KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Langkah Hukum Jika Paket Tidak Kunjung Datang

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Langkah Hukum Jika Paket Tidak Kunjung Datang

Langkah Hukum Jika Paket Tidak Kunjung Datang
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Langkah Hukum Jika Paket Tidak Kunjung Datang

PERTANYAAN

Saya membeli barang secara online sebelum lebaran. Nah, waktu itu lagi ada sale, jadi barangnya yang seharusnya dikirim dari Malang, kata si owner dikirim dari Surabaya. Tapi setelah saya coba lacak paket dari resi yang dikirim penjual, ternyata paket tidak bergerak. Tertulis paket berhenti di tempat sortir. Pertanyaannya, bagaimana jika paket tidak kunjung datang? Bisakah saya minta ganti rugi berupa pengembalian uang dan ganti rugi kepada pihak penjual tanpa harus melapor ke polisi?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Konsumen yang dirugikan mendapat jaminan perlindungan hukum atas pembayaran ganti kerugian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata. Penyelesaian ganti kerugian tersebut dapat dilakukan di luar pengadilan maupun melalui pengadilan.

    Di sisi lain, ada pula jerat hukum berdasarkan UU Perlindungan Konsumen, UU ITE dan perubahannya, bahkan dugaan tindak pidana penipuan menurut KUHP atau UU 1/2023. Bagaimana bunyi pasalnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Langkah Hukum Jika Pesanan ‘Olshop’ Tak Kunjung Datang yang dibuat oleh Rusti Margareth Sibuea, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 21 Januari 2020.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    KLINIK TERKAIT

    Kurir Salah Kirim Paket ke Alamat Lain? Segera Lakukan Ini

    Kurir Salah Kirim Paket ke Alamat Lain? Segera Lakukan Ini

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan perusahaan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Jika Paket Tidak Kunjung Datang

    UU Perlindungan Konsumen telah menjamin perlindungan atas hak setiap konsumen yang dirugikan untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Bagaimana jika paket tidak kunjung datang? Dalam hal setelah lacak paket ternyata paket tidak bergerak dan mengakibatkan paket tidak kunjung datang, maka ini berkaitan dengan tanggung jawab pihak ekspeditor. Langkah pertama yang dapat Anda lakukan adalah menanyakan langsung pada pihak ekspeditor. Apa yang menyebabkan paket lama sampai? Biasanya karena ada penundaan pengiriman, jarak pengiriman yang jauh, masalah teknis, dan hal lainnya.

    Disarikan dari Kurir Salah Kirim Paket ke Alamat Lain? Segera Lakukan Ini, pengangkut harus mengganti kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang terlambat, kecuali ia dapat membuktikan bahwa keterlambatan itu merupakan akibat dari suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya.[2]

    Akan tetapi, jika masalah paket tak kunjung datang tersebut disebabkan oleh pihak penjual yang ternyata tidak mengirimkan paket, maka Anda dapat menuntut ganti kerugian kepada pihak penjual.

    Adapun mengenai ganti kerugian, karena terdapat perjanjian jual beli ataupun perjanjian pengangkutan, maka dapat merujuk pada ketentuan tentang wanprestasi Pasal 1243 KUH Perdata sebagai berikut:

    Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

    Selengkapnya mengenai tuntutan ganti rugi akibat wanprestasi dapat Anda simak dalam artikel Bunyi Pasal 1243 KUH Perdata tentang Wanprestasi.

    Penyelesaian ganti kerugian tersebut dapat dilakukan di luar pengadilan maupun melalui pengadilan, berdasarkan pilihan sukarela pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sendiri tidak akan menghapus pertanggungjawaban pidana si pelaku.[3]

    Jerat Pidana dalam UU Perlindungan Konsumen

    Selain pemberian ganti rugi atas paket tidak bergerak, UU Perlindungan Konsumen secara tegas melarang setiap pelaku usaha yang melanggar waktu penyelesaian pesanan barang dan/atau jasa yang diperjanjikan, dalam hal ini terkait dengan waktu pengiriman barang. Hal ini diatur dalam Pasal 16 UU Perlindungan Konsumen sebagai berikut:

    Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:

    1. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
    2. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

    Sanksi bagi pelaku usaha yang tidak menepati ketentuan tersebut adalah pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.[4] Selain itu, pelaku dapat pula dikenakan sanksi tambahan berupa:[5]

    1. perampasan barang tertentu;
    2. pengumuman keputusan hakim;
    3. pembayaran ganti rugi;
    4. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
    5. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
    6. pencabutan izin usaha.

    Sehingga, kami berpendapat, selain Anda menanyakan langsung pada pihak ekspeditor tentang alasan mengapa paket tidak bergerak, Anda dapat meminta bantuan kepada pihak penjual untuk turut mengonfirmasi pengiriman barang.

    Dugaan Penipuan

    Di sisi lain, apabila penjual sengaja tidak mengirim barang yang sudah dibayar oleh pembeli dalam transaksi jual beli online, menurut hemat kami, juga dapat dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana penipuan berdasarkan KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[6] yaitu tahun 2026 yang selengkapnya berbunyi:

    Pasal 378 KUHP

    Pasal 492 UU 1/2023

    Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

    Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[7]

    Selain jerat pasal di atas, penjual juga berpotensi dijerat Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024:

    Setiap Orang yang dengan sengajamendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

    Selanjutnya atas dugaan tindak pidana penipuan tersebut, Anda dapat membuat laporan polisi di kantor kepolisian setempat dengan membawa bukti yang cukup.

    Concursus Idealis

    Menjawab pertanyaan terakhir Anda, dalam praktik memang sering terjadi perbuatan seseorang memenuhi beberapa rumusan delik sekaligus. Dalam kasus ini, perbuatan si pelaku usaha memenuhi rumusan delik dalam KUHP atau UU 1/2023, UU ITE dan perubahannya, dan UU Perlindungan Konsumen. Hal ini menimbulkan pertanyaan, pasal manakah yang paling tepat untuk menjerat si pelaku usaha?

    Pasal 63 KUHP

    Pasal 125 UU 1/2023

    1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya satu di antara aturan-aturan itu; Jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pokok yang paling berat.

    2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana
    yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

    1) Suatu perbuatan yang memenuhi lebih dari satu ketentuan pidana yang diancam dengan ancaman pidana yang sama hanya dijatuhi satu pidana, sedangkan jika ancaman pidananya berbeda dijatuhi pidana pokok yang paling berat.

    2) Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana umum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali undang-undang menentukan lain.

    Pasal ini dikenal dengan istilah concursus idealis, eendaadse samenloop, atau perbarengan peraturan. Kriteria dari concursus idealis adalah berbarengan dan persamaan sifat dari perbuatan yang dilakukan. Dimana terdapat kesatuan perbuatan, karena itu sistem pemidanaan yang digunakan adalah sistem absorbsi. Dalam hal seseorang melakukan suatu perbuatan dan ternyata perbuatan tersebut melanggar lebih dari satu ketentuan pidana, maka hanya berlaku satu ketentuan pidana yaitu yang terberat.

    Dengan berpedoman sistem absorbsi, maka pidana yang paling tepat dijatuhkan kepada pelaku usaha adalah ketentuan dengan ancaman terberat, yaitu Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
    4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
    5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    [1] Pasal 4 huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”)

    [2] Pasal 477 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

    [3] Pasal 45 ayat (2) dan (3) UU Perlindungan Konsumen

    [4] Pasal 62 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen

    [5] Pasal 63 UU Perlindungan Konsumen

    [6] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  (“UU 1/2023”)

    [7] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

    Tags

    penipuan online
    perlindungan konsumen

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!