KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Relawan Yayasan Tunduk pada UU Ketenagakerjaan?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Apakah Relawan Yayasan Tunduk pada UU Ketenagakerjaan?

Apakah Relawan Yayasan Tunduk pada UU Ketenagakerjaan?
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Relawan Yayasan Tunduk pada UU Ketenagakerjaan?

PERTANYAAN

Adakah dasar hukum atau peraturan untuk mempekerjakan relawan di yayasan atau NGO? Apakah menggunakan Undang-Undang Ketenagakerjaan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sesuai Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Sumber Daya Manusia Penyelenggara Kesejahteraan Sosial dan perubahannya, untuk menjadi relawan sosial memiliki persyaratan tersendiri.
     
    Jika terdapat hubungan kerja antara relawan dan pihak yayasan ataupun NGO (Non Governmental Organization), maka relawan tunduk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Namun jika tidak ada hubungan kerja, maka relawan tersebut tidak tunduk pada UU Ketenagakerjaan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Relawan Sosial
    Sebelumnya, kami asumsikan pengertian relawan yang Anda maksud sesuai pengertian relawan dalam Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Sosial Nomor 29 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Sumber Daya Manusia Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (“Permensos 29/2017”):
     
    Relawan adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan berdasarkan kesukarelaan.
     
    Ada pula istilah relawan sosial, yaitu seseorang dan/atau kelompok masyarakat, baik yang berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa imbalan.[1]
     
    Relawan sosial yang dimaksud terdiri atas:[2]
    1. pekerja sosial masyarakat;
    2. karang taruna;
    3. tenaga pelopor perdamaian;
    4. taruna siaga bencana;
    5. tenaga kesejahteraan sosial kecamatan;
    6. wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat;
    7. wanita pemimpin kesejahteraan sosial;
    8. kader rehabilitasi berbasis masyarakat;
    9. kader rehabilitasi berbasis keluarga;
    10. penyuluh sosial masyarakat;
    11. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga;
    12. Lembaga Peduli Keluarga; dan/atau
    13. Lembaga Kesejahteraan Sosial.
     
    Relawan sosial melaksanakan tugas pelayanan kesejahteraan sosial dengan atau tanpa imbalan. Mereka dikoordinasikan oleh kementerian sosial, dinas sosial daerah provinsi, dan/atau dinas sosial daerah kabupaten/kota.[3]
     
    Relawan sosial harus tercatat dan terdaftar di Kementerian Sosial, dinas sosial daerah provinsi, dan/atau dinas sosial daerah kabupaten/kota.[4]
     
    Relawan sosial juga wajib lulus sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Tenaga Kesejahteraan Sosial dan Relawan Sosial yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.[5]
     
    Relawan Sosial sebagai Pekerja Sosial
    Lebih lanjut, Pasal 60 huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial (“UU 14/2019”) menyatakan relawan sosial yang telah melakukan pelayanan sosial diakui sebagai pekerja sosial setelah lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud Pasal 23 UU 14/2019.
     
    Uji kompetensi dilakukan dalam rangka menilai capaian kompetensi dalam praktik pekerjaan sosial dengan mengacu pada standar kompetensi.[6] Uji kompetensi diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan organisasi pekerja sosial.[7]
     
    Adapun uji kompetensi tersebut dilakukan melalui pendidikan profesi pekerja sosial atau rekognisi pembelajaran lampau.[8] Uji kompetensi yang dilakukan melalui pendidikan profesi pekerja sosial diperuntukkan bagi peserta didik pendidikan profesi pekerja sosial.[9]
     
    Sedangkan uji kompetensi melalui rekognisi pembelajaran lampau diperuntukkan bagi setiap orang yang sudah bekerja, mempunyai pengalaman di bidang pelayanan sosial, dan/atau telah mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang pelayanan sosial.[10]
     
    Patut Anda ketahui, syarat untuk mengikuti pendidikan profesi pekerja sosial adalah:[11]
    1. sarjana kesejahteraan sosial;
    2. sarjana terapan pekerjaan sosial; atau
    3. sarjana ilmu sosial lainnya terkait kesejahteraan sosial.
     
    Dalam hal penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang bersifat kedaruratan, masyarakat dapat berperan sebagai relawan.[12]
     
    Hubungan Ketenagakerjaan dalam Yayasan dan NGO
    Menyambung pertanyaan Anda, hubungan kerja dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) diartikan sebagai hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
     
    Hubungan kerja itu terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, baik untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.[13]
     
    Adapun pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.[14] Sedangkan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.[15]
     
    Sebagaimana pernah diuraikan dalam artikel Penyelesaian Perselisihan PHK bagi Pekerja Yayasan Asing, pekerja yayasan tetap dapat dikategorikan sebagai pekerja/buruh, sepanjang menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
     
    Jadi kami berpendapat, yayasan atau NGO (Non Governmental Organization) harus memerhatikan aspek-aspek ketenagakerjaan relawan sosial menurut UU Ketenagakerjaan, selain ketentuan tentang relawan sosial itu sendiri.
     
    Namun bila relawan yang dimaksud dipekerjakan atas dasar kesukarelaan, tanpa imbalan, dan/atau tidak berdasarkan perjanjian kerja, maka relawan itu tidak tunduk pada UU Ketenagakerjaan.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
     

    [1] Pasal 1 angka 6 Permensos 29/2017
    [2] Pasal 14 ayat (1) Permensos 16/2017
    [3] Pasal 14 ayat (2) dan (3) Permensos 16/2017
    [4] Pasal 15 Permensos 16/2017
    [5] Pasal 16 Permensos 29/2017
    [6] Pasal 1 angka 11 UU 14/2019
    [7] Pasal 24 UU 14/2019
    [8] Pasal 23 ayat (1) UU 14/2019
    [9] Pasal 23 ayat (2) UU 14/2019
    [10] Pasal 23 ayat (3) UU 14/2019
    [11] Pasal 21 UU 14/2019
    [12] Pasal 17 Permensos 16/2017
    [13] Pasal 50 dan Pasal 56 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
    [14] Pasal 1 angka 4 UU Ketenagakerjaan
    [15] Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan

    Tags

    uu ketenagakerjaan
    yayasan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!