KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Mewaris Bersama Seorang Anak Perempuan, Adakah Bagian Saudara Kandung?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Mewaris Bersama Seorang Anak Perempuan, Adakah Bagian Saudara Kandung?

Mewaris Bersama Seorang Anak Perempuan, Adakah Bagian Saudara Kandung?
Hani Nur Azizah & Heru Susetyo, S.H., LL.M., M.Si., Ph.DLembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI)
Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI)
Bacaan 10 Menit
Mewaris Bersama Seorang Anak Perempuan, Adakah Bagian Saudara Kandung?

PERTANYAAN

Bagaimana pembagian warisan dari almarhum seorang laki-laki duda dan hanya mempunyai seorang anak perempuan, tapi ada beberapa orang saudara kandung?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Setidaknya, terdapat tiga ajaran hukum waris Islam yang berlaku di Indonesia, yakni ajaran patrilineal Syafii, bilateral Hazairin, dan mengacu pada Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
     
    Lalu, berapa bagian harta warisan yang akan diterima oleh masing-masing saudara almarhum yang mewaris bersama anak perempuannya, berdasarkan ketiga ajaran hukum waris Islam tersebut? Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Cara-cara Pembagian Warisan Menurut Hukum Islam
    Sebelum membahas pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan bahwa istri yang meninggal terlebih dahulu tidak memengaruhi bagian harta waris yang akan diterima oleh para ahli waris.
     
    Adapun berdasarkan informasi yang terdapat dalam pertanyaan Anda, dapat kami simpulkan bahwa ahli waris yang ditinggalkan oleh pewaris (seorang laki-laki duda) adalah seorang anak perempuan dan beberapa saudara kandung.
     
    Setidaknya, terdapat tiga ajaran hukum waris Islam yang berlaku di Indonesia, yakni ajaran patrilineal Syafii, bilateral Hazairin, dan mengacu pada Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).
     
    Untuk selanjutnya, akan kami jelaskan satu per satu bagian harta waris yang akan diterima oleh masing-masing ahli waris, berdasarkan ketiga ajaran hukum waris Islam tersebut.
     
    Pembagian Waris Menurut Ajaran Patrilineal Syafii
     
    1. Bagian harta waris bagi seorang anak perempuan
     
    Menurut Amir Syarifuddin dalam bukunya Hukum Kewarisan Islam (hal. 211), anak perempuan ataupun anak laki-laki merupakan ahli waris yang akan selalu mendapatkan bagian harta waris. Mereka tidak akan terhijab (terhalangi) oleh ahli waris manapun. Maka dari itu, anak perempuan ini berhak mendapatkan bagian warisan.
     
    Lebih lanjut, Neng Djubaedah dalam Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (hal. 17) menjelaskan, anak perempuan dalam hukum waris Islam merupakan dzawul faraidh, yaitu ahli waris yang bagian warisannya sudah ditentukan secara pasti dalam Quran dan Hadis.
     
    Apabila pewaris meninggalkan seorang anak perempuan, maka anak perempuan tersebut mendapatkan seperdua (1/2) bagian dari harta yang ditinggalkan. Ketentuan ini, dengan demikian, berlaku dalam kasus Anda.
     
    1. Bagian harta waris bagi beberapa saudara kandung
     
    Pembahasan mengenai bagian warisan bagi saudara tidak dapat terlepas dari kalalah. Hal ini disebabkan saudara hanya dapat tampil sebagai ahli waris apabila pewaris meninggal dunia dalam keadaan kalalah atau mati punah.
     
    Masih menurut Neng Djubaedah (hal. 96), ketiga ajaran hukum waris Islam yang telah disebutkan di atas memiliki pandangan berbeda mengenai pengertian kalalah.
     
    Berdasarkan ajaran patrilineal Syafii, dikatakan kalalah apabila pewaris meninggal dunia tanpa meninggalkan anak-anak laki-laki dan keturunan laki-laki melalui anak laki-laki serta ayah pewaris telah meninggal terlebih dahulu (hal. 97).
     
    Dalam kasus ini, hanya terdapat seorang anak perempuan sehingga beberapa saudara kandung tersebut dapat tampil sebagai ahli waris.  
     
    Untuk menjawab bagian warisan yang diterima oleh beberapa saudara kandung tersebut, kami membutuhkan informasi lebih detail mengenai jenis kelamin mereka. Hal tersebut perlu diketahui karena dalam hukum waris Islam, jenis kelamin menentukan besaran bagian harta waris yang diterima oleh seseorang.
     
    Untuk itu, kami akan menggunakan tiga asumsi, yakni apabila beberapa saudara kandung terdiri dari perempuan saja, laki-laki saja, serta laki-laki dan perempuan.
     
    • Saudara perempuan kandung
    Berdasarkan HR Muaz bin Jabal yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Bukhari, sebagaimana dikutip Neng Djubaidah (hal. 172), apabila pewaris meninggalkan saudara perempuan sekandung dan seorang anak perempuan, maka saudara perempuan kandung ini mendapatkan sisa setelah dikurangi bagian seorang anak perempuan, yaitu seperdua (1/2) sebagai ashabah maal ghairi.
     
    Ahli waris ashabah maal ghairi terjadi apabila ahli waris terdiri dari perempuan saja. Dalam kasus ini terdapat beberapa saudara perempuan kandung sehingga seperdua sisa tersebut dibagi secara merata di antara mereka.
     
    Apabila terdapat dua saudara perempuan, maka bagian seperdua (1/2) tersebut dibagi dua. Apabila terdapat tiga saudara perempuan, maka bagian seperdua tersebut dibagi tiga, begitu seterusnya.
     
    • Saudara laki-laki kandung
    Masih menurut Neng Djubaedah (hal. 19), saudara laki-laki kandung berkedudukan sebagai ashabah binafsih, yaitu ahli waris yang berhak mendapat sisa bagian warisan dengan sendirinya atau secara otomatis apabila mewaris bersama dzawul faraidh.
     
    Sehingga apabila diterapkan dalam kasus ini, setelah dikurangi bagian warisan seorang anak perempuan (dzawul faraidh) tersebut, maka beberapa saudara laki-laki kandung ini akan mendapatkan sisa sebesar seperdua (1/2). Sisa seperdua (1/2) ini dibagi di antara mereka secara merata.
     
    • Saudara laki-laki dan perempuan
    Dalam hal ini, saudara laki-laki berkedudukan sebagai ashabah binafsih, sedangkan saudara perempuan sebagai ashabah bilghairi. Ashabah bilghairi ini adalah kedudukan bagi setiap ahli waris perempuan yang sebenarnya memiliki bagian pasti, namun berubah menjadi mendapatkan sisa ketika mewaris bersama saudara laki-lakinya yang berkedudukan sebagai ashabah binafsih (hal. 19).
     
    Contohnya, seperti anak perempuan mewaris bersama dengan anak laki-laki, saudara perempuan mewaris bersama saudara laki-laki, dan sebagainya.
     
    Berdasarkan Q.S An-Nisa ayat 176, apabila pewaris meninggal dalam keadaan kalalah dan ada saudara laki-laki dan saudara perempuan, maka bagi seorang saudara laki-laki sebanyak dua bagian saudara perempuan (2 : 1).
     
    Akan tetapi, sebagai ashabah, saudara laki-laki dan perempuan kandung ini mendapatkan bagiannya setelah dikurangi bagian dzawul faraidh, yang dalam kasus ini adalah seorang anak perempuan.
     
    Sehingga apabila diasumsikan terdapat satu orang saudara laki-laki dan satu saudara perempuan, maka pembagiannya sebagai berikut:
     
     
    Pembagian Waris Menurut Ajaran Bilateral Hazairin
     
    1. Bagian harta waris bagi seorang anak perempuan
     
    Dalam bagian warisan bagi anak tidak terdapat perbedaan antara ketiga ajaran kewarisan Islam (hal. 98). Dengan demikian, bagian seorang anak perempuan adalah 1/2, sama halnya menurut ajaran kewarisan patrilineal Syafii.
     
    1. Bagian harta waris bagi beberapa saudara kandung
     
    Menurut Amir Syarifuddin (hal. 211), berdasarkan ajaran kewarisan bilateral Hazairin, kalalah adalah pewaris meninggal dalam kondisi tidak meninggalkan anak laki-laki dan anak perempuan beserta keturunannya.
     
    Dalam kasus ini, pewaris meninggalkan seorang anak perempuan, sehingga beberapa saudara kandung yang ditinggalkan oleh pewaris tidak dapat tampil sebagai ahli waris.
     
    Dengan menggunakan ajaran bilateral Hazairin, harta yang ditinggalkan pewaris tidak terbagi habis. Oleh karena itu, maka terjadilah rad.
     
    Menurut pendapat Mohammad Daud Ali yang diuraikan dalam artikel Pengaturan Aul dan Rad dalam Kewarisan Islam, rad adalah pengembalian sisa (kelebihan) harta kepada ahli waris yang ada sesuai dengan kadar bagian masing-masing.
     
    Dalam kasus ini, ahli waris yang tampil adalah seorang anak perempuan. Dengan demikian, kelebihan harta ini hanya dibagikan ke anak perempuan ini seorang, sehingga ia mendapatkan seluruh harta waris.
     
    Pembagian Waris Menurut KHI
     
    1. Bagian harta waris bagi seorang anak perempuan
     
    Disebutkan dalam Pasal 176 KHI, anak perempuan bila hanya seorang mendapatkan separuh bagian (1/2). Dengan demikian, berdasarkan KHI, seorang anak tersebut pada dasarnya mendapatkan 1/2 bagian dari harta waris.
     
    1. Bagian harta waris bagi beberapa saudara kandung
     
    Kembali kepada pendapat Neng Djubaedah (hal. 99), kalalah menurut KHI adalah seorang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun perempuan beserta keturunannya, dan ayah pewaris telah meninggal terlebih dahulu dari pewaris.
     
    Dalam kasus ini, terdapat seorang anak perempuan sehingga tidak terjadi kalalah. Dengan demikian, saudara kandung ini tidak dapat tampil sebagai ahli waris.
     
    Dapat diketahui pula bahwa penyelesaian kasus ini sama dengan menggunakan ajaran bilateral Hazairin harta yang ditinggalkan pewaris tidak terbagi habis. Karena harta yang ditinggalkan tidak habis, maka terjadilah rad.
     
    Menurut Pasal 193 KHI:
     
    Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris sedang sisanya dibagi berimbang di antara mereka.
     
    Dalam kasus ini, ahli waris yang tampil adalah seorang anak perempuan. Dengan demikian, kelebihan harta ini dibagikan kepada anak perempuan ini seorang, sehingga ia mendapatkan seluruh harta waris.
     
    Hal ini selaras pula dengan ketentuan Pasal 174 KHI, di mana apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak, ayah, ibu, janda, atau duda.
     
    Baca juga: Ketentuan Pembagian Waris Islam dalam Keadaan Kalalah
     
    Demikian jawaban kami, semoga bemanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
     
    Referensi:
    1. Amir Syarifuddin. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Prenada Media. 2004;
    2. Neng Djubaedah. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2008;
    3. Q.S An-Nisa ayat 176, diakses pada Kamis, 4 Juni 2020, pukul 13.48 WIB.

    Tags

    perempuan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!