Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perkawinan saat Wabah COVID-19 Tak Perlu Disertai Resepsi

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Perkawinan saat Wabah COVID-19 Tak Perlu Disertai Resepsi

Perkawinan saat Wabah COVID-19 Tak Perlu Disertai Resepsi
Satria Adhitama Sukma, S. H.Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI)
Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI)
Bacaan 10 Menit
Perkawinan saat Wabah COVID-19 Tak Perlu Disertai Resepsi

PERTANYAAN

Bagaimana hukumnya orang yang memaksakan menggelar pesta perkawinan di tengah pandemi ini? Memangnya tanpa resepsi, perkawinan menjadi tidak sah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya tidak ada larangan formal untuk melakukan resepsi perkawinan. Saat ini, pemerintah cenderung hanya mengimbau agar masyarakat membatasi kegiatan tersebut, atau melaksanakannya dengan protokol kesehatan ketat.
     
    Namun demikian, sejatinya resepsi perkawinan tidak menentukan keabsahan perkawinan. Oleh karena itu, sifatnya tidak wajib untuk dilakukan.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Resepsi di Tengah Wabah COVID-19
    Sebelum menjelaskan jawaban atas pertanyaan Anda, izinkan kami menjelaskan terlebih dahulu perkembangan ketentuan hukum atas penyeleggaraan resepsi (walimatul ursy) di tengah pandemi ini.
     
    Kami asumsikan, daerah Anda tidak berstatus melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (“PSBB”) atau telah melonggarkan PSBB.
     
    Pemerintah melalui Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE. 15 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman COVID di Masa Pandemi (“SE Menag 15/2020”).
     
    Untuk melaksanakan ibadah di rumah ibadah, masyarakat perlu memahami kewajiban berikut:[1]
    1. Jemaah dalam kondisi sehat;
    2. Meyakini bahwa rumah ibadah yang digunakan telah memiliki surat keterangan aman COVID-19 dari pihak yang berwenang;
    3. Menggunakan masker/masker wajah sejak keluar rumah dan selama berada di area rumah ibadah;
    4. Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer;
    5. Menghindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan;
    6. Menjaga jarak antar jemaah minimal satu meter;
    7. Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di area rumah ibadah, selain untuk kepentingan ibadah yang wajib;
    8. Melarang beribadah di rumah ibadah bagi anak-anak dan warga lanjut usia yang rentan tertular penyakit, serta orang dengan sakit bawaan yang berisiko tinggi terhadap COVID-19;
    9. Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di rumah ibadah sesuai dengan ketentuan.
     
    Lebih lanjut, pertemuan masyarakat di rumah ibadah (misalnya: akad pernikahan/perkawinan), tetap mengacu pada ketentuan di atas dengan tambahan ketentuan sebagai berikut:[2]
    1. Memastikan semua peserta yang hadir dalam kondisi sehat dan negatif COVID-19:
    2. Membatasi jumlah peserta yang hadir maksimal 20 persen dari kapasitas ruang dan tidak boleh lebih dari 30 orang; dan
    3. Pertemuan dilaksanakan dengan waktu seefisien mungkin.
     
    Dalam surat edaran ini memang tidak disebutkan perihal resepsi secara langsung.
     
    Yang disebutkan hanyalah akad sebagai contoh dari kegiatan pertemuan masyarakat di rumah ibadah, sesuai fungsi sosialnya.
     
    Terlebih lagi yang disebutkan dalam surat edaran tersebut adalah pertemuan masyarakat di rumah ibadah, bukan di gedung pertemuan.
     
    Sedangkan resepsi biasanya juga dilaksanakan di gedung pertemuan.
     
    Maklumat Kapolri
    Namun demikian, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (“Kapolri”) telah mengeluarkan Maklumat Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor MAK/2/III/2020 Tahun 2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (COVID-19) (“Maklumat Kapolri 2/2020”).
     
    Kapolri menyatakan agar masyarakat tidak mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun di lingkupan sendiri. Salah satunya adalah kegiatan resepsi keluarga.[3]
     
    Dengan demikian, pada dasarnya tidak ada larangan formal untuk melakukan resepsi perkawinan.
     
    Saat ini, pemerintah cenderung hanya mengimbau agar masyarakat membatasi kegiatan tersebut, atau melaksanakannya dengan protokol kesehatan ketat.
     
    Posisi Resepsi dari Sisi Agama
    Terkait pertanyaan kedua Anda, telah ditentukan bahwa perkawinan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.[4]
     
    Dalam Islam sendiri, perkawinan diartikan sama dengan pernikahan.
     
    Mengingat, Pasal 2 Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Komplikasi Hukum Islam (“KHI”) menyebutkan bahwa:
     
    Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
     
    Sehingga hal yang penting dan harus dalam perkawinan sesuai ajaran Islam adalah akadnya. Akad yang menjadikan perkawinan tersebut terjadi dan dianggap sah menurut agama Islam dan ketentuan negara.
     
    Akad nikah sendiri tidak disebut secara langsung untuk menjadi keharusan dalam perkawinan. Rukun nikah hanya terdiri atas:[5]
    1. calon suami;
    2. calon istri;
    3. wali nikah;
    4. dua orang saksi ;dan
    5. ijab dan kabul.
     
    Namun perlu diingat, ijab dan kabul sendiri merupakan bagian dari pengertian akad nikah.
     
    Akad nikah adalah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi.[6]
     
    Ketentuan ini menunjukkan bahwa yang harus ada dalam perkawinan adalah akad nikah, yang didalamnya ada ijab dan kabul.
     
    Sedangkan resepsi tidaklah harus ada dalam perkawinan. Kegiatan ini tidak menentukan keabsahan perkawinan.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
     

    [1] Bagian E angka 5 SE Menag 15/2020
    [2] Bagian E angka 6 SE Menag 15/2020
    [3] Poin Kedua huruf a angka 2 Maklumat Kapolri 2/2020
    [4] Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)
    [5] Pasal 14 KHI
    [6] Pasal 1 huruf c KHI

    Tags

    covid-19
    psbb

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!