KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Hukum Menjaminkan Tanah Orang Lain Tanpa Izin

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Hukum Menjaminkan Tanah Orang Lain Tanpa Izin

Jerat Hukum Menjaminkan Tanah Orang Lain Tanpa Izin
Saufa Ata Taqiyya, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Hukum Menjaminkan Tanah Orang Lain Tanpa Izin

PERTANYAAN

Sertifikat saya dipinjam orang lain dengan dalih ditawarkan untuk dijual. Tetapi pada nyatanya, sertifikat saya malah dijaminkan ke sebuah koperasi tanpa sepengetahuan saya. Pihak koperasi malah menagih utang tersebut ke saya, padahal saya tidak mengetahui kalau sertifikat itu dijaminkan ke koperasi. Apa hukumnya bagi koperasi tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kami asumsikan sertifikat yang Anda maksud adalah sertifikat hak atas tanah.
     
    Perbuatan orang lain yang dengan dalih membantu untuk menjual tanah, namun ternyata mengambil sertifikat hak atas tanah milik Anda, lalu menjaminkannya tanpa sepengetahuan Anda dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan, penggelapan, dan/atau pemalsuan dan/atau pemakaian surat palsu.
     
    Selain itu, Akta Pemberian Hak Tanggungan, jika ada, maka dapat Anda mintakan pembatalannya kepada hakim. Jika akta tersebut tidak ada, maka koperasi tidak berwenang untuk mengeksekusi tanah tersebut untuk pelunasan utang.
     
    Apakah atas peristiwa ini, pihak koperasi dapat diancam sanksi pidana? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Anda tidak menjelaskan sertifikat apa yang dimaksud, maka dalam menjawab pertanyaan ini, kami akan mengasumsikan bahwa sertifikat yang dimaksud adalah sertifikat hak atas tanah.
     
    Selanjutnya, untuk mempermudah pembahasan, kami akan membagi jawaban atas pertanyaan Anda berdasarkan dua aspek hukum, yaitu aspek hukum jaminan dan pidana.
     
    Aspek Hukum Jaminan
    Sebagaimana yang telah diulas dalam artikel Hak Tanggungan sebagai Satu-Satunya Hak Jaminan atas Tanah, satu-satunya bentuk jaminan untuk menjaminkan hak atas tanah adalah dengan hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UUHT”).
     
    Perjanjian jaminan, seperti hak tanggungan, merupakan perjanjian accessoir dari perjanjian utang piutang.
     
    Dalam artikel yang sama, Menurut Frieda Husni Hasbullah dalam bukunya Hukum Kebendaan Perdata Jilid II: Hak-Hak yang Memberi Jaminan (hal. 6), sifat accessoir berarti perjanjian jaminan merupakan perjanjian tambahan yang tergantung pada perjanjian pokoknya.
     
    Hal ini tergambar dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT:
     
    Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
     
    Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[1]
     
    APHT akan dikirimkan ke Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah penandatanganannya untuk didaftarkan. Hak tanggungan lahir pada hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya.[2]
     
    Pemberi hak tanggungan haruslah merupakan orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan.[3]
     
    Dalam APHT juga wajib dicantumkan, salah satunya, nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan.[4]
     
    Berdasarkan uraian di atas, oleh karena hak tanggungan diberikan melalui perjanjian berupa APHT, maka, jika ada APHT dalam penjaminan sertifikat yang Anda tanyakan, maka APHT telah ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang.
     
    Dalam artikel Keabsahan Perjanjian yang Dibuat oleh Eks Pengurus CV, akibat hukum ketidakwenangan membuat perjanjian adalah perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim (voidable).
     
    Menurut Rusti Margareth Sibuea, Kepala Divisi Non Litigasi Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, APHT juga dapat dibatalkan, jika ada penipuan dalam pembuatan APHT yang membuat pihak lain menyatakan sepakat terhadap APHT tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).
     
    Maka, APHT dalam kasus Anda, jika ada, dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim.
     
    Jika APHT tidak pernah ada, berarti tidak pernah ada pemberian hak tanggungan, sehingga koperasi pun tidak berwenang untuk mengeksekusi tanah Anda untuk pelunasan utang tersebut.
     
    Dugaan Penipuan
    Peminjaman sertifikat hak atas tanah dengan dalih untuk membantu menjual tanah, namun ternyata malah menjaminkannya, dapat diduga merupakan tindak pidana penipuan yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
     
    Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
     
    Penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP, silakan simak artikel Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan SMS Berhadiah.
     
    Dugaan Penggelapan
    Selain penipuan, perbuatan tersebut juga patut diduga sebagai tindak pidana penggelapan sesuai Pasal 372 KUHP:
     
    Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
     
    Dalam Putusan Pengadilan Negeri Sumedang No. 130/Pid.B/2013/PN.Smd., istilah “memiliki” menurut arrest Hoge Raad 16 Oktober 1905 dan 26 Maret 1906 adalah pemegang barang yang menguasai atau bertindak sebagai pemilik barang tersebut, dalam hal ini berlawanan dengan hukum yang mengikat padanya sebagai pemegang barang itu (hal. 23).
     
    Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, makna “memiliki” mencakup juga menggadaikan (hal. 258).
     
    Dalam kasus yang Anda tanyakan, orang tersebut dapat dijerat dengan Pasal 372 KUHP, jika ia terbukti sengaja menguasai dan bertindak seolah-olah sebagai pemilik sertifikat hak atas tanah Anda untuk menjaminkannya.
     
    Dugaan Pemalsuan Surat
    Perbuatan tersebut juga dapat diduga merupakan tindak pidana pemalsuan dan/atau pemakaian surat kuasa palsu yang dilakukan oleh peminjam tersebut agar seolah-olah mendapat kuasa dari Anda untuk menjaminkan sertifikat tersebut.
     
    Pemalsuan surat diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP:
     
    Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
     
    R. Soesilo dalam buku yang sama berpendapat bahwa surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang, salah satunya, dapat menerbitkan hak (hal. 195).
     
    Barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian, maka ia diancam dengan pidana yang sama dengan ancaman pidana di atas.[5]
     
    Selain itu, dapat diduga pula adanya pemalsuan dan/atau pemakaian APHT palsu sebagai akta autentik yang diatur dalam Pasal 264 ayat (1) angka 1 dan ayat (2) KUHP:
     
    Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP
    Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
    1. akta-akta otentik;
     
    Pasal 264 ayat (2) KUHP
    Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
     
    Menurut R. Soesilo dalam buku yang sama, akta autentik yang dimaksud adalah akta yang dibuat di hadapan seorang pegawai negeri umum yang berhak untuk itu, seperti notaris, pegawai pencatat jiwa, dan sebagainya (hal. 197).
     
    Dampak Hukum bagi Koperasi
    Menurut Rusti Margareth Sibuea, sepanjang koperasi sebagai penerima hak tanggungan beriktikad baik dan tidak mengetahui atau tidak menduga adanya perbuatan melanggar hukum dalam penjaminan sertifikat tersebut, maka koperasi tidak dapat dijerat sanksi pidana.
     
    Menurutnya, pemilik sertifikat hak atas tanah dapat menjadikan pihak koperasi sebagai turut tergugat dalam pengajuan pembatalan APHT yang kami terangkan di atas maupun dalam gugatan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata atas penjaminan sertifikat hak atas tanah tanpa izin Anda pada koperasi.
     
    Hal ini dikarenakan pihak koperasi adalah pihak yang juga berkepentingan dalam penjaminan tersebut, sehingga harus dijadikan turut tergugat agar gugatan tidak kurang pihak.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Putusan:
    Putusan Pengadilan Negeri Sumedang No. 130/Pid.B/2013/PN.Smd.
     
    Referensi:
    R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.
     
    Catatan:
    Kami telah melakukan wawancara dengan Rusti Margareth Sibuea via WhatsApp pada 28 Agustus 2020, pukul 17.25 WIB.
     

    [1] Pasal 10 ayat (2) UUHT
    [2] Pasal 13 ayat (2), (4), dan (5) UUHT
    [3] Pasal 8 ayat (1) UUHT
    [4] Pasal 11 ayat (1) huruf a UUHT
    [5] Pasal 263 ayat (2) KUHP

    Tags

    pertanahan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!