Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Kepala Daerah Merangkap Jabatan Sebagai Menteri?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Bolehkah Kepala Daerah Merangkap Jabatan Sebagai Menteri?

Bolehkah Kepala Daerah Merangkap Jabatan Sebagai Menteri?
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Kepala Daerah Merangkap Jabatan Sebagai Menteri?

PERTANYAAN

Bagaimana status seorang kepala daerah aktif yang diangkat sebagai menteri? Apakah dimungkinkan seseorang rangkap jabatan menjadi kepala daerah sekaligus menteri?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Baik kepala daerah seperti gubernur, bupati, atau walikota maupun menteri merupakan pejabat negara.
     
    Pada dasarnya, pejabat negara dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
     
    Apa sanksinya jika pejabat negara, dalam hal ini yaitu kepala daerah, melanggar ketentuan tersebut?
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Kepala daerah merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.[1] Dalam hal ini, kepala daerah diberi mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah.[2]
     
    Sedangkan menteri negara (“menteri”) adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian.[3]
     
    Baik kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan/atau walikota, maupun menteri merupakan pejabat negara sebagaimana diatur dalam Pasal 122 huruf j, l, dan m Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU 5/2014”).
     
    Larangan Rangkap Jabatan oleh Pejabat Negara
    Pada dasarnya, pejabat negara, termasuk kepala daerah dan menteri, dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.
     
    Pasal 76 ayat (1) huruf h UU 23/2014 mengatur bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Bagi kepala daerah yang diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau melanggar larangan bagi kepala daerah untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya.[4]
     
    Larangan yang sama juga berlaku untuk menteri. Pasal 23 huruf a UU 39/2008 juga melarang menteri untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
     
    Dalam hal ini, menteri diberhentikan dari jabatannya oleh presiden apabila melanggar ketentuan rangkap jabatan tersebut.[5]
     
    Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, secara hukum baik kepala daerah maupun menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya. Hal ini berarti kepala daerah dilarang merangkap jabatan sebagai menteri dalam waktu yang bersamaan. Apabila melanggar, maka baik kepala daerah maupun menteri diberhentikan dari jabatannya.
     
    Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah
    Berdasarkan pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud dengan ‘kepala daerah aktif’ yaitu kepala daerah yang masih berstatus aktif sebagai kepala daerah dan belum melepaskan jabatan kepala daerah yang dimaksud.
     
    Menjawab pertanyaan Anda, kami berpendapat bahwa kepala daerah yang Anda maksud dalam pertanyaan telah diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh presiden yang dilarang untuk dirangkap menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kepala daerah tersebut juga melanggar larangan bagi kepala daerah untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya. Yang mana, kedua hal tersebut merupakan alasan yang dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan kepala daerah yang bersangkutan sebagaimana yang kami jelaskan sebelumnya.
     
    Adapun mekanisme pemberhentian kepala daerah yang melanggar larangan rangkap jabatan adalah sebagai berikut:
    1. Pemberhentian kepala daerah diusulkan kepada presiden untuk gubernur serta kepada menteri dalam negeri untuk bupati atau wali kota berdasarkan putusan Mahkamah Agung (“MA”) atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) bahwa kepala daerah tersebut melanggar larangan rangkap jabatan.[6]
    2. Pendapat DPRD tersebut diputuskan melalui rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir.[7]
    3. Pendapat tersebut kemudian diperiksa, diadili, dan diputus oleh MA paling lambat 30 hari setelah permintaan DPRD diterima oleh MA.[8]
    4. Apabila MA memutuskan bahwa kepala daerah yang bersangkutan terbukti melanggar larangan bagi kepala daerah, maka pimpinan DPRD menyampaikan usulan kepada presiden untuk memberhentikan gubernur atau kepada menteri dalam negeri untuk pemberhentian bupati atau wali kota.[9]
    5. Presiden wajib memberhentikan gubernur,[10] dan menteri dalam negeri wajib memberhentikan bupati atau wali kota[11] paling lambat 30 hari sejak menerima usul pemberhentian dari pimpinan DPRD.
     
    Jika DPRD tidak melaksanakan mekanisme tersebut, maka pemberhentian kepala daerah dilakukan oleh pemerintah pusat.[12] Dalam hal ini, pemerintah pusat melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah untuk menemukan bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan.[13] Nantinya, hasil pemeriksaan tersebut akan disampaikan oleh pemerintah pusat kepada MA untuk mendapat keputusan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah.[14] Apabila MA memutuskan bahwa kepala daerah yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran, maka pemerintah pusat akan memberhentikannya.[15]
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara;
     

    [1] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”)
    [2] Angka 2 Penjelasan Umum UU 23/2014
    [3] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (“UU 39/2008”)
    [4] Pasal 78 ayat (2) huruf e dan g UU 23/2014
    [5] Pasal 24 ayat (2) huruf d UU 39/2008
    [6] Pasal 80 ayat (1) huruf a UU 23/2014
    [7] Pasal 80 ayat (1) huruf b UU 23/2014
    [8] Pasal 80 ayat (1) huruf c UU 23/2014
    [9] Pasal 80 ayat (1) huruf d UU 23/2014
    [10] Pasal 80 ayat (1) huruf  e UU 23/2014
    [11] Pasal 80 ayat (1) huruf  f UU 23/2014
    [12] Pasal 81 ayat (1) huruf c UU 23/2014
    [13] Pasal 81 ayat (2) UU 23/2014
    [14] Pasal 81 ayat (3) UU 23/2014
    [15] Pasal 81 ayat (4) UU 23/2014

    Tags

    tata negara
    lembaga pemerintah

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!