Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Keamanan Mall
Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang.
Pendirian pusat perbelanjaan wajib:
[1]Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan;
Memerhatikan jarak antara hypermarket dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya;
Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir satu unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 luas lantai penjualan pusat perbelanjaan dan/atau toko modern; dan
Menyediakan fasilitas yang menjamin pusat perbelanjaan dan toko modern yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.
Yang dimaksud sebagai perusahaan sendiri adalah suatu badan yang melakukan kegiatannya berorientasi komersial yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia.
[3] SMP adalah bagian dari manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan pengamanan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan usaha guna mewujudkan lingkungan yang aman, efisien dan produktif.
[4]
penetapan kebijakan pengamanan dan menjamin komitmen terhadap penerapan SMP;
perencanaan pemenuhan kebijakan tujuan dan sasaran manajemen pengamanan;
penerapan kebijakan SMP secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran pengamanan;
pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja pengamanan serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan;
peninjauan secara teratur dan peningkatan pelaksanaan SMP secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja pengamanan.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam standar dan penerapan SMP pada organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah, terdiri atas:
[6]pemeliharaan dan pembangunan komitmen;
pemenuhan aspek peraturan perundang-undangan keamanan;
manajemen risiko pengamanan;
tujuan dan sasaran;
perencanaan dan program;
pelatihan, kepedulian, dan kompetensi pengamanan;
konsultasi, komunikasi dan partisipasi;
pengendalian dokumen dan catatan;
penanganan keadaan darurat;
pengendalian proses dan infrastruktur;
pemantauan dan pengukuran kinerja;
pelaporan, perbaikan dan pencegahan ketidaksesuaian;
pengumpulan dan penggunaan data;
audit;
tinjauan manajemen;
peningkatan berkelanjutan.
Fungsi Satuan Pengamanan di Mall
Salah satu elemen dalam SMP adalah satuan pengamanan (Satpam). Satpam adalah satuan atau kelompok petugas yang dibentuk oleh instansi/badan usaha untuk melaksanakan pengamanan dalam rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya.
[7] Tugas pokok Satpam adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban di lingkungan/tempat kerjanya yang meliputi aspek pengamanan fisik, personel, informasi dan pengamanan teknis lainnya.
[8] Adapun fungsi Satpam adalah melindungi dan mengayomi lingkungan/tempat kerjanya dari setiap gangguan keamanan, serta menegakkan peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungan kerjanya.
[9] Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengemban fungsi kepolisian terbatas, Satpam berperan sebagai:
[10]unsur pembantu pimpinan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/ lembaga pemerintah, pengguna Satpam di bidang pembinaan keamanan dan ketertiban lingkungan/tempat kerjanya;
unsur pembantu kepolisian dalam pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan peraturan perundang-undangan serta menumbuhkan kesadaran dan kewaspadaan keamanan (security mindedness dan security awareness) di lingkungan/tempat kerjanya.
Sekalipun menjadi bagian dari SMP, wewenang Satpam terbatas untuk mendukung fungsi kepolisian. Satpam sendiri pada dasarnya tidak berwenang untuk melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan yang terjadi di wilayah kerjanya, termasuk
mall, karena sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang menyatakan bahwa:
Pasal 4 KUHAP
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.
Pasal 6 ayat (1) KUHAP
Penyidik adalah:
pejabat polisi negara Republik Indonesia;
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Dengan demikian, wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana di dalam mall tetap berada di tangan polisi, bukan Satpam.
Tanggung Jawab Pengelola atas Tindak Pidana di dalam Mall
Terlepas dari penindakan tindak pidana yang dilakukan oleh kepolisian, Anda dapat menggugat pengelola mall secara perdata atas kerugian yang Anda alami atas kejahatan yang terjadi di area mall. Hal ini dapat Anda lakukan apabila patut diduga pengelola mall tidak memenuhi kewajiban-kewajiban pengamanan pengunjungnya dalam Perpres 112/2007 dan/atau Perkapolri 24/2007.
Terhadap pelanggaran ketentuan dalam Perpres 112/2007 dan/atau Perkapolri 24/2007, gugatan yang dapat Anda ajukan adalah gugatan Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) sesuai ketentuan dalam Pasal 1365
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
Bertentangan dengan kesusilaan;
Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Namun demikian, sebelum memutuskan mengajukan gugatan PMH melawan pengelola mall, kami sarankan Anda untuk mempertimbangkan secara matang kesetimpalan besaran ganti rugi dibanding seluruh waktu, tenaga, dan biaya yang mungkin timbul atas pengajuan gugatan tersebut.
Jikapun Anda tidak meminta ganti kerugian kepada pengelola mall melalui gugatan PMH, Anda masih berhak untuk meminta ganti kerugian tersebut, karena bunyi Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa kewajiban membayar ganti kerugian timbul ketika perbuatan melanggar hukum tersebut menimbulkan kerugian, bukan ketika adanya putusan pengadilan.
Hal tersebut juga sejalan dengan penjelasan Retnowulan Sutantio & Iskandar Oeripkartawinata dalam buku Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, dalam suatu gugatan ada seorang atau lebih yang “merasa” bahwa haknya atau hak mereka dilanggar, akan tetapi orang yang “dirasa” melanggar haknya atau hak mereka itu, tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu (hal.10). Maka dari itu, Anda tidak perlu mengajukan gugatan PMH, jika pengelola mall secara sukarela membayar ganti kerugian kepada Anda sebagai korban tindak pidana di mall.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Retnowulan Sutantio & Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju, 2009.
[1] Pasal 4 ayat (1) Perpres 112/2007
[2] Pasal 3 Perkapolri 24/2007
[3] Pasal 1 angka 4 Perkapolri 24/2007
[4] Pasal 1 angka 1 Perkapolri 24/2007
[5] Pasal 4 Perkapolri 24/2007
[6] Pasal 5 ayat (1) Perkapolri 24/2007
[7] Pasal 1 angka 6 Perkapolri 24/2007
[8] Pasal 6 ayat (1) Perkapolri 24/2007
[9] Pasal 6 ayat (2) Perkapolri 24/2007
[10] Pasal 6 ayat (3) Perkapolri 24/2007