Yurisprudensi MA Atasi Keterbatasan Delik Overspel dengan Hukum Adat

Yurisprudensi MA Atasi Keterbatasan Delik Overspel dengan Hukum Adat

​​​​​​​Kategori delik kesusilaan dalam hukum adat yang hidup dalam masyarakat Indonesia jauh lebih kompleks dari makna overspel.
Yurisprudensi MA Atasi Keterbatasan Delik Overspel dengan Hukum Adat

Sejak awal tahun 2021, Pemerintah kembali mensosialisasikan draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Seperti diketahui, sejumlah hal baru diatur dalam draf RKUHP. Salah satu yang terus menarik perhatian publik adalah mengenai perluasan makna delik zina (overspel) dalam RKUHP.

Terdapat perubahan pengertian delik zina (overspel) yang oleh KUHP eksisting diatur dalam ketentuan Pasal 284 yang berbunyi, “Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: 1.a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan mukah padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya; b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan mukah. 2.a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin. b. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27 BW berlaku baginya”. Dalam RKUHP, delik zina diatur pada Pasal 484 dengan adanya penambahan poin e yang berbunyi “laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan”.

Dengan adanya penambahan ini, delik zina dimaksudkan bukan hanya mengandung pengertian hubungan persetubuhan bagi yang sudah menikah saja (adultery), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 284 KUHP, tapi juga bagi yang orang yang melakukan hubungan seksual di luar perkawinan yang belum terikat perkawinan dengan orang lain (fornication). Menurut Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur dalam artikelnya berjudul, Pasal Zina dalam Rancangan KUHP: Bermasalah, Tak Jelas Arah, fornication adalah terjemahan dari ontuch. Bukan overspel sebagaimana yang tertulis dalam KUHP berbahasa Belanda.

Hal ini menunjukkan adanya problematika terjemahan delik overspel sebagaimana yang selama ini dimaknai dengan zina dalam konteks Indonesia. Moeljatno dan R. Soesilo dalam menerjemahkan overspel menggunakan kata zina. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Sementara Adi Hamzah dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengartikan overspel dengan gendak atau mukah.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional