Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Yang Dimaksud Kader Keluarga Berencana sebagai Tenaga Sukarela

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Yang Dimaksud Kader Keluarga Berencana sebagai Tenaga Sukarela

Yang Dimaksud Kader Keluarga Berencana sebagai Tenaga Sukarela
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Yang Dimaksud Kader Keluarga Berencana sebagai Tenaga Sukarela

PERTANYAAN

Dalam Pasal 1 angka 15 PP 87/2014 disebutkan bahwa kader keluarga berencana adalah tenaga sukarela. Apa yang dimaksud tenaga sukarela?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pembentukan kader keluarga berencana (“Kader KB”) merupakan bentuk upaya peningkatan keterpaduan dan peran serta masyarakat. Makna tenaga sukarela yang dimaksud dalam pengertian kader KB sendiri memang tidak diatur secara tegas. Namun sekalipun bersifat sukarela, Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 1 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional Keluarga Berencana mengatur bahwa kader KB memperoleh biaya operasional yang dapat berupa honor dan/atau transportasi dan/atau konsumsi secara bulanan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Keluarga Berencana (KB)
    Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, keluarga berencana (“KB”) menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (“UU 52/2009”) diartikan sebagai berikut:
     
    Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
     
    Kebijakan KB bertujuan untuk:[1]
    1. mengatur kehamilan yang diinginkan;
    2. menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak;
    3. meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi;
    4. meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktik KB; dan
    5. mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan.
     
    Adapun untuk mewujudkan tujuan tersebut, kebijakan KB dilakukan melalui upaya:[2]
    1. peningkatan keterpaduan dan peran serta masyarakat;
    2. pembinaan keluarga; dan
    3. pengaturan kehamilan dengan memerhatikan agama, kondisi perkembangan sosial ekonomi dan budaya, serta tata nilai yang hidup dalam masyarakat.
     
    Baca juga: Dapatkah Kader KB yang Mempromosikan Alat Kontrasepsi Dipidana?
     
    Kesukarelaan Kader KB
    Menyambung pertanyaan Anda, pengertian kader KB menurut Pasal 1 angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga (“PP 87/2014”), adalah sebagai berikut:
     
    Kader Keluarga Berencana yang selanjutnya disebut Kader adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dan dari masyarakat untuk membantu menyelenggarakan program kependudukan dan Keluarga Berencana di masyarakat.
     
    Kader setempat di bawah pembinaan penyuluh KB dan/atau petugas lapangan KB melakukan pendataan keluarga. Pendataan dimaksud wajib dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota secara serentak setiap lima tahun untuk mendapatkan data keluarga yang akurat, valid, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan melalui proses pengumpulan, pengolahan, penyajian, penyimpanan, serta pemanfaatan data dan informasi kependudukan dan keluarga.[3]
     
    Sepanjang penelusuran kami, makna “tenaga sukarela” dalam pengertian kader KB memang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam PP 87/2014. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, sukarela sendiri berarti dengan kemauan sendiri; dengan rela hati atau atas kehendak sendiri (tidak karena diwajibkan).
     
    Kami asumsikan, kesukarelaan yang menjadi perhatian Anda terkait dengan ada tidaknya honorarium bagi kader KB. Menurut Pasal 2 Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 1 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional Keluarga Berencana (“Peraturan BKKBN 1/2019”), dana bantuan operasional KB terdiri atas:[4]
    1. biaya operasional bagi balai penyuluhan KB;
    2. biaya operasional distribusi alat dan obat kontrasepsi dari gudang organisasi perangkat daerah kabupaten dan kota yang menangani urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan KB;
    3. biaya operasional integrasi program kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga (“KKBPK”) serta program pembangunan lainnya di kampung KB;
    4. operasional pembinaan program KKBPK bagi masyarakat oleh kader pembantu pembina KB desa/kelurahan dan sub pembantu pembina KB desa/kelurahan; dan
    5. biaya dukungan komunikasi, informasi dan edukasi, serta manajemen.
     
    Lebih lanjut operasional pembinaan program KKBPK bagi masyarakat oleh kader adalah biaya yang diberikan kepada kader secara bulanan berupa honor dan/atau transportasi dan/atau konsumsi untuk mendukung kegiatan program KKBPK yang peruntukannya sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Dinas organisasi perangkat daerah terkait KB.[5]
     
    Mekanisme penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban bantuan operasional KB oleh pemerintah daerah berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah.[6]
     
    Contoh di Daerah
    Sepanjang penelusuran kami, honorarium bagi kader KB akhirnya diserahkan kepada kebijakan masing-masing daerah. Dalam hal ini, kami mengambil contoh di Kota Surakarta. Pada Poin Ketiga Keputusan Walikota Surakarta Nomor 843.4/15 Tahun 2019 tentang Kader Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa dan Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa Kota Surakarta Tahun 2019 (“Kepwali Surakarta 834.4/2019”) dijelaskan bahwa besaran biaya operasional kader tercantum dalam Standar Satuan Harga Tahun 2019.
     
    Kemudian Poin Keempat Kepwali Surakarta 834.4/2019 menyebutkan, segala biaya yang timbul sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tersebut dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surakarta Tahun 2019.
     
    Adapun pada Poin Kedua Kepwali Surakarta 834.4/2019 diuraikan tugas kader sebagai berikut:
    1. melakukan kunjungan pada setiap keluarga untuk pemutakhiran data peserta KB;
    2. melakukan koordinasi dengan petugas lapangan/penyuluh KB, kepala lingkungan, dan RT setempat;
    3. melakukan rekapitulasi data; dan
    4. melakukan kegiatan motivasi, konseling dan pembinaan kepada calon peserta maupun peserta KB dengan didampingi penyuluh KB.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga;
     
    Referensi:
    Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, diakses pada 6 Februari 2020, pukul 14.55.
     

    [1] Pasal 21 ayat (2) UU 52/2009
    [2] Pasal 22 ayat (1) UU 52/2009
    [3] Pasal 53 ayat (1) dan (3) PP 87/2014
    [4] Pasal 2 Peraturan BKKBN 1/2019
    [5] Lampiran Peraturan BKKBN 1/2019, hal. 20
    [6] Lampiran Peraturan BKKBN 1/2019, hal. 16

    Tags

    keluarga
    sosialisasi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!