Undang-Undang No.28 Tahun 2014

Setelah penantian yang panjang, kemarin, 16 September 2014, Dewan Perwakilan Rakyat (“ DPR ”) akhirnya mensahkan RUU Hak Cipta (“ RUU Hak Cipta ”). Undang-Undang ini akan mencabut dan menggantikan undang-undang hak cipta yang berlaku saat ini, yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“ UU Hak Cipta ”).
RUU Hak Cipta memberikan sejumlah perubahan penting mengenai ketentuan hak cipta pada UU Hak Cipta, yang meliputi:
a.       Karya yang dilindungi dan yang tidak dilindungi;
b.      Hak moral dan hak ekonomi sebagai bagian dari hak cipta;
c.       Jangka waktu perlindungan hak cipta;
d.      Batas waktu pengalihan materi hak cipta;
e.      Hak terkait dari hak cipta (hak moral dan hak ekonomi dari pelaku, dan hak ekonomi dari produser rekaman suara dan lembaga penyiaran);
f.        Pengalihan hak cipta;
g.       Pelanggaran hak cipta;
h.      Manajemen kolektif; dan
i.         Penyelesaian sengketa.
RUU Hak Cipta ini penting para pemegang hak cipta dan konsultan, serta masyarakat pada umumnya.
Hak Cipta
RUU Hak Cipta membagi hak cipta ke dalam dua kategori, yaitu hak moral dan hak ekonomi. [1] Suatu “hak moral” didefinisikan sebagai hak yang diberikan dan melekat pada karya pencipta yang tidak akan habis masa berlakunya, dan memberikan hak berikut kepada pemegang: [2]
a.       Hak untuk dikaitkan atau tidak pada suatu ciptaan;
b.      Hak untuk menggunakan nama asli mereka atau alias pada suatu ciptaan;
c.       Hak untuk mengubah ciptaan mereka sesuai dengan nilai sosial dan kesusilaan;
d.      Hak untuk mengubah judul ciptaan mereka dan isinya; dan
e.      Hak untuk mempertahankan integritas ciptaan mereka dari perubahan, distorsi, modifikasi, dan tindakan lainnya yang dapat mengurangi kehormatan atau reputasi pencipta.
Di sisi lain, “hak ekonomi” adalah hak yang diberikan kepada pencipta atau pemegang hak cipta untuk memperoleh keuntungan moneter dari suatu ciptaan, dengan cara mengumumkan ciptaan, memperbanyak, menerjemahkan, mengadaptasikan ke bentuk lain, aransemen musik, mengubah, menyebarluaskan, mempertunjukkan, mengumumkan, atau menyewakannya. [3]
Pemegang hak cipta dapat mengalihkan ciptaan mereka yang dilindungi hak cipta secara sebagian atau seluruhnya ke pihak lain dengan cara: a) pewarisa; b) hibah; c) wakaf; d) wasiat; e) perjanjian; atau f) metode pengalihan lain sesuai dengan peraturan perundag-undangan yang berlaku. [4] Yang menarik terkait dengan hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud, adalah bahwa hak cipta dapat dijaminkan dan didaftarkan sebagai jaminan pada fidusia, sebagaimana diatur dalam No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. [5]
Dalam UU Hak Cipta, hak yang terkait dengan hak cipta tidak didefinisikan dengan baik dan hanya dijelaskan sebagai hak untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaan yang dilindungi. Selain itu, metode pengalihan ciptaan juga tidak didefinisikan dengan baik dan tidak memuat metode wakaf. [6]
Ciptaan yang Dilindungi dan Ciptaan yang Tidak Dilindungi
RUU Hak Cipta mengatur empat ciptaan yang dilindungi hak cipta, yang pada UU Hak Cipta terdahulu tidak dilindungi: [7]
a.       Terjemahan, adaptasi, aransemen, alih wujud, atau modifikasi karya tradisional kebudayaan;
b.      Bunga rampai atau data, termasuk yang berbentuk digital;
c.       Bunga rampai asli dari karya tradisional kebudayaan; dan
d. Video game.
Walaupun Hak Cipta mengatur cakupan yang luas mengenai ciptaan yang dilindungi dalam hak cipta, terdapat beberapa ciptaan yang bukan merupakan hak cipta yang dilindungi berdasarkan RUU Hak Cipta, yaitu: [8]
a.       Ciptaan yang tidak diwujudkan ke dalam kreasi nyata dan konkrit;
b.      Ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, penemuan atau data, walaupun ciptaan tersbut telah dinyatakan atau dijelaskan dalam suatu bentuk kreasi; dan
c.       Peralatan, perlengkapan, atau produk yang dirancang untuk hal teknis atau tujuan fungsional.
UU Hak Cipta tidak memuat ketentuan mengenai ciptaan yang tidak dilindungi ini.
Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta
RUU Hak Cipta mengubah jangka waktu perlindungan hak cipta untuk ciptaan yang belum menjadi domain publik, yang berlaku kepada hal berikut: [9]
a.    Buku, pamflet, dan bentuk lain dari tulisan;
b.   Pidato, kuliah, dan bentuk ciptaan lainnya yang serupa;
c.    Properti untuk materi pengajaran;
d.   Musik dan lagu dengan atau tanpa teks;
e.   Drama, drama musikal, tarian, koreografi, wayang, dan pantomim;
f.     Ciptaan seni dalam bentuk lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, pahatan, patungan atau kolase;
g.    Arsitektur;
h.   Peta; dan
i.      Seni batik atau motif lainnya.
Berdasarkan RUU Hak Cipta, jangka waktu perlindungan hak cipta diberikan selama pencipta hidup ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal. Namun, jika pencipta adalah badan hukum, perlindungan hak cipta adalah selama 50 tahun sejak diumumkannya ciptaan untuk pertama kali. [10]
Sebelumnya, jangka perlindungan untuk ciptaan pada huruf “a” sampai “i” hanya diatur sepanjang masa hidup pencipta ditambah 50 tahun sejak kematiannya.  Untuk badan hukum, jangka waktunya juga 50 tahun, yang dimulai sejak waktu pertama ciptaan tersebut diumumkan. [11]
Ketentuan penting lainnya terkait dengan jangka waktu perlindungan untuk hak cipta yang dialihkan dengan mekanisme jual putus [12], adalah bahwa RUU Hak Cipta mengatur tentang pengalihan kembali kepada pencipta secara otomatis atas hak cipta yang dialihkan, dalam jangka waktu 25 tahun sejak pengalihan tersebut dilaksanakan. [13]
Kewajiban Bangunan Komersial terhadap Pelanggaran
Pengelola bangunan komersial diwajibkan untuk melarang setiap kegiatan usaha yang beroperasi pada bangunannya untuk menjual atau menyalin ciptaan yang dilindungi hak ciptaan. [14] Jika tidak mematuhi ketentuan tersebut, yang dianggap sebagai tindakan pengabaian yang disengaja untuk mencegah pelanggaran atas materi hak cipta, akan menyebabkan pihak yang bersalah tersebut dapat didenda hingga sebesar IDR 100 juta. [15]
Manajemen Hak Kolektif
RUU Hak Cipta memperkenalkan konsep baru yang disebut “pengumpulan royalty one stop shop ” untuk para pemegang hak cipta. Dengan mekanisme ini, pemegang hak cipta, pencipta, dan pemegang hak terkait akan menjadi anggota dari lembaga manajemen kolektif. [16] Lembaga manajemen kolektif berwenang untuk mengumpulkan royalty dari pengguna ciptaan dan mendistribusikan dana yang terkumpul tersebut kepada pemegang hak cipta yang menjadi anggotanya. [17]
Suatu badan usaha yang bermaksud untuk membentuk lembaga manajemen koletif harus terlebih dahulu mendapatkan izin operasional dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk membentuk lembaga tersebut adalah sebagai berikut: [18]
a.       Dibentuk sebagai badan hukum Indonesia yang tidak berorientasi pada keuntungan (yayasan);
b.      Diberikan hak untuk menarik, mengumpulkan, dan membayarkan royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemegang hak terkait;
c.       Mewakili setidaknya 200 penulis lagu (untuk lembaga manajemen kolektif di industri musik), atau 50  anggota untuk jenis pemegang hak cipta selain penulis lagu atau gabungan keduanya;
d.      Memilki tujuan pendirian untuk menarik, mengumpulkan, dan menyalurkan royalty; dan
e.      Memiliki kemampuan untuk menarik, mengumpulkan, dan menyalurkan royalti.
Berdasarkan Pasal 73 Law No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU Hak Cipta mensyaratkan tanda tangan Presiden untuk menjadi sebuah undang-undang dan mendapatkan nomor. Namun, jika Presiden tidak menandatanganinya, RUU Hak Cipta akan secara otomatis berlaku dalam 30 hari sejak disahkan oleh DPR. Ketika berlaku, RUU Hak Cipta akan mencabut dan menggantikan UU Hak Cipta. RS

Undang-Undang Hak Cipta disahkan

OVERVIEW

In April this year, the International Intellectual Property Alliance (IIPA) reported that Intellectual Property Right (IPR) infringement remains rampant in Indonesia. Pirated products are easily found in notorious markets, kiosks, malls, and also small businesses offering unauthorized photocopying of published materials. [1]

Bill on Copyright: Towards Better Intellectual Property Right Protection

{"news-date":"2014-09-17 19:13:13","news-title":"Undang-Undang Hak Cipta disahkan","news-content":"Setelah penantian yang panjang, kemarin, 16 September 2014, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mensahkan RUU Hak Cipta (RUU Hak Cipta). Undang-Undang ini akan mencabut dan menggantikan undang-undang hak cipta yang berlaku saat ini, yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).
RUU Hak Cipta memberikan sejumlah perubahan penting mengenai ketentuan hak cipta pada UU Hak Cipta, yang meliputi:
a.       Karya yang dilindungi dan yang tidak dilindungi;
b.      Hak moral dan hak ekonomi sebagai bagian dari hak cipta;
c.       Jangka waktu perlindungan hak cipta;
d.      Batas waktu pengalihan materi hak cipta;
e.      Hak terkait dari hak cipta (hak moral dan hak ekonomi dari pelaku, dan hak ekonomi dari produser rekaman suara dan lembaga penyiaran);
f.        Pengalihan hak cipta;
g.       Pelanggaran hak cipta;
h.      Manajemen kolektif; dan
i.         Penyelesaian sengketa.
RUU Hak Cipta ini penting para pemegang hak cipta dan konsultan, serta masyarakat pada umumnya.
Hak Cipta
RUU Hak Cipta membagi hak cipta ke dalam dua kategori, yaitu hak moral dan hak ekonomi.[1] Suatu hak moral didefinisikan sebagai hak yang diberikan dan melekat pada karya pencipta yang tidak akan habis masa berlakunya, dan memberikan hak berikut kepada pemegang:[2]
a.       Hak untuk dikaitkan atau tidak pada suatu ciptaan;
b.      Hak untuk menggunakan nama asli mereka atau alias pada suatu ciptaan;
c.       Hak untuk mengubah ciptaan mereka sesuai dengan nilai sosial dan kesusilaan;
d.      Hak untuk mengubah judul ciptaan mereka dan isinya; dan
e.      Hak untuk mempertahankan integritas ciptaan mereka dari perubahan, distorsi, modifikasi, dan tindakan lainnya yang dapat mengurangi kehormatan atau reputasi pencipta.
Di sisi lain, hak ekonomi adalah hak yang diberikan kepada pencipta atau pemegang hak cipta untuk memperoleh keuntungan moneter dari suatu ciptaan, dengan cara mengumumkan ciptaan, memperbanyak, menerjemahkan, mengadaptasikan ke bentuk lain, aransemen musik, mengubah, menyebarluaskan, mempertunjukkan, mengumumkan, atau menyewakannya.[3]
Pemegang hak cipta dapat mengalihkan ciptaan mereka yang dilindungi hak cipta secara sebagian atau seluruhnya ke pihak lain dengan cara: a) pewarisa; b) hibah; c) wakaf; d) wasiat; e) perjanjian; atau f) metode pengalihan lain sesuai dengan peraturan perundag-undangan yang berlaku.[4] Yang menarik terkait dengan hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud, adalah bahwa hak cipta dapat dijaminkan dan didaftarkan sebagai jaminan pada fidusia, sebagaimana diatur dalam No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.[5]
Dalam UU Hak Cipta, hak yang terkait dengan hak cipta tidak didefinisikan dengan baik dan hanya dijelaskan sebagai hak untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaan yang dilindungi. Selain itu, metode pengalihan ciptaan juga tidak didefinisikan dengan baik dan tidak memuat metode wakaf.[6]
Ciptaan yang Dilindungi dan Ciptaan yang Tidak Dilindungi 
RUU Hak Cipta mengatur empat ciptaan yang dilindungi hak cipta, yang pada UU Hak Cipta terdahulu tidak dilindungi:[7]
a.       Terjemahan, adaptasi, aransemen, alih wujud, atau modifikasi karya tradisional kebudayaan;
b.      Bunga rampai atau data, termasuk yang berbentuk digital;
c.       Bunga rampai asli dari karya tradisional kebudayaan; dan
d.      Video game.
Walaupun Hak Cipta mengatur cakupan yang luas mengenai ciptaan yang dilindungi dalam hak cipta, terdapat beberapa ciptaan yang bukan merupakan hak cipta yang dilindungi berdasarkan RUU Hak Cipta, yaitu:[8]
a.       Ciptaan yang tidak diwujudkan ke dalam kreasi nyata dan konkrit;
b.      Ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, penemuan atau data, walaupun ciptaan tersbut telah dinyatakan atau dijelaskan dalam suatu bentuk kreasi; dan
c.       Peralatan, perlengkapan, atau produk yang dirancang untuk hal teknis atau tujuan fungsional.
UU Hak Cipta tidak memuat ketentuan mengenai ciptaan yang tidak dilindungi ini.
Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta
RUU Hak Cipta mengubah jangka waktu perlindungan hak cipta untuk ciptaan yang belum menjadi domain publik, yang berlaku kepada hal berikut:[9]
a.    Buku, pamflet, dan bentuk lain dari tulisan;
b.   Pidato, kuliah, dan bentuk ciptaan lainnya yang serupa;
c.    Properti untuk materi pengajaran;
d.   Musik dan lagu dengan atau tanpa teks;
e.   Drama, drama musikal, tarian, koreografi, wayang, dan pantomim;
f.     Ciptaan seni dalam bentuk lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, pahatan, patungan atau kolase;
g.    Arsitektur;
h.   Peta; dan
i.      Seni batik atau motif lainnya.
Berdasarkan RUU Hak Cipta, jangka waktu perlindungan hak cipta diberikan selama pencipta hidup ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal. Namun, jika pencipta adalah badan hukum, perlindungan hak cipta adalah selama 50 tahun sejak diumumkannya ciptaan untuk pertama kali.[10]  
Sebelumnya, jangka perlindungan untuk ciptaan pada huruf a sampai i hanya diatur sepanjang masa hidup pencipta ditambah 50 tahun sejak kematiannya.  Untuk badan hukum, jangka waktunya juga 50 tahun, yang dimulai sejak waktu pertama ciptaan tersebut diumumkan.[11]
Ketentuan penting lainnya terkait dengan jangka waktu perlindungan untuk hak cipta yang dialihkan dengan mekanisme jual putus[12], adalah bahwa RUU Hak Cipta mengatur tentang pengalihan kembali kepada pencipta secara otomatis atas hak cipta yang dialihkan, dalam jangka waktu 25 tahun sejak pengalihan tersebut dilaksanakan.[13]
Kewajiban Bangunan Komersial terhadap Pelanggaran
Pengelola bangunan komersial diwajibkan untuk melarang setiap kegiatan usaha yang beroperasi pada bangunannya untuk menjual atau menyalin ciptaan yang dilindungi hak ciptaan.[14] Jika tidak mematuhi ketentuan tersebut, yang dianggap sebagai tindakan pengabaian yang disengaja untuk mencegah pelanggaran atas materi hak cipta, akan menyebabkan pihak yang bersalah tersebut dapat didenda hingga sebesar IDR 100 juta.[15]
Manajemen Hak Kolektif
RUU Hak Cipta memperkenalkan konsep baru yang disebut pengumpulan royalty one stop shop untuk para pemegang hak cipta. Dengan mekanisme ini, pemegang hak cipta, pencipta, dan pemegang hak terkait akan menjadi anggota dari lembaga manajemen kolektif.[16] Lembaga manajemen kolektif berwenang untuk mengumpulkan royalty dari pengguna ciptaan dan mendistribusikan dana yang terkumpul tersebut kepada pemegang hak cipta yang menjadi anggotanya.[17]
Suatu badan usaha yang bermaksud untuk membentuk lembaga manajemen koletif harus terlebih dahulu mendapatkan izin operasional dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk membentuk lembaga tersebut adalah sebagai berikut:[18]
a.       Dibentuk sebagai badan hukum Indonesia yang tidak berorientasi pada keuntungan (yayasan);
b.      Diberikan hak untuk menarik, mengumpulkan, dan membayarkan royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemegang hak terkait;
c.       Mewakili setidaknya 200 penulis lagu (untuk lembaga manajemen kolektif di industri musik), atau 50  anggota untuk jenis pemegang hak cipta selain penulis lagu atau gabungan keduanya;
d.      Memilki tujuan pendirian untuk menarik, mengumpulkan, dan menyalurkan royalty; dan
e.      Memiliki kemampuan untuk menarik, mengumpulkan, dan menyalurkan royalti.
Berdasarkan Pasal 73 Law No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU Hak Cipta mensyaratkan tanda tangan Presiden untuk menjadi sebuah undang-undang dan mendapatkan nomor. Namun, jika Presiden tidak menandatanganinya, RUU Hak Cipta akan secara otomatis berlaku dalam 30 hari sejak disahkan oleh DPR. Ketika berlaku, RUU Hak Cipta akan mencabut dan menggantikan UU Hak Cipta. RS"}

<p><a href="http://en.hukumonline.com/pages/lt54197b00eab45/undang-undang-hak-cipta-disahkan">ILB: Undang-Undang Hak Cipta disahkan</a><br />
<br />
<a href="http://en.hukumonline.com/pages/lt5425e78e0bb39/bill-on-copyright--towards-better-intellectual-property-right-protection">ILD: Bill on Copyright: Towards Better Intellectual Property Right Protection</a></p>


Law No.28 of 2014

Undang-Undang

Pusat Data

Bidang Hukum

Hak Atas Kekayaan Intelektual

Hak Cipta

HAK CIPTA

COPYRIGHTS

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Law Number 28 of 2014

New Category

Legal Sector

Intellectual Property Rights

Copyright

COPYRIGHT

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

Law Number 19 of 2002

Anda tidak dapat mengakses fitur Hukumonline Pro setelah

Segera lakukan perpanjangan untuk menghindari pemutusan akses fitur Hukumonline Pro.

Nama

Untuk memperpanjang langganan Hukumonline Pro, segera isi formulir di bawah ini dan tim kami akan menghubungi Anda!

Segera perpanjang langganan Anda untuk dapat mengakses seluruh fitur dari Hukumonline Pro.

Cari peraturan, putusan, artikel, klinik, berita, dan lainnya

Perpanjangan langganan Hukumonline Pro Anda sudah kami terima. Anda akan segera dihubungi oleh Tim Hukumonline untuk mendapatkan akses tanpa batas ke berbagai layanan dan produk terbaik dari Hukumonline Pro.

Hukumonline.com