Politik Hukum Pemidanaan Korporasi dalam RUU KUHP

Politik Hukum Pemidanaan Korporasi dalam RUU KUHP

Memberikan definisi tegas pada korporasi sebagai subjek tindak pidana. Pidana pokok adalah denda antara Rp200 juta hingga Rp50 miliar. Menyeragamkan definisi korporasi dan lingkup tanggung jawab pidana yang bisa dibebankan.
Politik Hukum Pemidanaan Korporasi dalam RUU KUHP

Pembahasan mengenai tindak pidana yang dilakukan korporasi sudah lama dilakukan ahli dan praktisi hukum Indonesia. Salah satu persoalan mendasar adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak mengenal istilah ‘korporasi’. Apalagi mengaturnya sebagai subjek hukum pidana.

KUHP Indonesia, yang merupakan adopsi Wetboek van Straftrecht (W.v.S) peninggalan pemerintahan kolonial Belanda versi tahun 1881, hanya mengenal manusia (natuurlijk persoon) sebagai sebagai subjek hukum pidana. Meskipun hasil riset Institute for Criminal Justice Reform berjudul Pertanggungjawaban Korporasi dalam Rancangan KUHP (2015:1) menemukan perubahan berarti dari W.v.S Belanda saat ini.

Revisi W.v.S sudah mengakui kedudukan korporasi sebagai subjek hukum pidana umum (commune strafrecht) sejak tahun 1976. Sikap ini merupakan kemajuan dari parlemen Belanda yang pada masa sebelumnya mempertahankan asas societas delinquere non potest atau universitas delinquere non potest. Asas tersebut menyatakan badan hukum tidak bisa melakukan tindak pidana. Oleh karena itu tanggung jawab pidana hanya dibebankan kepada manusia.

Sementara itu belum ada perubahan dari KUHP Indonesia yang mengakui ‘korporasi’ sebagai subjek hukum pidana hingga sekarang. Kemandekan kedudukan ‘korporasi’ di KUHP telah diatasi dengan pengakuan dalam undang-undang yang mengatur tindak pidana di luar KUHP.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional