Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Upah Karyawan yang Dirumahkan karena Wabah Corona

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Upah Karyawan yang Dirumahkan karena Wabah Corona

Upah Karyawan yang Dirumahkan karena Wabah Corona
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Upah Karyawan yang Dirumahkan karena Wabah Corona

PERTANYAAN

Dikarenakan wabah COVID-19 tengah melanda Indonesia, manajemen hotel tempat saya bekerja saat ini mengambil keputusan menutup sementara operasional hotel sampai dengan tanggal 15 April 2020. Pertanyaan saya, apakah upah pekerja tetap akan dibayarkan dengan kondisi saya dirumahkan sementara seperti ini? Apakah hal ini bisa diakomodasi dengan mengacu pada SE Menaker 5/1998?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Dalam surat edaran tersebut, disebutkan bahwa perubahan besaran maupun cara pembayaran upah dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Karyawan yang Dirumahkan
    Sebelumnya, kami akan menjelaskan isi Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan ke Arah Pemutusan Hubungan Kerja (“SE Menaker 5/1998”) yang diterbitkan tanggal 30 Juni 1998.
     
    Dalam SE Menaker 5/1998 tersebut dijelaskan bahwa banyak perusahaan mengalami kesulitan. Sebagai upaya penyelamatan perusahaan, maka ditempuh tindakan merumahkan pekerja untuk sementara waktu, dengan ketentuan upah sebagai berikut:
    1. Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau kesepakatan kerja bersama.
    2. Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh agar dirundingkan dengan pihak serikat pekerja dan/atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.
    3. Apabila perundingan melalui jasa pegawai perantara ternyata tidak tercapai kesepakatan agar segera dikeluarkan surat anjuran. Apabila anjuran tersebut ditolak oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berselisih, maka masalahnya agar segera dilimpahkan ke P4 Daerah, atau ke P4 Pusat untuk PHK Massal.
     
    Karyawan yang Dirumahkan karena COVID-19
    Namun perlu Anda ketahui, pada tanggal 17 Maret 2020 telah ditetapkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 (“SE Menaker 3/2020”).
     
    Menurut hemat kami, SE Menaker 3/2020 inilah yang menjadi acuan pengusaha dalam memberikan upah terhadap karyawan yang dirumahkan dalam rangka pencegahan penularan COVID-19.
     
    SE Menaker 3/2020 dikeluarkan sehubungan dengan meningkatnya penyebaran COVID-19 di beberapa wilayah Indonesia dan memperhatikan pernyataan resmi World Health Organization (WHO) yang menyatakan COVID-19 sebagai pandemi global.[1]
     
    Para Gubernur diminta untuk mengupayakan pencegahan penyebaran dan penanganan kasus terkait COVID-19 di lingkungan kerja, dengan:[2]
    1. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan perundangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (“K3”).
    2. menyebarkan informasi kepada semua jajaran organisasi dan pihak terkait yang berada dalam wilayah pembinaan dan pengawasan Gubernur.
    3. mendata dan melaporkan kepada instansi terkait setiap kasus atau yang patut diduga kasus COVID-19 di tempat kerja;
    4. memerintahkan setiap pimpinan perusahaan untuk melakukan antisipasi penyebaran COVID-19 pada pekerja/buruh dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan seperti perilaku hidup bersih dan sehat dengan mengintegrasikan dalam program K3, pemberdayaan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan optimalisasi fungsi pelayanan kesehatan kerja.
    5. mendorong setiap pimpinan perusahaan untuk segera membuat rencana kesiapsiagaan dalam menghadapi pandemi COVID-19, dengan tujuan memperkecil resiko penularan di tempat kerja dan menjaga kelangsungan usaha.
    6. dalam hal terdapat pekerja/buruh atau pengusaha yang berisiko, diduga, atau mengalami sakit akibat COVID-19, maka dilakukan langkah-langkah penanganan sesuai standar kesehatan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
     
    Skema Perlindungan Upah
    Selain itu, para Gubernur juga diminta untuk melaksanakan perlindungan pengupahan bagi pekerja/buruh terkait pandemi COVID-19.[3]
    1. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) COVID-19 berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak dapat masuk kerja paling lama 14 hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan, maka upahnya dibayarkan secara penuh.
    2. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan kasus suspek COVID-19 dan dikarantina/diisolasi menurut keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa karantina/isolasi.
    3. Bagi pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena sakit COVID-19 dan dibuktikan dengan keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan.
    4. Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
     
    Jadi dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha, perubahan besaran dan cara pembayaran upah pekerja dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja.
     
    Hal tersebut sesuai dengan pengertian upah dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang berbunyi:
     
    Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
     
    Jika ketentuan-ketentuan ini diabaikan, Anda dapat menempuh penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sesuai prosedur yang pernah kami uraikan dalam artikel Langkah Hukum Jika Pengusaha Tidak Bayar Upah.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan;
     

    [1] Bagian Pembukaan SE Menaker 3/2020
    [2] Poin I SE Menaker 3/2020
    [3] Poin II SE Menaker 3/2020

    Tags

    krisis ekonomi
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!