Cermati Batas Imunitas Advokat Terkait Obstruction of Justice

Cermati Batas Imunitas Advokat Terkait Obstruction of Justice

Setidaknya sudah ada tiga advokat yang dihukum pengadilan karena praktik jasa hukum yang terbukti menghalangi proses hukum dalam pemberantasan korupsi.
Cermati Batas Imunitas Advokat Terkait Obstruction of Justice

Advokat adalah salah satu profesi swasta di Indonesia yang memiliki hak imunitas khusus dalam menjalankan profesinya. Hak itu dijamin dalam Pasal 16 UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Tentu saja imunitas itu ada batasnya. Advokat harus memenuhi unsur iktikad baik dalam menjalankan profesinya. Penjelasan Pasal 16 UU Advokat memberi makna iktikad baik itu sebagai menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya. Advokat yang melanggar batas tersebut justru sangat bisa dipidana dengan alasan obstruction of justice (tindakan menghalangi proses hukum).

Istilah obstruction of justice awalnya dikenal dari literatur tradisi hukum Anglo-Saxon. Black’s Law Dictionary edisi 9 mengartikannya sebagai “Interference with the orderly of administration of law and justice, as by giving false information  to or with holding evidence from a police officer or prosecutor, or by harming or intimidating a witness or juror”. Terlihat bahwa ruang lingkup obstruction of justice adalah segala bentuk intervensi yang bisa terjadi di seluruh tahap penegakan hukum dan keadilan. Upaya mengintimidasi apalagi mencelakai juri pun masuk dalam bentuk intervensi yang dilarang sistem Anglo-Saxon. 

Beberapa yurisdiksi di dunia mungkin menggunakan istilah yang berbeda seperti obstructing public justice atau obstructing justice. Batasan dan kriteria perbuatan yang digunakan juga cukup luas hingga ada yang menjangkau urusan pemilihan umum. Kesamaan yang bisa dipastikan adalah semua perbuatan itu memiliki niat atau maksud untuk menghalangi atau mencegah proses hukum. 

Ellen S.Podgor, profesor hukum pidana dari Florida, Amerika Serikat, menyebut dalam artikelnya di Washburn Law Journal berjudul Arthur Andersen, LLP and Martha Stewart: Should Materiality be an Element of Obstruction of Justice? bahwa terjadinya obstruction of justice tidak harus mengakibatkan proses hukum benar-benar terhambat akibat perbuatan pelakunya. Ellen yang mantan jaksa itu mengatakan, jaksa cukup membuktikan telah ada maksud atau niat pelaku untuk menghalangi proses hukum. Tentu saja ia merujuk undang-undang yang berlaku di Amerika Serikat. Doktrin hukum pidana di Indonesia melihatnya sebagai delik formil. Bukti adanya kesadaran pelaku bahwa proses hukum akan terhambat karena perbuatannya sudah cukup untuk menjatuhkan pidana. Intinya, pelaku sengaja melakukan upaya menghambat proses hukum.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional