KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Status Hubungan Kerja Porter di Stasiun

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Status Hubungan Kerja Porter di Stasiun

Status Hubungan Kerja Porter di Stasiun
Saufa Ata Taqiyya, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Status Hubungan Kerja Porter di Stasiun

PERTANYAAN

Bagaimana pandangan hukum terhadap status hubungan kerja yang tidak ada, namun izin kerjanya ada? Seperti porter kereta api di stasiun yang tidak memiliki status hubungan kerja dengan PT KAI ataupun dengan stasiun kereta api, tapi mereka memiliki izin kerja untuk bekerja di lingkungan stasiun tersebut. Apakah mereka dikategorikan buruh harian lepas atau bagaimana? Jika termasuk buruh harian lepas, apa saja hak-hak nya yang perlu dipenuhi mengingat penghasilan porter hanyalah bersumber dari penumpang langsung dan tarifnya pun sudah dibatasi oleh PT KAI. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, status hubungan kerja didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu, perjanjian kerja waktu tidak tertentu, dan perjanjian outsourcing.

    Mengenai perjanjian kerja harian lepas diatur lebih lanjut ke dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

    Lantas bagaimana status hubungan kerja porter-porter yang ada di stasiun?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Hubungan Kerja Porter

    Sebelumnya, perlu kami jelaskan terlebih dahulu mengenai jenis-jenis perjanjian dan status hubungan kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), yaitu:

    KLINIK TERKAIT

    Upaya Hukum Jika Tak Digaji dan Diminta Mengembalikan Bonus

    Upaya Hukum Jika Tak Digaji dan Diminta Mengembalikan Bonus
    1. Perjanjian kerja waktu tertentu;[1] dan
    2. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu;[2] dan
    3. Perjanjian outsourcing.[3]

    Sedangkan perjanjian kerja harian lepas yang Anda maksud, dikenal dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans 100/2004”).

    Perjanjian kerja harian lepas berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dengan syarat pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.[4]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Dasar hubungan kerja antara pekerja harian lepas dengan pengusaha wajib dibuat dalam perjanjian kerja secara tertulis.[5]

    Menyambung pertanyaan Anda, porter yang Anda maksud dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut dengan portir yang artinya penjaga pintu (di pabrik, stasiun kereta api, dan sebagainya).

    Akan tetapi, porter yang Anda maksud sepertinya lebih kepada penyedia jasa angkut barang.

    Sehingga dari ketentuan di atas, porter di stasiun bukanlah termasuk pekerja harian lepas sebab tidak ada perjanjian kerja secara tertulis antara pihak stasiun dan para porter.

    Dengan demikian, untuk menentukan status hubungan kerja porter, yang bersangkutan harus menilik kembali dasar hubungan kerja yang dibuat.

     

    Contoh Kasus

    Sejauh penelusuran kami, porter memang tidak menjalin hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja dengan pihak stasiun. Namun, pihak stasiun mewajibkan porter untuk mendaftarkan diri apabila ingin menawarkan jasanya di lingkungan stasiun.

    Namun kami menemukan gambaran kasus lain terkait portir. Merujuk dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 644 K/Pdt.Sus/2011, Penggugat menyatakan dipekerjakan tanpa perjanjian kerja tertulis dengan status pekerja harian lepas (hal. 8).

    Kemudian diterangkan untuk ditempatkan sebagai penjaga pintu keluar/masuk penumpang stasiun (portir), perekrutan dilakukan dengan perjanjian kerja sama (hal. 9).

    Sementara di memori kasasi, Tergugat menyatakan tidak benar bahwa satuan tugas, portir petugas jasa pemeriksa tiket di pintu keluar masuk stasiun dan penjual tiket maupun administrasi stasiun adalah pekerjaan yang terus menerus, tetap dan berhubungan langsung (hal. 36).

    Sebab jenis pekerjaan tersebut bukanlah kegiatan yang bersifat core competence dan tidak memerlukan pengetahuan pendidikan dan keahlian khusus serta jenis pekerjaan yang sekali selesai atau dapat diselesaikan dalam satu hari pekerjaan, maka sangatlah jelas termasuk jenis pekerjaan yang di-outsourcing-kan (hal. 37).

    Para Penggugat pada awalnya adalah tenaga outsourcing dari Tergugat I yang diperoleh dari Tergugat II dan III. Namun setelah diteliti, rekruitmen tenaga outsourcing tersebut tidak memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan (hal. 49).

    Oleh karena rekrutmen tidak memenuhi peraturan perundang-undangan, maka berdasarkan efisiensi, para Penggugat oleh Tergugat I dibenarkan mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak (hal. 49).

    Sehingga kami menyarankan agar masing-masing porter untuk tetap menilik kembali dasar hukum ia dipekerjakan, apakah dengan status sebagai outsourcing atau bekerja secara mandiri.

    Selain itu, perlu Anda perhatikan, mengenai outsourcing di dalam Pasal 66 ayat (1) dan (2) Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Tahun 2020 diatur:

    1. Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis, baik    perjanjian kerja waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
    2. Pelindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
    2. Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Tahun 2020;
    3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 644 K/Pdt.Sus/2011.

     

    Referensi:

    Portir, diakses pada 27 Oktober 2020, pukul 18.47 WIB.


    [1] Pasal 56 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [2] Pasal 56 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 66 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [4] Pasal 10 ayat (1) dan (2) Kepmenakertrans 100/2004

    [5] Pasal 12 ayat (1) Kepmenakertrans 100/2004

    Tags

    pekerja
    ketenagakerjaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!