Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Tanggung Jawab Pengelola atas Kejahatan di Mall

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Tanggung Jawab Pengelola atas Kejahatan di Mall

Tanggung Jawab Pengelola atas Kejahatan di <i>Mall</i>
Arasy Pradana A. Azis, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Tanggung Jawab Pengelola atas Kejahatan di <i>Mall</i>

PERTANYAAN

Apabila terjadi tindak kejahatan di mall (kecopetan, perampokan, dihipnotis, dan sebagainya), apakah kita bisa meminta pertanggungjawaban pengelola mall?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Pengunjung mall dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum atas kerugian yang dialaminya sebagai korban tindak pidana di area mall. Namun sebelum mengajukan gugatan, korban perlu mempertimbangkan secara matang kesetimpalan besaran ganti rugi dibanding seluruh waktu, tenaga, dan biaya yang mungkin timbul atas pengajuan gugatan tersebut.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Keamanan Mall
    Kami asumsikan bahwa mall yang Anda maksud sama dengan pusat perbelanjaan. Pengertian pusat perbelanjaan sendiri tercantum dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (“Perpres 112/2007”) yang berbunyi:
     
    Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang.
     
    Pendirian pusat perbelanjaan wajib:[1]
    1. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan;
    2. Memerhatikan jarak antara hypermarket dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya;
    3. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir satu unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 luas lantai penjualan pusat perbelanjaan dan/atau toko modern; dan
    4. Menyediakan fasilitas yang menjamin pusat perbelanjaan dan toko modern yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.
     
    Namun demikian, Perpres 112/2007 tidak mengatur mengenai sanksi apabila ketentuan kewajiban pusat perbelanjaan tersebut tidak terpenuhi. Selain Perpres 112/2007, peraturan lain yang dapat dirujuk terkait standar keamanan mall atau pusat perbelanjaan adalah Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah (“Perkapolri 24/2007”). Peraturan tersebut mewajibkan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah di wilayah hukum Republik Indonesia menerapkan Sistem Manajemen Pengamanan (SMP).[2]
     
    Yang dimaksud sebagai perusahaan sendiri adalah suatu badan yang melakukan kegiatannya berorientasi komersial yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia.[3] SMP adalah bagian dari manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan pengamanan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan usaha guna mewujudkan lingkungan yang aman, efisien dan produktif.[4]
     
    Standar SMP meliputi:[5]
    1. penetapan kebijakan pengamanan dan menjamin komitmen terhadap penerapan SMP;
    2. perencanaan pemenuhan kebijakan tujuan dan sasaran manajemen pengamanan;
    3. penerapan kebijakan SMP secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran pengamanan;
    4. pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja pengamanan serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan;
    5. peninjauan secara teratur dan peningkatan pelaksanaan SMP secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja pengamanan.
     
    Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam standar dan penerapan SMP pada organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah, terdiri atas:[6]
    1. pemeliharaan dan pembangunan komitmen;
    2. pemenuhan aspek peraturan perundang-undangan keamanan;
    3. manajemen risiko pengamanan;
    4. tujuan dan sasaran;
    5. perencanaan dan program;
    6. pelatihan, kepedulian, dan kompetensi pengamanan;
    7. konsultasi, komunikasi dan partisipasi;
    8. pengendalian dokumen dan catatan;
    9. penanganan keadaan darurat;
    10. pengendalian proses dan infrastruktur;
    11. pemantauan dan pengukuran kinerja;
    12. pelaporan, perbaikan dan pencegahan ketidaksesuaian;
    13. pengumpulan dan penggunaan data;
    14. audit;
    15. tinjauan manajemen;
    16. peningkatan berkelanjutan.
     
    Fungsi Satuan Pengamanan di Mall
    Salah satu elemen dalam SMP adalah satuan pengamanan (Satpam). Satpam adalah satuan atau kelompok petugas yang dibentuk oleh instansi/badan usaha untuk melaksanakan pengamanan dalam rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya.[7] Tugas pokok Satpam adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban di lingkungan/tempat kerjanya yang meliputi aspek pengamanan fisik, personel, informasi dan pengamanan teknis lainnya.[8] Adapun fungsi Satpam adalah melindungi dan mengayomi lingkungan/tempat kerjanya dari setiap gangguan keamanan, serta menegakkan peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungan kerjanya.[9] Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengemban fungsi kepolisian terbatas, Satpam berperan sebagai:[10]
    1. unsur pembantu pimpinan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/ lembaga pemerintah, pengguna Satpam di bidang pembinaan keamanan dan ketertiban lingkungan/tempat kerjanya;
    2. unsur pembantu kepolisian dalam pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan peraturan perundang-undangan serta menumbuhkan kesadaran dan kewaspadaan keamanan (security mindedness dan security awareness) di lingkungan/tempat kerjanya.
     
    Baca juga: Bolehkah Pengunjung Mall Menolak Tasnya Diperiksa Satpam?
     
    Sekalipun menjadi bagian dari SMP, wewenang Satpam terbatas untuk mendukung fungsi kepolisian. Satpam sendiri pada dasarnya tidak berwenang untuk melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan yang terjadi di wilayah kerjanya, termasuk mall, karena sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang menyatakan bahwa:
     
    Pasal 4 KUHAP
    Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.
     
    Pasal 6 ayat (1) KUHAP
    Penyidik adalah:
      1. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
      2. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
     
    Dengan demikian, wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana di dalam mall tetap berada di tangan polisi, bukan Satpam.
     
    Tanggung Jawab Pengelola atas Tindak Pidana di dalam Mall
    Terlepas dari penindakan tindak pidana yang dilakukan oleh kepolisian, Anda dapat menggugat pengelola mall secara perdata atas kerugian yang Anda alami atas kejahatan yang terjadi di area mall. Hal ini dapat Anda lakukan apabila patut diduga pengelola mall tidak memenuhi kewajiban-kewajiban pengamanan pengunjungnya dalam Perpres 112/2007 dan/atau Perkapolri 24/2007.
     
    Terhadap pelanggaran ketentuan dalam Perpres 112/2007 dan/atau Perkapolri 24/2007, gugatan yang dapat Anda ajukan adalah gugatan Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) sesuai ketentuan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi:
     
    Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
     
    Menurut Rosa Agustina, sebagaimana dikutip dalam artikel Tanggung Jawab Pengelola Mal Jika Pengunjung Terpeleset di Lantai, dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat:
    1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
    2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
    3. Bertentangan dengan kesusilaan;
    4. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
     
    Namun demikian, sebelum memutuskan mengajukan gugatan PMH melawan pengelola mall, kami sarankan Anda untuk mempertimbangkan secara matang kesetimpalan besaran ganti rugi dibanding seluruh waktu, tenaga, dan biaya yang mungkin timbul atas pengajuan gugatan tersebut.
     
    Jikapun Anda tidak meminta ganti kerugian kepada pengelola mall melalui gugatan PMH, Anda masih berhak untuk meminta ganti kerugian tersebut, karena bunyi Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa kewajiban membayar ganti kerugian timbul ketika perbuatan melanggar hukum tersebut menimbulkan kerugian, bukan ketika adanya putusan pengadilan.
     
    Hal tersebut juga sejalan dengan penjelasan Retnowulan Sutantio & Iskandar Oeripkartawinata dalam buku Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, dalam suatu gugatan ada seorang atau lebih yang “merasa” bahwa haknya atau hak mereka dilanggar, akan tetapi orang yang “dirasa” melanggar haknya atau hak mereka itu, tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu (hal.10). Maka dari itu, Anda tidak perlu mengajukan gugatan PMH, jika pengelola mall secara sukarela membayar ganti kerugian kepada Anda sebagai korban tindak pidana di mall.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Referensi:
    Retnowulan Sutantio & Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju, 2009.
     

    [1] Pasal 4 ayat (1) Perpres 112/2007
    [2] Pasal 3 Perkapolri 24/2007
    [3] Pasal 1 angka 4 Perkapolri 24/2007
    [4] Pasal 1 angka 1 Perkapolri 24/2007
    [5] Pasal 4 Perkapolri 24/2007
    [6] Pasal 5 ayat (1) Perkapolri 24/2007
    [7] Pasal 1 angka 6 Perkapolri 24/2007
    [8] Pasal 6 ayat (1) Perkapolri 24/2007
    [9] Pasal 6 ayat (2) Perkapolri 24/2007
    [10] Pasal 6 ayat (3) Perkapolri 24/2007

    Tags

    perbuatan melawan hukum
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    22 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!