampingkan. Mengingat perbuatan memungut hasil perkebunan secara tidak sah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, maka ketentuan tentang pencurian secara umum dalam KUHP dapat dikesampingkan.
     
    Jika pencurian terhadap hasil perkebunan dilakukan secara berulang dan belum ada putusan pidana yang menghukumnya, perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan berlanjut. Terhadapnya hanya diberlakukan satu sanksi pidana.
     
    Penjelasan selengkapnya silakan klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Konsep Pencurian Ringan
    Sebelum kami menjawab pertanyaan Anda, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsep pencurian ringan.
     
    Secara ringkas, Pasal 362 jo. Pasal 364 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) menerangkan bahwa:
     
    Pasal 362 KUHP
    Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima Tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
     
    Pasal 364 KUHP
    Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
     
    Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda KUHP (“PERMA 02/2012”) kemudian menguraikan bahwa:
     
    Kata-kata "dua ratus puluh lima rupiah" dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
     
    Dalam kasus pencurian ringan, maka pelaku tidak ditahan dan perkara dilaksanakan melalui acara pemeriksaan cepat sebagaimana dimaksud dalam Bagian Menimbang huruf b PERMA 02/2012, yang berbunyi:
     
    Bahwa apabila nilai uang yang ada dalam KUHP tersebut disesuaikan dengan kondisi saat ini, maka penanganan perkara tindak pidana ringan seperti pencurian ringan, penipuan ringan, penggelapan ringan dan sejenisnya dapat ditangani secara proporsional mengingat ancaman hukuman paling tinggi yang dapat dijatuhkan hanyalah tiga bulan penjara, dan terhadap tersangka atau terdakwa tidak dapat dikenakan penahanan, serta acara pemeriksaan yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Cepat. Selain itu perkara-perkara tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum Kasasi.
     
    Baca juga: Penyelesaian Perkara Pencurian Ringan dan Keadilan Restoratif
     
    Pencurian dalam UU Perkebunan
    Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (“UU Perkebunan”) secara implisit juga mengatur larangan melakukan pencurian atas hasil perkebunan. Pasal 55 UU Perkebunan menyatakan:
     
    Setiap Orang secara tidak sah dilarang:
    1. mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Lahan Perkebunan;
    2. mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan;
    3. melakukan penebangan tanaman dalam kawasan Perkebunan; atau
    4. memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan.
     
    Pasal 55 huruf d UU Perkebunan, menurut hemat kami, memiliki keserupaan makna dengan tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP. Sanksi pidana terhadap pelanggaran Pasal 55 huruf d UU Perkebunan kemudian tercantum dalam Pasal 107 UU Perkebunan yang berbunyi:
     
    Setiap Orang secara tidak sah yang:
    1. mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Lahan Perkebunan;
    2. mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan;
    3. melakukan penebangan tanaman dalam kawasan Perkebunan; atau
    4. memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan;
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
     
    Namun demikian, frasa “setiap orang secara tidak sah” dalam Pasal 55 dan Pasal 107 UU Perkebunan ini dikecualikan bagi masyarakat hukum adat. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015 menyatakan bahwa Pasal 55 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang frasa “setiap orang secara tidak sah” dalam ketentuan dimaksud tidak dimaknai tidak termasuk anggota kesatuan masyarakat hukum adat yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Nomor 31/PUU-V/2007.
     
    Ketentuan yang Berlaku
    Berdasarkan bunyi pasal tersebut, terdapat perbedaan di antara PERMA 02/2012 dan UU Perkebunan mengenai tindak pidana pencurian terhadap perkebunan sawit dan sanksinya. Pada kasus Anda, peraturan mana yang berlaku?
     
    Menurut hemat kami, ketentuan pidana dalam UU Perkebunan-lah yang berlaku dalam kasus tersebut. Hal ini dengan mengingat Pasal 63 ayat (2) KUHP dan Pasal 103 KUHP yang menerangkan bahwa:
     
    Pasal 63 ayat (2) KUHP
    Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
     
    Pasal 103 KUHP
    Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.
     
    Maka dari itu, karena Pasal 107 UU Perkebunan telah mengatur secara khusus mengenai ketentuan pidana terhadap pencurian terhadap hasil perkebunan, maka ketentuan pidana umum dalam Pasal 362 dan Pasal 364 KUHP tidak berlaku terhadap tindak pidana tersebut. Oleh karena ketentuan dalam PERMA 02/2012 mengacu pada ketentuan pidana dalam KUHP, maka ketentuan pencurian ringan dalam Pasal 1 PERMA 02/2012 tidak berlaku bagi pencurian terhadap hasil perkebunan kelapa sawit, karena telah terlebih dahulu diatur oleh aturan pidana yang khusus di luar KUHP dalam Pasal 107 UU Perkebunan.
     
    Tindak Pidana Berlanjut
    Dalam pertanyaan, Anda juga menerangkan bahwa tindak pidana pencurian terhadap hasil perkebunan kerap kali dilakukan secara berulang-ulang. Dalam hal ini, Pasal 64 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa:
     
    Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
     
    Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 136) menafsirkan Pasal 64 ayat (1) KUHP bahwa dalam hal seseorang melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, tetapi ada hubungan antara perbuatan-perbuatan itu sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan dilanjutkan, maka hanya satu ketentuan hukum pidana yang diberlakukan; jika berlainan, ketentuan yang memuat hukuman pokok yang terberat yang diterapkan.  
     
    Dengan demikian, menurut hemat kami, apabila pelaku melakukan pencurian terhadap hasil perkebunan kelapa sawit secara berulang kali dan belum pernah dijatuhi putusan pidana sebelumnya atas perbuatan-perbuatan tersebut, maka aturan dan sanksi pidana yang berlaku hanya satu terhadap keseluruhan perbuatannya itu.
     
    Sebaliknya, sebagaimana diuraikan Projodikoro pada buku yang sama, jika seseorang sudah dijatuhi hukuman perihal suatu kejahatan, kemudian setelah selesai menjalani hukuman melakukan suatu kejahatan lagi, maka perilaku tersebut dapat disebut sebagai recidivie. Akibatnya, hukuman yang akan dijatuhkan malahan diperberat melebihi hukuman maksimum.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015.
     
    Referensi:
    Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: PT. ERESCO, 1989.

    Tags

    perkebunan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    22 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!