Undang-Undang No.19 Tahun 2016

Pada tanggal 27 Oktober 2016, Dewan Perwakilan Rakyat (“ DPR ”) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (“ RUU ”) tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“ Undang-Undang ITE ”). [1]

Pada pokoknya, RUU tersebut bertujuan untuk mengakomodasi perkembangan terkini mengenai informasi dan transaksi elektronik yang telah berkembang pesat sejak Undang-Undang ITE mulai berlaku secara resmi. [2] RUU ini melaksanakan hal tersebut dengan mengubah sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang ITE, khususnya yang mengatur persoalan-persoalan berikut ini:

a.
Penyelenggara sistem elektronik;

b.
Status informasi dan dokumen elektronik yang digunakan sebagai alat bukti hukum;

c.
Perlindungan dari pelanggaran privasi;

d.
Peran serta pemerintah dalam kasus-kasus pelanggaran berbasis ITE;

e.
Prosedur penyidikan; dan

f.
Tindakan yang dilarang dan sanksinya.

Penyelenggara Sistem Elektronik

RUU ini akhirnya menerangkan bahwa istilah “penyelenggara sistem elektronik” mengacu pada setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk keperluan dirinya dan/untuk keperluan pihak lain (“ Penyelenggara ”). [3]

Sebelumnya, Undang-Undang ITE hanya memuat definisi penyelenggaraan sistem elektronik (yaitu pemanfaatan sistem elektronik oleh penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat), tanpa menjabarkan lebih lanjut mengenai pihak penyelenggara dimaksud. [4]

Status Informasi dan Dokumen Elektronik yang Digunakan sebagai Alat Bukti Hukum

Sama seperti Undang-Undang ITE, RUU ini juga mengakui bahwa informasi dan/atau dokumen elektronik (berikut hasil cetaknya) dapat diakui sebagai alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. [5]

Akan tetapi, RUU ini menerangkan bahwa hasil intersepsi, penyadapan atau perekaman informasi dan dokumen elektronik seseorang (“ IDE ”) harus dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan/atau institusi lainnya yang berwenang. [6] Pembatasan demikian telah dicantumkan dalam RUU sebagai tindak lanjut atas Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016, yang mensyaratkan bahwa tindakan semacam itu hanya dapat dilakukan dalam rangka penegakan hukum. [7]

Selanjutnya, RUU ini juga menetapkan bahwa tata cara intersepsi dalam rangka penegakan hukum harus diatur dalam undang-undang alih-alih peraturan pemerintah (sebagaiman diatur sebelumnya dalam Undang-Undang ITE). [8] Ketentuan ini sejalan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 5/PUU-VIII/2010, yang mensyaratkan bahwa intersepsi atau penyadapan IDE seseorang diatur dalam undang-undang, mengingat tindakan dimaksud dianggap bersinggungan dengan persoalan hak asasi manusia, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 28J (2) Undang-Undang Dasar 1945. [9]

Pelanggaran Privasi

Dalam rangka melindungi privasi pribadi masyarakat, Undang-Undang ITE menetapkan bahwa pemanfaatan informasi pribadi melalui media elektronik harus mendapatkan persetujuan pemilik informasi yang bersangkutan. Setiap pelanggaran atas privasi demikian memberikan hak untuk mengklaim kerugian yang ditimbulkan dari pelaku pelanggaran kepada pemilik informasi. [10]

Selain hak untuk mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan oleh pelanggaran privasi, RUU ini juga menambahkan sejumlah ketentuan baru yang memungkinkan pemilik informasi untuk meminta pihak Penyelenggara agar menghapus setiap IDE yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya berdasarkan penetapan pengadilan. Dengan demikian, pihak Penyelanggara wajib menyediakan mekanisme penghapusan informasi semacam itu. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan tersebut akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah yang akan segera diterbitkan. [11]

Namun, baik Undang-Undang ITE maupun RUU tidak mengatur tentang klasifikasi IDE yang sudah tidak relevan dan macam-macam informasi pribadi yang memerlukan persetujuan pemilik informasi sebelum dapat dimanfaatkan.

Sebagai informasi tambahan, ketentuan baru ini serupa (tetapi tidak persis sama) dengan konsep “ Right to be Forgotten ” yang diatur dalam Pasal 17 European Union Regulation on General Data Protection (Peraturan Uni Eropa tentang Perlindungan Data Secara Umum) tanggal 27 April 2016.

Peran Serta Pemerintah

Untuk merespon perkembangan sektor ITE yang sangat pesat, RUU ini sekarang mewajibkan pemerintah untuk mencegah penyebaran dan pemanfaatan IDE yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. [12] Untuk menegakkan ketentuan tersebut, pemerintah diberi kewenangan untuk langsung melakukan pemutusan akses terhadap IDE yang memiliki muatan yang melanggar hukum dan/atau memerintahkan pihak Penyelenggara untuk melakukan tindakan tersebut. [13]

Sebagai informasi tambahan, kewenangan yang dijabarkan di atas telah diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 19 tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. [14]

Tata Cara Penyidikan

Terkait dengan penyidikan tindak pidana ITE, RUU ini tidak lagi mewajibkan penyidik untuk mendapatkan persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat sebelum melakukan tindakan-tindakan berikut: [15]

a.
Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana; dan

b.
Melakukan penangkapan dan/atau penahanan pelakunya.

Patut dicatat bahwa RUU sekarang mewajibkan bahwa tindakan tersebut di atas harus sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku. [16]

Selanjutnya, RUU memberikan dua kewenangan tambahan kepada penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana ITE sebagai berikut: [17]

a.
Membuat suatu data dan/atau sistem elektronik yang diduga terkait tindak pidana tidak dapat diakses; dan

b.
Meminta Penyelenggara untuk memberikan informasi terkait tindak pidana yang dihasilkan atau berasal dari suatu sistem elektronik.

Di samping itu, penyidik pegawai negeri sipil sekarang diwajibkan untuk menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui pejabat kepolisian. [18]

Tindakan yang Dilarang dan Sanksinya
RUU ini menetapkan sejumlah tindak pidana baru yang berlaku untuk tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang ITE, sebagaimana dijabarkan dalam tabel berikut:

Tindakan yang Dilarang
Sanksi [19]

Masa Pidana Maksimal
Jumlah Denda Maksimal (Rupiah)

Setiap pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya IDE yang mengandung: [20]
Muatan melanggar kesusilaan

6 tahun

1 miliar

Muatan mengandung perjudian

Penghinaan atau pencemaran nama baik [21]
4 tahun
750 juta

Pemerasan atau pengancaman
6 tahun
1 miliar

Setiap pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan: [22]
Informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik
6 tahun

1 miliar

Informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan

Setiap pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan IDE yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (termasuk perundungan di dunia siber/ cyber bullying) [23]
4 tahun
750 juta

Sebelumnya, Undang-Undang ITE hanya mengatur sanksi-sanksi berikut ini: [24]

Sanksi
Pelanggaran

6 tahun penjara atau denda paling banyak satu miliar rupiah

a.
Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya IDE yang mengandung muatan melanggar kesusilaan, muatan yang mengandung perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau ancaman; atau

b.
Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang IDE yang mengandung berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik atau ujaran kebencian.

12 tahun penjara dan/atau denda paling banyak 2 miliar rupiah
Dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan IDE yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Terkait dengan hal tersebut di atas, RUU ini sekarang mengklarifikasi berbagai macam tindakan terlarang yang dijabarkan dalam Pasal 27 Undang-Undang ITE sebagai berikut: [25]

a.
Mendistribusikan IDE: mengirimkan dan/atau menyebarkan IDE kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui sistem elektronik;

b.
Mentransmisikan IDE: mengirimkan IDE kepada satu pihak lain melalui sistem elektronik;

c.
Membuat dapat diaksesnya IDE: semua perbuatan lain selain mendistribusikan atau mentransmisikan IDE, yang memungkinkan data dimaksud dapat diketahui pihak lain dan atau publik.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 73 Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, RUU ini harus ditandatangani oleh Presiden agar dapat disahkan menjadi Undang-Undang dan mendapatkan nomor resmi. RUU ini sedang menunggu ditandatangani oleh Presiden, namun akan diberlakukan secara otomatis apabila belum ditandatangani oleh Presiden setelah 30 hari sejak tanggal pengesahan oleh DPR. RP

[1] Lihat: “ DPR Setujui Revisi UU ITE Jadi UU ”.

[2] Penjelasan umum, RUU.

[3] Pasal 1 (6a) RUU dan Pasal 1 (21) Undang-Undang ITE.

[4] Pasal 1 (6), RUU.

[5] Pasal 5 (1-2), Undang-Undang ITE.

[6] Penjelasan Pasal Art. 5 (2), RUU.

[7] Penjelasan umum, RUU

[8] Bandingkan: Pasal 31 (4) RUU dengan Pasal 31 (4) Undang-Undang ITE.

[9] Penjelasan umum, RUU

[10] Pasal 26 (1-2), RUU.

[11] Pasal 26 (3-5), RUU.

[12] Pasal 40 (2a), RUU.

[13] Pasal 40 (2b), RUU.

[14] Untuk informasi lebih lanjut tentang internet sehat dan aman (daftar TRUST+ Positif), lihat ILB No. 2451.

[15] Pasal 43 (3) dan (6), RUU.

[16] Idem.

[17] Pasal 43 (5) huruf (h) dan (i), RUU.

[18] Pasal 43 (7), RUU.

[19] Dapat dikenakan secara kumulatif atau alternatif.

[20] Pasal 27 Undang-Undang ITE dan Pasal 45 (1-4) RUU.

[21] Diklasifikasikan sebagai delik aduan based on Art. 45 (5) of the Bill.

[22] Pasal 28 Undang-Undang ITE dan Pasal 45A RUU.

[23] Pasal 29 Undang-Undang ITE serta Pasal 45B RUU dan penjelasannya.

[24] Pasal 45, Undang-Undang ITE.

[25] Penjelasan Pasal 27 (1), RUU.

DPR Sahkan Amandemen Undang-Undang ITE

Bill on the Amendment to the ITE Law: A Lukewarm Attempt at Amelioration

<p><a href="http://en.hukumonline.com/pages/lt58132a5c8dad6/dpr-sahkan-amandemen-undang-undang-ite">ILB: DPR Sahkan Amandemen Undang-Undang ITE</a><br />
<br />
<a href="http://en.hukumonline.com/pages/lt582ed9f9e1dc2/bill-on-the-amendment-to-the-ite-law--a-lukewarm-attempt-at-amelioration">ILD: Bill on the Amendment to the ITE Law: A Lukewarm Attempt at Amelioration</a></p>


Law No.19 of 2016

Undang-Undang

Pusat Data

Bidang Usaha

Teknologi, Media & Telekomunikasi

Media

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

THE AMENDMENT TO LAW NUMBER 11 OF 2008 ON ELECTRONIC INFORMATION AND TRANSACTIONS

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

Law Number 19 of 2016

New Category

Business Sector

Technology, Media & Telecommunication

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

ELECTRONIC INFORMATION AND TRANSACTIONS

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

Law Number 11 of 2008

Anda tidak dapat mengakses fitur Hukumonline Pro setelah

Segera lakukan perpanjangan untuk menghindari pemutusan akses fitur Hukumonline Pro.

Nama

Untuk memperpanjang langganan Hukumonline Pro, segera isi formulir di bawah ini dan tim kami akan menghubungi Anda!

Segera perpanjang langganan Anda untuk dapat mengakses seluruh fitur dari Hukumonline Pro.

Cari peraturan, putusan, artikel, klinik, berita, dan lainnya

Perpanjangan langganan Hukumonline Pro Anda sudah kami terima. Anda akan segera dihubungi oleh Tim Hukumonline untuk mendapatkan akses tanpa batas ke berbagai layanan dan produk terbaik dari Hukumonline Pro.

Hukumonline.com