KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Pakai NIK Orang Lain untuk Nikah Beda Agama

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Hukumnya Pakai NIK Orang Lain untuk Nikah Beda Agama

Hukumnya Pakai NIK Orang Lain untuk Nikah Beda Agama
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Pakai NIK Orang Lain untuk Nikah Beda Agama

PERTANYAAN

Saya dan pasangan berbeda agama menikah di KUA dan dapat buku nikah. Namun NIK yang tertera di buku nikah bukanlah NIK saya. Apakah pernikahannya tidak sah? Keluarga pasangan saya membuatkan KTP dengan NIK orang lain dan saya baru mengetahuinya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perkawinan sah apabila dilaksanakan sesuai dengan hukum agama atau kepercayaan yang dianut. Perkawinan beda agama pada praktiknya dapat dilangsungkan dengan cara salah satunya melakukan penundukan sementara pada salah satu hukum agama. Namun, ini dipandang sebagai penyelundupan hukum.

    Di sisi lain, menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) orang lain pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) Anda dapat dijerat tindak pidana administrasi kependudukan dan pemalsuan surat.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Anda juga bisa konsultasikan langsung masalah ini secara lebih spesifik dan personal dengan konsultan hukum berpengalaman di sini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Rukun dan Syarat Perkawinan menurut Hukum Islam

    KLINIK TERKAIT

    Nikah Beda Agama, Dapatkah Camer Minta Mahar Fantastis?

    Nikah Beda Agama, Dapatkah Camer Minta Mahar Fantastis?

    Perkawinan sah apabila dilaksanakan sesuai dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Demikian yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU 1/1974”).

    Sehingga untuk menilai sah atau tidaknya suatu perkawinan, harus merujuk pada hukum masing-masing agama dan kepercayaan.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pasal 14 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) berbunyi:

    Untuk melaksanakan perkawinan harus ada:

    a. Calon Suami;

    b. Calon Isteri;

    c. Wali nikah;

    d. Dua orang saksi dan;

    e. Ijab dan Kabul.

    Selain itu, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

    1. Kedua calon mempelai telah cukup umur untuk melangsungkan perkawinan yakni keduanya sudah berumur 19 tahun;[1]
    2. Kedua calon mempelai sepakat melangsungkan perkawinan;[2]
    3. Tidak terdapat halangan/larangan perkawinan.[3]

    Kemudian baik perempuan atau laki-laki muslim dilarang melangsungkan perkawinan dengan orang yang beragama selain Islam.[4]

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014 juga menegaskan, perkawinan tidak boleh hanya dilihat dari aspek formal semata, tetapi juga aspek spiritual dan sosial. Agama menetapkan keabsahan perkawinan, sedangkan Undang-Undang menetapkan keabsahan administratif oleh negara (hal. 153).

     

    Perkawinan Beda Agama
    Meskipun demikian, bukan berarti perkawinan beda agama tidak dapat dilaksanakan di Indonesia.

    Merujuk pada artikel Empat Cara Penyelundupan Hukum Pasangan Beda Agama, Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata, menjabarkan 4 cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan, yaitu: meminta penetapan pengadilan, perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama, penundukan sementara pada salah satu hukum agama dan menikah di luar negeri (hal. 1).

    Dalam praktik, perkawinan beda agama banyak dilakukan dengan penundukan diri terhadap salah satu agama (hal. 2). Kami asumsikan Anda dan pasangan melakukan cara ini untuk menikah beda agama, mengingat hanya perkawinan yang dilangsungkan menurut agama Islam yang dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).[5] Dengan begitu, pada dasarnya perkawinan Anda sah karena saat dilangsungkannya perkawinan, kedua mempelai berstatus agama Islam dan perkawinan telah dicatatkan. Meskipun, dalam praktik ini dianggap sebagai penyelundupan hukum.

    Merujuk Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400K/Pdt/1986, Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa pernikahan beda agama yang dalam kasus ini pasangan beragama Islam dan Kristen Protestan dapat melangsungkan perkawinan di Kantor Catatan Sipil sebagai satu-satunya instansi yang berwenang (hal. 36-37).

    Majelis hakim menambahkan, permohonan untuk melangsungkan perkawinan di Kantor Catatan Sipil harus ditafsirkan pemohon hendak melangsungkan perkawinan tidak secara Islam sehingga sudah tidak menghiraukan lagi status agamanya, maka tidak berlaku lagi halangan perkawinan (hal. 37).

    Sejalan juga dengan yang dijelaskan dalam artikel Masalah Pencatatan Perkawinan Beda Agama, hanya perkawinan yang dilangsungkan menurut agama Islam yang dicatatkan di KUA, sedangkan perkawinan beda agama dicatatkan di Kantor Catatan Sipil.[6]

    Pemalsuan Data Kependudukan

    Nomor Induk Kependudukan (“NIK”) adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.[7]

    Menyambung pertanyaan Anda, keluarga pasangan Anda yang menggunakan NIK orang lain pada KTP Anda dapat dijerat tindak pidana administrasi kependudukan, antara lain:

    Pasal 93 UU Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”):

    Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp50 juta.

    Pasal 94 UU 24/2013:

    Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp75 juta.

    Pasal 95 UU Adminduk:

    Setiap orang yang tanpa hak mengakses database kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) dan/atau Pasal 86 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp25 juta.

    Selain itu, pemalsuan tersebut untuk dapat melangsungkan perkawinan di KUA juga berpotensi dijerat tindak pidana pemalsuan surat dalam Pasal 263 jo. 264 dan Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

     

    Baca juga: Unsur Pidana dan Bentuk Pemalsuan Dokumen

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman di sini.

     

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan;
    3. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam;
    4. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
    5. Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan.

     

    Putusan:

    1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400K/Pdt/1986;
    2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014.

     


    [1] Pasal 15 ayat (1) KHI jo. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

    [2] Pasal 16 -17 KHI

    [3] Pasal 18 KHI

    [4] Pasal 40 huruf c dan Pasal 44 KHI

    [5] Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”)

    [6] Pasal 35 UU Adminduk

    [7] Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU 24/2013”)

    Tags

    nikah beda agama
    keluarga dan perkawinan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!