Dalam Pasal 44 ayat (2) dan (4) UU Hak Cipta dijelaskan bahwa penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan dan keterbatasan dalam membaca dan/atau pengguna huruf Braille, buku audio, atau sarana lainnya diberikan fasilitasi akses terhadap suatu ciptaan. Fasilitasi akses seperti apa yang dimaksud? Bagaimana ketentuannya?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Penyandang disabilitas netra dan penyandang keterbatasan dalam membaca dan/atau menggunakan huruf Braille, buku audio, atau sarana lainnya berhak atas manfaat fasilitasi akses terhadap ciptaan dalam bentuk pemerolehan, penggunaan, pengubahan format, penggandaan format, pengumuman, pendistribusian format, dan/atau pengomunikasian terhadap suatu ciptaan secara keseluruhan atau sebagian yang substansial dalam bentuk huruf Braille, buku audio, atau sarana lainnya.
Hal tersebut bukan merupakan pelanggaran hak cipta, sepanjang sumbernya dicantumkan secara lengkap dan tidak bersifat komersial.
Bagaimana cara memperolehnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Fasilitasi akses atas suatu Ciptaan untuk penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan atau keterbatasan dalam membaca, dan/atau pengguna huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap, kecuali bersifat komersial.
Yang dimaksud ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sedangkan fasilitasi akses terhadap ciptaan (“fasilitasi akses”) adalah pemberian fasilitas untuk melakukan pemerolehan, penggunaan, pengubahan format, penggandaan format, pengumuman, pendistribusian format, dan/atau pengomunikasian terhadap suatu ciptaan secara keseluruhan atau sebagian yang substansial dalam bentuk huruf Braille, buku audio, atau sarana lainnya.[2]
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fasilitasi akses dalam bentuk huruf Braille, buku audio, atau sarana lainnya, untuk penyandang disabilitas netra bukan merupakan pelanggaran hak cipta, sepanjang sumbernya dicantumkan secara lengkap dan tidak bersifat komersial.
Penerima Fasilitasi Akses
Pada dasarnya, manfaat fasilitasi akses diperuntukkan bagi penyandang disabilitas, yang terdiri atas:[3]
Penyandang disabilitas netra, yang terdiri atas penyandang kebutaan total dan kerusakan penglihatan; dan
Penyandang keterbatasan dalam membaca dan/atau menggunakan huruf Braille, buku audio, atau sarana lainnya.
Nantinya, fasilitasi akses tersebut diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Menteri”) berdasarkan permohonan tertulis dengan tetap memperhatikan hak moral dari pencipta, dan hanya diberikan kepada:[4]
Perpustakaan yang memiliki fasilitas bagi penyandang disabilitas;
Lembaga pemerintah dan instansi daerah yang tugas dan fungsinya memfasilitasi penyandang disabilitas; dan
Organisasi kemasyarakatan dan lembaga kesejahteraan sosial yang kegiatannya memfasilitasi penyandang disabilitas.
Selain itu, orang perseorangan yang secara sukarela membantu penyandang disabilitas, dapat mengakses secara mandiri suatu ciptaan, baik keseluruhan maupun sebagian yang substansial dalam bentuk huruf Braille, buku audio, atau sarana lainnya, sepanjang tidak bersifat komersial.[5]
Pemerolehan ciptaan dan produk hak terkait dalam format salinan digital;
Penggunaan ciptaan dan produk hak terkait dalam format salinan digital;
Pengubahan format salinan digital sesuai kebutuhan penerima manfaat;
Penggandaan format salinan digital untuk memenuhi kebutuhan penerima manfaat;
Pengumuman ciptaan dan produk hak terkait dalam format salinan digital untuk kebutuhan penerima manfaat;
Pendistribusian format salinan digital kepada penerima manfaat baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri; dan
Pengomunikasian kepada publik atas ciptaan dan produk hak terkait dalam format salinan digital untuk kebutuhan penerima manfaat.
Jika fasilitasi akses dilakukan antar negara, maka diberikan pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[7]
Tata Cara Pemberian Fasilitasi Akses
Berikut ini tahapan-tahapan dalam pemberian fasilitas akses:
Pengajuan permohonan
Pemohon mengajukan permohonan pemberian fasilitasi akses secara tertulis kepada Menteri, yang minimal memuat:[8]
Identitas pemohon;
Maksud dan tujuan permohonan; dan
Pernyataan penggunaan fasilitasi akses hanya untuk kepentingan disabilitas.
Bukti legalitas pemohon yang telah dilegalisir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Surat pernyataan penggunaan fasilitasi akses hanya untuk kepentingan disabilitas di atas kertas bermeterai.
Pemeriksaan permohonan
Maksimal 7 hari sejak permohonan diterima, Menteri memeriksa permohonan pemberian fasilitasi akses.[10]
Penerbitan keputusan Menteri atau pengembalian berkas
Jika hasil pemeriksaan dinyatakan lengkap dan benar, Menteri menerbitkan Keputusan Menteri tentang pemberian fasilitasi akses maksimal 10 hari terhitung sejak permohonan diterima.[11] Namun, jika hasil pemeriksaan dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar, Menteri mengembalikan berkas permohonan tersebut kepada pemohon disertai dengan alasan.[12]
Tata Cara Pemberian Salinan Digital
Adapun langkah-langkah untuk mendapatkan salinan digital adalah sebagai berikut:
Pengajuan permohonan ke Perpusnas
Untuk memperoleh salinan digital, penerima fasilitasi akses harus mengajukan permohonan ke Perpustakaan Nasional (“Perpusnas”), yang minimal memuat:[13]
Identitas pemohon;
Maksud dan tujuan permohonan; dan
Judul karya cetak yang diminta;
Permohonan tersebut harus dilampiri bukti salinan Keputusan Menteri tentang pemberian fasilitasi akses.[14] Jika permohonan dinyatakan tidak lengkap dan tidak benar, Perpusnas mengembalikan berkas permohonan disertai alasan maksimal 7 hari sejak permohonan diterima.[15]
Pengajuan permintaan salinan digital kepada penerbit
Dalam hal permohonan dinyatakan lengkap dan benar, Perpusnas mengajukan permintaan salinan digital kepada penerbit maksimal 7 hari sejak permohonan diterima.[16]
Penyerahan salinan digital
Penerbit menyerahkan salinan digital ke Perpusnas maksimal 7 hari sejak permintaan dari Perpusnas diterima.[17] Lalu, maksimal 5 hari sejak Perpusnas menerima salinan digital tersebut, Perpusnas menyerahkan salinan tersebut kepada penerima fasilitasi akses.[18]
Demikianlah langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan fasilitasi akses dan salinan digital dari ciptaan terkait.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata–mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.