Keadilan adalah salah satu pusaran penting dalam perdebatan masyarakat tentang penegakan hukum. Sepanjang sejarah manusia, masalah keadilan terus berkembang dan menghadirkan pandangan banyak sarjana tentang apa itu keadilan. Dalam realitas di pengadilan, hakim juga dihadapkan pada persoalan ketidakadilan dan keadilan. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan ‘kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Berdasarkan penelusuran Hukumonline, ada satu jenis keadilan yang gagasannya berkembang beberapa tahun terakhir dan sudah diterapkan dalam beberapa kasus: yaitu corrective justice, atau keadilan korektif. Gagasan keadilan korektif sering dirujuk pada putusan Mahkamah Agung No. 021 PK/Pdt.Sus/2009 tanggal 25 Maret 2009. Putusan ini adalah putusan atas permohonan PK ketiga, yang pada dasarnya membatalkan salah satu putusan PK. Putusan MA No. 021 PK/Pdt.Sus/2009 ini diharapkan dapat memberikan jaminan kepastian hukum agar tidak ada lagi permohonan PK kedua, ketiga dan seterusnya.
Heri Swantoro, dalam bukunya Harmonisasi Keadilan & Kepastian dalam Peninjauan Kembali (2017: 8-9) menyebutkan putusan tersebut menunjukkan bahwa Mahkamah Agung dalam putusannya mempertimbangkan unsur kepastian hukum dalam memeriksa permohonan kedua dan ketiga. Heri merujuk pada tulisan Mohammad Saleh, ‘Temuan Permasalahan Hukum pada Perdata Khusus’. Putusan itu adalah sengketa antara PT Salindo Perdana Finance dkk melawan PT Saka Utama Dewata.
Namun, berdasarkan penelusuran Hukumonline, putusan itu dirujuk ketika majelis menyinggung keadilan korektif. Ada beberapa putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan PK atas dasar corrective justice atau setidak-tidaknya majelis hakim menyinggung keadilan korektif itu dalam pertimbangannya.