Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Umrah Ditunda Akibat COVID-19, Bagaimana Nasib Uang Jemaah?

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Umrah Ditunda Akibat COVID-19, Bagaimana Nasib Uang Jemaah?

Umrah Ditunda Akibat COVID-19, Bagaimana Nasib Uang Jemaah?
Satria Adhitama Sukma, S. H.Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI)
Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI)
Bacaan 10 Menit
Umrah Ditunda Akibat COVID-19, Bagaimana Nasib Uang Jemaah?

PERTANYAAN

Akibat wabah corona, banyak perjalanan umrah yang ditunda bahkan dibatalkan. Bagaimana status hukumnya? Apakah penyelenggara umrah wajib mengembalikan uang jemaah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Wabah COVID-19 bisa menjadi pintu masuk negosiasi ulang perjanjian terkait perjalanan umrah. Setelah wabah berakhir dan pemerintah menyesuaikan kebijakannya, jemaah dapat menuntut Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (“PPIU”) untuk melaksanakan kewajibannya.
     
    Kewajiban PPIU untuk mengembalikan uang jemaah sendiri hanya benar-benar terjadi jika jemaah sendiri yang melakukan pembatalan keberangkatan. Selama penundaan umrah terjadi akibat kebijakan pemerintah Arab Saudi, dan pemerintah Indonesia mendorong penjadwalan ulang, maka uang jemaah tidak wajib dikembalikan.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Wabah COVID-19 sebagai Force Majeure
    Pertama-tama, ada perlunya kami menguraikan mengenai dapat tidaknya wabah COVID-19 dianggap sebagai keadaan kahar atau force majeure, yang menyebabkan penundaan perjalanan umrah.
     
    Dalam artikel Penjelasan Prof Mahfud Soal Force Majeure Akibat Pandemi Corona, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mahfud MD, mengatakan bahwa anggapan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional sebagai dasar untuk membatalkan kontrak-kontrak keperdataan, terutama kontrak-kontrak bisnis, merupakan kekeliruan.
     
    Di dalam hukum perjanjian memang ada ketentuan bahwa force majeure bisa dijadikan alasan untuk membatalkan kontrak. Namun, menurut Mahfud, spekulasi tersebut keliru dan meresahkan, bukan hanya dalam dunia usaha tetapi juga bagi pemerintah.
     
    Status COVID-19 sebagai bencana non-alam tidak bisa langsung dijadikan alasan pembatalan kontrak dengan alasan force majeure.
     
    Hal senada diuraikan Tri Harnowo dalam artikel Wabah Corona sebagai Alasan Force Majeur dalam Perjanjian. Jika dalam perjanjian tegas dinyatakan keadaan outbreak atau lockdown sebagai peristiwa force majeure, maka dapat dijadikan alasan force majeure. Jika tidak dinyatakan tegas dalam perjanjian, maka yang harus diperhatikan adalah prestasinya, bukan semata peristiwanya.
     
    Jika keadaan force majeure sifatnya sementara, maka hal ini hanya menunda kewajiban debitur dan tidak dapat untuk mengakhiri perjanjian, kecuali disepakati lain oleh para pihak.
     
    Selain itu, sepanjang penelusuran kami, penundaan umrah ini juga terkait dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi yang memang menghentikan sementara kedatangan jemaah umrah dari luar negeri.
     
    Masih menurut Tri Harnowo, apabila wabah virus corona berakhir atau pemerintah mencabut lockdown, pihak kreditur dapat menuntut kembali pemenuhan prestasi debitur atau dapat juga memilih mengakhiri perjanjian dengan ganti rugi.
     
    Dengan demikian, menurut hemat kami, wabah COVID-19 bisa menjadi pintu masuk untuk negosiasi ulang perjanjian terkait perjalanan umrah. Perjanjian akan diubah sesuai kesepakatan para pihak.
     
    Implikasi Wabah COVID-19 terhadap Perjalanan Umrah
    Hubungan hukum antara jemaah umrah dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (“PPIU”) sendiri memang didasarkan pada perjanjian. Hal ini di antaranya tersurat dalam ketentuan Pasal 88 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (“UU 8/2019”).
     
    Jemaah Umrah berhak memperoleh pelayanan dari PPIU, meliputi:
    1. layanan lainnya sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara PPIU dan Jemaah Umrah; dan
     
    Maka perjanjian perlu disesuaikan terkait dengan keadaan-keadaan akibat wabah COVID-19. Dengan adanya perjanjian baru antara jemaah dengan PPIU, maka hak jemaah tetap dapat terpenuhi.
     
    Perjanjian baru ini akan memberikan layanan lainnya di luar layanan yang memang sudah menjadi kewajiban dari PPIU. Contohnya, layanan penjadwalan ulang perjalanan umrah dan segala fasilitasnya, yang dapat mencakup visa, tranportasi, dan akomodasi.
     
    Dengan adanya kesepakatan ulang atas perjalanan umrah ini, maka jemaah akan mendapatkan kepastian pemberangkatan dan pemulangan sesuai dengan masa berlaku visa umrah di Arab Saudi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang menjadi haknya.[1] Dilansir dari berbagai sumber, Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan bahwa Arab Saudi telah menjamin bahwa perpanjangan visa umrah tidah dipungut biaya.
     
    Dengan dijadikannya berbagai implikasi wabah COVID-19 sebagai pintu masuk untuk negosiasi ulang perjanjian ibadah umrah, menurut hemat kami, PPIU dan jemaah juga perlu untuk terus didampingi oleh pemerintah.
     
    Sehingga setiap pihak terdampak dapat bersama-sama tetap melaksanakan pemberangkatan umrah pada waktu yang telah disesuaikan.
     
    Jika Jemaah Memilih Membatalkan Perjalanan
    Di sisi lain, apabila jemaah memilih opsi membatalkan perjalanan umrahnya, berlaku ketentuan Pasal 11 ayat (10) Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, yang berbunyi:
     
    Dalam hal Jemaah yang telah terdaftar membatalkan keberangkatan, PPIU wajib mengembalikan BPIU setelah dikurangi biaya yang telah dikeluarkan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
     
    Oleh karenanya, menurut hemat kami, kewajiban PPIU untuk mengembalikan uang jemaah hanya benar-benar terjadi jika jemaah sendiri yang melakukan pembatalan keberangkatan.
     
    Selama penundaan umrah terjadi akibat kebijakan pemerintah Arab Saudi, dan pemerintah Indonesia mendorong penjadwalan ulang, maka uang jemaah tidak wajib dikembalikan.
     
    Kami telah mengompilasi berbagai topik hukum yang sering ditanyakan mengenai dampak wabah COVID-19 terhadap kehidupan sehari-hari, mulai dari kesehatan, bisnis, ketenagakerjaan, profesi, pelayanan publik, dan lain-lain. Informasi ini dapat Anda dapatkan di tautan berikut covid19.hukumonline.com.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah;
     

    [1] Pasal 88 huruf c UU 8/2019

    Tags

    covid-19
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!