KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kedudukan Badan-badan Usaha Pembentuk Joint Operation dalam Kepailitan

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Kedudukan Badan-badan Usaha Pembentuk Joint Operation dalam Kepailitan

Kedudukan Badan-badan Usaha Pembentuk <i>Joint Operation</i> dalam Kepailitan
Dr. Flora Dianti, S.H., M.H.LKBH-PPS FH UI
LKBH-PPS FH UI
Bacaan 10 Menit
Kedudukan Badan-badan Usaha Pembentuk <i>Joint Operation</i> dalam Kepailitan

PERTANYAAN

Pada beberapa aturan, joint operation didefinisikan sebagai dua badan usaha atau lebih yang bekerja sama untuk sementara waktu dalam menyelesaikan proyek bersama. Dalam hal terjadi kepailitan, apakah joint operation memenuhi syarat "dua atau lebih kreditur" sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Joint operation merupakan kerja sama antara badan usaha jasa konstruksi asing dan nasional yang bersifat sementara untuk menangani satu atau beberapa penyelenggaraan jasa konstruksi.
     
    Kerja sama ini tidak menghasilkan badan hukum baru, sehingga masing-masing badan usaha tetap berkedudukan sebagai badan hukum yang berdiri sendiri.
     
    Karena tetap menjadi badan hukum yang berbeda, maka masing-masing badan usaha dalam joint operation dapat dianggap sebagai dua kreditur yang berbeda dalam situasi kepailitan.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Joint Operation
    Kami asumsikan, joint operation yang Anda maksud sejalan dengan pengertian dalam Pasal 1 angka 23 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 09/PRT/M/2019 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelayanan Perizinan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (“Permen PU 9/2019”), yang berbunyi:
     
    Kerja Sama Operasi (joint operation) yang selanjutnya disingkat KSO adalah kerja sama usaha antara satu BUJKA dengan satu atau lebih BUJKN, bersifat sementara untuk menangani satu atau beberapa penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dan tidak merupakan suatu badan hukum baru.
     
    Namun demikian, Permen PU 9/2019 sendiri telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 17/PRT/M/2019 Tahun 2019 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 09/PRT/M/2019 tentang Pedoman Pelayanan Perizinan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing.
     
    Saat ini, ketentuan mengenai perizinan badan usaha jasa konstruksi asing mengacu pada Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/SE/M/2019 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelayanan Perizinan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing. Surat edaran ini sendiri tidak menguraikan mengenai skema joint operation.
     
    Sekalipun demikian, kami asumsikan joint operation yang Anda maksud masih beroperasi berdasarkan ketentuan Permen PU 9/2019. Berdasarkan peraturan tersebut, joint operation tidak menghasilkan badan hukum baru sehingga tetap berkedudukan sebagai badan usaha yang berdiri sendiri.
     
    Badan-badan Usaha Pembentuk Joint Operation sebagai Kreditur
    Terkait pertanyaan Anda, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU 37/2004”) menentukan bahwa:
     
    Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
     
    Yang dimaksud dengan kreditur dalam ayat ini adalah baik kreditur konkuren, kreditur separatis, maupun kreditur preferen. Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan.[1]
     
    Bilamana terdapat sindikasi kreditur, maka masing-masing kreditur adalah kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 UU 37/2004.[2] Pasal 1 angka 2 UU 37/2004 sendiri berbunyi:
     
    Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
     
    Berdasarkan ketentuan tersebut, maka masing-masing badan usaha yang membentuk joint operation memenuhi syarat sebagai "dua atau lebih kreditur" dalam kepailitan. Hal ini mengingat keduanya tetap berkedudukan sebagai badan-badan usaha yang berbeda, dan tidak bergabung menjadi satu badan hukum yang baru.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
     

    [1] Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004
    [2] Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004

    Tags

    hukumonline
    badan usaha

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Surat Cerai dan Langkah Mengajukan Gugatannya

    22 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!