Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah PPAT Diwakili Stafnya Saat Penandatanganan AJB?

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Bolehkah PPAT Diwakili Stafnya Saat Penandatanganan AJB?

Bolehkah PPAT Diwakili Stafnya Saat Penandatanganan AJB?
Edward Renaldo, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Bolehkah PPAT Diwakili Stafnya Saat Penandatanganan AJB?

PERTANYAAN

Pada saat penandatanganan AJB notaris tidak hadir, akan tetapi diwakilkan oleh staf notaris. Apakah staf notaris perlu membawa surat kuasa dari notaris? Dan perlukah menunjukkan ke developer dan saksi-saksi lain?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penandatanganan akta jual beli (“AJB”) bukan dilakukan di hadapan notaris, melainkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”). Dalam proses penandatanganan AJB atau akta lain yang menjadi tugas pokok dari PPAT, wajib untuk dihadiri dan dilakukan oleh PPAT itu sendiri. Jika PPAT yang bersangkutan berhalangan karena diberhentikan sementara atau menjalani cuti, maka yang dapat menggantikannya adalah PPAT pengganti, dan bukan staf PPAT.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pembuatan Akta Jual (“AJB”) Beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”)
    Pertama-tama, perlu kami luruskan terlebih dahulu bahwa penandatanganan AJB bukan dilakukan di hadapan notaris, melainkan PPAT. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 37/1998”), tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
     
    Perbuatan hukum tertentu yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut:[1]
    1. jual beli;
    2. tukar menukar;
    3. hibah;
    4. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
    5. pembagian hak bersama;
    6. pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik;
    7. pemberian hak tanggungan;
    8. pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.
     
    Oleh karena itu, AJB adalah suatu bukti telah dilakukannya proses jual beli mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang dibuat oleh PPAT, sebagaimana yang juga pernah dijelaskan dalam artikel Siapa yang Menanggung Biaya Pembuatan AJB.
     
    Perlu diketahui bahwasannya seorang PPAT dapat merangkap jabatannya menjadi notaris di tempat kedudukan notaris, sesuai Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 24/2016”).
     
    Mekanisme Pembuatan AJB
    Selanjutnya dalam pembuatan AJB, ada beberapa syarat yang diatur dalam Pasal 101 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (“Permen ATR/BPN 3/1997”) sebagai berikut:
     
    1. Pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    2. Pembuatan akta PPAT harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen-dokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan.
    3. PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai ketentuan yang berlaku.
     
    Dalam ayat (3) di atas dengan jelas dan tegas diatur kewajiban PPAT untuk membacakan, memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta kepada para pihak.
     
    Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 22 PP 37/1998 yang berbunyi:
     
    Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT.
     
    Namun, Pasal 31 ayat (1) PP 24/2016 telah mengatur mengenai PPAT pengganti. Dalam hal PPAT diberhentikan sementara atau menjalani cuti, tugas dan kewenangan PPAT tersebut dapat dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas permohonan PPAT yang bersangkutan.
     
    Sementara Pasal 31 ayat (3) PP 24/2016 mengatur bahwa syarat menjadi PPAT pengganti terdiri atas:
     
    1. telah lulus program pendidikan kenotariatan dan telah menjadi pegawai kantor PPAT paling sedikit selama 1 (satu) tahun; atau
    2. telah lulus program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan.
     
    Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses penandatanganan AJB atau akta lain yang menjadi tugas pokok dari PPAT, wajib untuk dihadiri dan dilakukan oleh PPAT itu sendiri. Jika PPAT yang bersangkutan berhalangan karena diberhentikan sementara atau menjalani cuti, maka yang dapat menggantikannya adalah PPAT pengganti, dan bukan staf PPAT.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
     

    [1] Pasal 2 ayat (2) huruf a PP 37/1998

    Tags

    perdata
    developer

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!