Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hak Cuti Jika Mengkhitankan Lebih dari Satu Anak

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Hak Cuti Jika Mengkhitankan Lebih dari Satu Anak

Hak Cuti Jika Mengkhitankan Lebih dari Satu Anak
Hosiana D.A. Gultom, S.H., M.H. LKBH Fakultas Hukum UPH
LKBH Fakultas Hukum UPH
Bacaan 10 Menit
Hak Cuti Jika Mengkhitankan Lebih dari Satu Anak

PERTANYAAN

Setahu saya untuk cuti mengkhitankan anak di sebuah perusahaan diberikan sebanyak dua hari dengan upah dibayar penuh. Pertanyaannya, jika karyawan tersebut mempunyai dua anak, dan akan dikhitan dalam waktu yang bersamaan, apakah karyawan tersebut mendapatkan cuti khusus atau cuti mengkhitankan anak dua hari atau empat hari, ya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Namun demikian, ketentuan tersebut tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena mengkhitankan anaknya.
     
    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) sendiri tidak mengatur secara spesifik mengenai akumulasi hari cuti jika anak yang dikhitankan berjumlah lebih dari satu. Namun, UU Ketenagakerjaan telah mengatur bahwa pengaturan pelaksanaan ketentuan cuti tersebut ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Jika tidak diatur demikian, maka pekerja dapat bertanya kepada bagian Sumber Daya Manusia/Human Resources untuk mendapat jawaban yang pasti berdasarkan kebijakan perusahaan atau dapat juga berkonsultasi kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Cuti Mengkhitankan Anak
    Perihal pertanyaan Anda, dapat kita lihat Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang mengatur bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Namun demikian, ketentuan tersebut tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.[1]
     
    Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja karena mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama dua hari.[2] Pengaturan pelaksanaan ketentuan cuti tersebut ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[3]
     
    Menjawab pertanyaan Anda, tidak ada pengaturan secara khusus dalam UU Ketenagakerjaan jika karyawan tersebut mempunyai dua anak yang dikhitankan dalam waktu bersamaan. Sebagaimana telah diuraikan di atas, yang diatur hanya mengenai upah pekerja/buruh sebanyak dua hari yang wajib dibayar oleh pengusaha dalam hal pekerja/buruh tidak masuk kerja karena mengkhitankan anaknya.
     
    Oleh karena itu, Anda perlu melihat ketentuan pelaksanaan mengenai cuti khitan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Jika tidak diatur demikian, Anda dapat bertanya kepada bagian Sumber Daya Manusia/Human Resources untuk mendapat jawaban yang pasti sesuai kebijakan perusahaan, atau dapat juga berkonsultasi kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat.
     
    Ancaman Sanksi bagi Pengusaha
    Setiap pengusaha sendiri wajib melaksanakan ketentuan cuti yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Barang siapa yang melanggar ketentuan mengenai hak atas upah selama mengkhitankan anaknya dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat satu bulan dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp400 juta.[4]
     
    Dengan demikian, pengusaha atau perusahaan wajib memberikan cuti mengkhitankan anak kepada pekerja atau karyawannya dan tetap membayar upah. Jika tidak, ia dapat dikenakan sanksi pidana dalam Pasal 186 UU Ketenagakerjaan tersebut.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
     

    [1] Pasal 93 ayat (2) huruf c UU Ketenagakerjaan
    [2] Pasal 93 ayat (4) huruf c UU Ketenagakerjaan
    [3] Pasal 93 ayat (5) UU Ketenagakerjaan
    [4] Pasal 186 jo. Pasal 93 ayat (2) huruf c UU Ketenagakerjaan

    Tags

    hukumonline
    ketenagakerjaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    22 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!