Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Kader Keluarga Berencana
Pasal 1 angka 15 PP 87/2014 menyebutkan bahwa:
Kader Keluarga Berencana yang selanjutnya disebut Kader adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dan dari masyarakat untuk membantu menyelenggarakan program kependudukan dan Keluarga Berencana di masyarakat.
Lebih lanjut, Pasal 18 ayat (2) PP 87/2014 mengatur bahwa:
Kebijakan Keluarga Berencana dilakukan melalui upaya:
peningkatan keterpaduan dan peran serta masyarakat;
pembinaan keluarga; dan
pengaturan kehamilan dengan memperhatikan agama, kondisi perkembangan sosial ekonomi dan budaya, serta tata nilai yang hidup dalam masyarakat.
Upaya Keluarga Berencana (“KB”) dilakukan melalui:
[1]promosi, yaitu usaha yang terus-menerus dalam memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat sehingga terjadi peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku, dan menerima norma keluarga kecil bahagia sejahtera;
perlindungan, yaitu upaya pemerintah untuk memberikan jaminan keselamatan dan pertolongan untuk mengatasi dari aspek informasi, sosial, dan kesehatan; dan/atau
bantuan sesuai dengan hak reproduksi, yaitu memberikan bantuan dan bimbingan kepada pasangan usia subur yang ingin hamil, ingin hamil tetapi ditunda, tidak ingin hamil lagi, dan yang mengalami kagagalan penggunaan alat kontrasepsi.
Upaya KB dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dan/atau tenaga lain yang terlatih.
[2]
Yang dimaksud dengan “tenaga lain yang terlatih” antara lain tokoh masyarakat/agama, kader Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (“PKK”), tenaga penggerak masyarakat tingkat desa,
Pembantu Pembina KB Desa (“PPKBD”), sub PPKBD, dan kelompok akseptor. Yang dimaksud dengan PPKBD adalah seorang atau beberapa orang kader yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB nasional di tingkat kelurahan/desa atau yang setara. Sedangkan yang dimaksud dengan “sub PPKBD” adalah seorang atau beberapa orang kader yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB nasional di tingkat dusun/RW atau yang setara.
[3]
Wewenang Kader KB
Penyelenggaraan KB dilaksanakan dengan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui:
[4]pendewasaan usia perkawinan;
pengaturan kehamilan yang diinginkan;
pembinaan kesertaan KB; dan
peningkatan kesejahteraan keluarga.
Pendewasaan usia perkawinan diselenggarakan dalam rangka pembudayaan sikap dan perilaku masyarakat untuk melaksanakan perkawinan dalam usia ideal perkawinan yang memperhatikan faktor-faktor, antara lain:
[5]kesiapan fisik dan mental seseorang dalam membentuk keluarga;
kemandirian sikap dan kedewasaan perilaku seseorang;
derajat kesehatan, termasuk reproduksi sehat;
pengetahuan tentang perencanaan keluarga sejahtera; dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengaturan kehamilan diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menunda kehamilan anak pertama sampai pada usia ideal melahirkan dan mengatur jarak kelahiran.
[6]
Usia ideal melahirkan adalah usia yang ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor:
[7]risiko akibat melahirkan;
kemampuan tentang perawatan kehamilan, pasca persalinan, dan masa di luar kehamilan dan persalinan;
derajat kesehatan reproduksi sehat; dan/atau
kematangan mental, sosial, dan ekonomi dalam keluarga.
Menunda kehamilan dilaksanakan dalam rangka perencanaan jumlah dan jarak antara kelahiran anak yang dilakukan sendiri oleh pasangan suami istri atas dasar kesadaran dan kesukarelaan.
[8]
Menunda kehamilan dilakukan dengan menggunakan alat, obat dan/atau cara kontrasepsi yang dapat diterima pasangan suami istri sesuai dengan pilihannya yang ditetapkan dengan memperhatikan:
[9]daya guna dan hasil guna;
risiko terhadap kesehatan; dan
nilai agama dan nilai yang hidup dalam masyarakat.
Penyampaian informasi dan/atau peragaan alat, obat, dan/atau cara kontrasepsi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terlatih, serta dilaksanakan di tempat dan dengan cara yang layak.
[10]
Penentuan tempat dan cara yang layak untuk mempertunjukkan dan memperagakan alat, obat, dan/atau cara kontrasepsi dilakukan dengan memperhatikan sasaran, norma agama, etik, dan sosial budaya masyarakat.
[11]
Sedangkan pelayanan obat, alat, dan/atau cara kontrasepsi untuk pasangan suami istri, dilakukan oleh tenaga kesehatan dan/atau tenaga lain yang terlatih sesuai dengan kewenangannya, di fasilitas pelayanan kesehatan atau sarana lain yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
[12]
Tindak Pidana Mempromosikan Alat Kontrasepsi
Uraian di atas menunjukan bahwa kader KB, yang digolongkan oleh PP 87/2014 sebagai tenaga lain yang terlatih, memiliki wewenang untuk memberikan informasi maupun memeragakan alat, obat, dan/atau cara kontrasepsi, serta memberikan layanan lain terkait kepada suami istri.
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan sesuatu sarana untuk mencegah kehamilan maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan (diensten) yang demikian itu, diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Namun demikian, harus diingat bahwa dalam hukum pidana dikenal adanya konsep peniadaan pidana. Pasal 50 KUHP mengatur bahwa:
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.
Andi Hamzah dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana mengutip Pompe menguraikan bahwa ketentuan undang-undang meliputi juga peraturan (verordening) yang dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang untuk itu menurut undang-undang (hal. 169).
Jadi, meliputi ketentuan yang berasal langsung dari pembuat undang-undang, dari penguasa yang lebih rendah yang mempunyai wewenang (bukan kewajiban) untuk membuat peraturan yang berdasarkan undang-undang. Yang melakukan perbuatan itu merupakan kewajibannya (hal. 169).
Hal ini pun ditegaskan juga oleh R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Pada Pasal 50 KUHP diletakkan suatu prinsip bahwa apa yang telah diharuskan atau diperintahkan oleh suatu undang-undang, tidak mungkin diancam hukuman dengan undang-undang yang lain (hal. 66).
Yang dimaksud dengan undang-undang di sini adalah semua peraturan yang dibuat oleh suatu badan pemerintahan yang diberi kekuasaan untuk membuat undang-undang, termasuk peraturan pemerintah dan peraturan-peraturan pemerintah daerah (hal. 66).
Menjawab pertanyaan Anda, dapat disimpulkan bahwa kader KB seharusnya tidak dipidana dalam melaksanakan wewenangnya, termasuk dalam menginformasikan penggunaan alat kontrasepsi.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Andi Hamzah. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2014;
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.
[1] Pasal 19 ayat (1) PP 87/2014 dan penjelasannya
[2] Pasal 19 ayat (2) PP 87/2014
[3] Penjelasan Pasal 19 ayat (2) PP 87/2014
[4] Pasal 24 ayat (1) PP 87/2014
[6] Pasal 26 ayat (1) PP 87/2014
[7] Pasal 26 ayat (2) PP 87/2014
[8] Pasal 27 ayat (1) PP 87/2014
[9] Pasal 27 ayat (2) dan (3) PP 87/2014
[10] Pasal 29 ayat (1) PP 87/2014
[11] Pasal 29 ayat (2) PP 87/2014