Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apa Itu SEMA dan Bagaimana Kedudukannya dalam Hukum?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Apa Itu SEMA dan Bagaimana Kedudukannya dalam Hukum?

Apa Itu SEMA dan Bagaimana Kedudukannya dalam Hukum?
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apa Itu SEMA dan Bagaimana Kedudukannya dalam Hukum?

PERTANYAAN

Apa itu SEMA? Bagaimana kedudukannya? Kemudian, masih soal SEMA, apakah Pasal 1238 KUH Perdata yang berisi mengenai pernyataan lalai masih berlaku setelah dikeluarkannya SEMA 3/1963?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    SEMA adalah singkatan dari Surat Edaran Mahkamah Agung yang merupakan bentuk edaran pimpinan Mahkamah Agung ke seluruh jajaran peradilan yang berisi bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan, yang lebih bersifat administratif.

    Pada prinsipnya, SEMA bukanlah peraturan perundang-undangan, dan tergolong sebagai peraturan kebijakan (beleidsregel). Lantas, dapatkah SEMA menyatakan suatu norma dalam KUH Perdata tidak berlaku?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Kedudukan SEMA Terhadap Suatu Undang-Undang yang dibuat oleh Adv. Yuda Asmara, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada 8 November 2019.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Kedudukan SEMA

    Apa itu SEMA? SEMA adalah singkatan dari Surat Edaran Mahkamah Agung. Disarikan dari artikel Kekuatan Hukum Produk Hukum MA: PERMA, SEMA, Fatwa, dan SK KMA SEMA merupakan bentuk edaran pimpinan Mahkamah Agung ke seluruh jajaran peradilan yang berisi bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan, yang lebih bersifat administratif.

    Dalam artikel tersebut, dijelaskan bahwa SEMA tergolong sebagai peraturan kebijakan (beleidsregel). Mengutip Bagir Manan, peraturan kebijakan adalah peraturan yang dibuat, baik kewenangan maupun materi muatannya tidak berdasar pada peraturan perundang-undangan, delegasi atau mandat, melainkan berdasarkan wewenang yang timbul dari freies ermessen yang dilekatkan pada administrasi negara untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dibenarkan hukum. Misalnya surat edaran, juklak, juknis.

    Disarikan dari artikel Ke Mana Bisa Melakukan Pengujian Peraturan Kebijakan? sebagai tindakan pemerintah, peraturan kebijakan menurut Fitriani Ahlan Sjarif adalah peraturan yang bersifat umum dan abstrak (mengatur banyak orang dengan norma yang luas), bersumber dari diskresi, bukan merupakan peraturan perundang-undangan, namun dilaksanakan untuk menjalankan undang-undang, dan mengatur internal organisasi.

    Dengan demikian, pada hakikatnya SEMA bersifat internal, yakni ditujukan kepada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada semua unsur penyelenggara peradilan dalam melaksanakan tugasnya.[1]

    Selain itu, karena SEMA sebagai diskresi yang digolongkan sebagai peraturan kebijakan, maka substansinya harus sekedar bersifat membimbing, menuntun, memberi arahan kebijakan, dan mengatur pelaksanaan tugas yang lebih bersifat administrasi.[2]

    Meskipun terlihat mirip, namun peraturan kebijakan seperti SEMA bukanlah peraturan perundang-undangan. Secara definisi, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.[3]

    Hal ini juga terlihat bahwa peraturan kebijakan tidak termasuk ke dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana termaktub di dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 sebagai berikut:

    1. UUD 1945;
    2. Tap MPR;
    3. undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
    4. peraturan pemerintah;
    5. peraturan presiden;
    6. peraturan daerah provinsi; dan
    7. peraturan daerah kabupaten/kota.

    Lebih lanjut, diterangkan dalam Pasal 8 UU 12/2011 bahwa jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 mencakup peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, DPRD provinsi, gubernur, DPRD kabupaten/kota, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.

    Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

    Berdasarkan Pasal 7 dan 8 UU 12/2011 tersebut, terlihat bahwa surat edaran tidak termasuk ke dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Untuk memberikan gambaran kepada Anda, berikut kami uraikan perbedaan peraturan kebijakan dengan peraturan perundang-undangan:[4]

    Peraturan Kebijakan

    Peraturan Perundang-undangan

    Bersumber hanya pada fungsi eksekutif negara dalam bidang penyelenggaraan kebijakan pemerintahan yang tidak terikat (vrijbeleid).

    Bersumber dari fungsi legislatif dan eksekutif negara yang diperlukan bagi penyelenggaraan kebijakan pemerintahan terikat (gebonden beleid).

    Berasal dari wewenang diskresi.

    Wewenang berasal dari aturan tertulis di atasnya.

    Materi muatan peraturan kebijakan berhubungan dengan kewenangan membentuk keputusan-keputusan dalam arti beschikkingen, kewenangan bertindak dalam hukum privat, dan kewenangan membuat rencana-rencana.

    Mengatur tata kehidupan masyarakat yang jauh lebih mendasar, seperti perintah dan larangan berbuat atau tidak berbuat, jika perlu disertai ancaman pidana atau paksaan.

    Bisakah SEMA Menyatakan Pasal dalam Undang-Undang Tidak Berlaku?

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, mengenai ketentuan SEMA 3/1963 yang menganggap Pasal 1238 KUH Perdata tidak berlaku, maka perlu diketahui bahwa pencabutan atau menyatakan tidak berlakunya norma suatu undang-undang hanya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

    1. Melalui peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.[5] Disarikan dari artikel Tata Cara Pencabutan Undang-Undang suatu undang-undang dapat dicabut oleh undang-undang atau dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang kedudukannya setara. Sementara, hierarki yang lebih tinggi dari undang-undang adalah Tap MPR dan UUD 1945. Namun, Tap MPR tidak dimungkinkan lagi untuk mencabut undang-undang karena Tap MPR yang berlaku saat ini adalah Tap MPR sementara dan Tap MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Tap MPR I/MPR/2003.
    1. Melalui putusan pengujian materiil atau judicial review suatu undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi. Pasal 9 ayat (1) UU 13/2022 berbunyi:

    Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

    Terhadap pengujian materiil suatu undang-undang, maka putusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan pencabutan norma hukum dapat berupa menyatakan mengabulkan permohonan pemohon dan menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang bertentangan dengan UUD 1945 dan menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.[6]

    Menjawab pertanyaan Anda perihal terbitnya SEMA 3/1963, pendapat kami adalah SEMA tersebut tidak mempengaruhi keberlakuan Pasal 1238 KUH Perdata.

    Menurut hemat kami, SEMA 3/1963 pada dasarnya tidak memiliki kekuatan untuk mengubah atau membatalkan undang-undang dalam hal ini adalah KUH Perdata. Selain karena kedudukannya sebagai peraturan kebijakan dan bukan sebagai peraturan perundang-undangan yang setara atau lebih tinggi dari KUH Perdata, juga karena mekanisme perubahan atau pencabutan suatu undang-undang tidak dapat melalui SEMA.

    Dengan demikian, Pasal 1238 KUH Perdata tetap berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban kami perihal apa itu SEMA dan kedudukannya sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

     Dasar Hukum:

    1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 Sampai dengan 2002;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
    4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
    5. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tentang Gagasan Menganggap Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang.

    Referensi:

    1. Firdaus Arifin. Pengujian Peraturan Kebijakan dalam Sistem Peradilan di Indonesia. Jurnal Litigasi Vol. 22 (1) April 2021;
    2. Meirina Fajarwati. Validitas Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14 No. 02 Juni 2017;
    3. F. Marbun. Hukum Administrasi Negara I. Cetakan kedua (revisi). Yogyakarta: FH UII Press, 2018.

    [1] Meirina Fajarwati. Validitas Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14 No. 02 Juni 2017, hal. 146

    [2] Meirina Fajarwati. Validitas Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14 No. 02 Juni 2017, hal. 156

    [3] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”)

    [4] Firdaus Arifin. Pengujian Peraturan Kebijakan dalam Sistem Peradilan di Indonesia. Jurnal Litigasi Vol. 22 (1) April 2021, hal. 143 dan S.F. Marbun. Hukum Administrasi Negara I. Cetakan kedua (revisi). Yogyakarta: FH UII Press, 2018, hal. 257

    [5] Lampiran II Nomor 158 UU 12/2011

    [6] Pasal 51A ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

    Tags

    sema
    hierarki peraturan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!