Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Langkah Hukum Menuntut Janji Kenaikan Gaji

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Langkah Hukum Menuntut Janji Kenaikan Gaji

Langkah Hukum Menuntut Janji Kenaikan Gaji
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Langkah Hukum Menuntut Janji Kenaikan Gaji

PERTANYAAN

Saya bekerja di suatu perusahaan dan saya dijanjikan kenaikan gaji sebesar maksimal 15% jika sudah lulus training. Setelah saya lulus training, ternyata kenaikan gaji tersebut tidak ada. Saya lalu menuntut ke management dan saya menemukan adanya surat kenaikan gaji yang sudah diparaf oleh si pengusaha. Namun ketika saya mau fotocopy surat kenaikan gaji tersebut, pihak management tidak mau memberikan. Pertanyaannya, langkah hukum apa yang dapat saya lakukan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Mengenai kenaikan gaji setelah masa percobaan berakhir, seharusnya besarnya upah dituliskan dalam perjanjian kerja atau surat pengangkatan. Apabila nominal upah ternyata tidak sesuai atau tidak adanya kenaikan upah yang diperjanjikan, maka berpotensi menimbulkan perselisihan hubungan industrial, yakni perselisihan hak yang terlebih dahulu diselesaikan melalui perundingan bipartit.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Langkah Hukum Menuntut Janji Kenaikan Gaji yang pertama kali dipublikasikan pada 30 Januari 2020.

    KLINIK TERKAIT

    Aturan Potong Gaji Karyawan dalam Peraturan Ketenagakerjaan

    Aturan Potong Gaji Karyawan dalam Peraturan Ketenagakerjaan

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Terkait aturan hukum kenaikan gaji, merujuk kepada UU Ketenagakerjaan, tidak ada ketentuan yang secara tegas mengatur mengenai persentase kenaikan gaji atau upah karyawan. Kenaikan upah dan penentuan upah di atas upah minimum merupakan domain para pihak untuk memperjanjikan atau mengaturnya, baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

    Pengusaha menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.[1] Penyusunan ini dimaksudkan sebagai pedoman penetapan upah sehingga terdapat kepastian upah tiap pekerja/buruh serta untuk mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan yang bersangkutan.[2]

    Patut diperhatikan bahwa pengusaha juga melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Peninjauan upah tersebut dilakukan untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup, prestasi kerja, perkembangan, dan kemampuan perusahaan.[3]

    Struktur dan skala upah, berdasarkan Pasal 5 Permenaker 1/2017, ditetapkan oleh pimpinan perusahaan dalam bentuk surat keputusan. Struktur dan skala upah ini wajib diberitahukan kepada seluruh pekerja/buruh oleh pengusaha.[4]

    Pengusaha yang tidak menyusun struktur dan skala upah serta tidak memberitahukan kepada seluruh pekerja/buruh dapat dikenai sanksi admnistratif sebagaimana diuraikan Pasal 21 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 79 ayat (1) PP 36/2021 berupa:[5]

    1. teguran tertulis;
    2. pembatasan kegiatan usaha;
    3. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
    4. pembekuan kegiatan usaha.

     

    Perjanjian Kenaikan Gaji atau Upah

    Selain itu, kami mengasumsikan Anda dan perusahaan telah membuat perjanjian kerja secara tertulis, yang mana sekurang-kurangnya memuat:[6]

    1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
    2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
    3. jabatan atau jenis pekerjaan;
    4. tempat pekerjaan;
    5. besarnya upah dan cara pembayarannya;
    6. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
    7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
    8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
    9. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

    Sedangkan berpedoman pada Penjelasan Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Jika syarat masa percobaan tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau surat pengangkatan, ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada.

    Surat pengangkatan dalam hal PKWTT lisan ini juga sekurang-kurangnya memuat keterangan:[7]

    1. nama dan alamat pekerja/buruh;
    2. tanggal mulai bekerja;
    3. jenis pekerjaan; dan
    4. besarnya upah.

    Oleh karenanya, baik diperjanjikan secara tertulis maupun tidak tertulis, menurut hemat kami, seharusnya perusahaan telah menuliskan besarnya upah yang harus dibayarkan kepada Anda secara jelas dalam perjanjian kerja secara tertulis atau surat pengangkatan dengan nominal sebagaimana telah disepakati dengan adanya kenaikan upah setelah selesai masa percobaan selama 3 bulan tersebut.

     

    Langkah Hukum Ketika Terjadi Perselisihan Hak

    Jika terjadi perbedaan penafsiran nominal dan ketentuan kenaikan gaji yang diperjanjikan, maka dapat menimbulkan perselisihan hubungan industrial, yakni perselisihan hak.

    Berdasarkan kronologis, Anda juga menemukan surat kenaikan gaji yang sudah diparaf, namun pihak manajemen tidak memberikan surat tersebut.

    Perselisihan hak berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU 2/2004 adalah:

    Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

    Menjawab pertanyaan Anda, setiap perselisihan wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaiannya melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.[8]

    Jika dalam jangka waktu tersebut, salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.[9]

    Setelah itu, salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.[10]

    Setelah perselisihan hak dicatat, instansi tersebut menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. Dalam hal para pihak tidak menetapkan dalam waktu 7 hari kerja, maka instansi tersebut melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator[11]

    Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.[12]

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami terkait langkah hukum menuntut janji kenaikan gaji sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan;
    5. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah.

    [1] Pasal 81 angka 33 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [2] Penjelasan Pasal 81 angka 33 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 92 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 81 angka 34 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 92A UU Ketenagakerjaan dan penjelasannya

    [4] Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah (“Permenaker 1/2017”)

    [5] Pasal 12 ayat (1) Permenaker 1/2017

    [6] Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [7] Pasal 63 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [8] Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”)

    [9] Pasal 3 ayat (3) UU 2/2004

    [10] Pasal 4 ayat (1) UU 2/2004

    [11] Pasal 4 ayat (3) dan (4) UU 2/2004

    [12] Pasal 5 UU 2/2004

    Tags

    pekerja
    upah

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!