Salah satu tujuan memastikan suatu gugatan tidak kurang pihak adalah mencegah adanya kerugian bagi pihak berkepentingan yang tidak diikutsertakan sebagai pihak dalam sengketa. Oleh karena itu, majelis hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara harus berhat-hati: apakah masih ada pihak ketiga yang tidak dijadikan sebagai pihak? Apabila ternyata kemudian masih ada pihak berkepentingan yang dirugikan, ia dapat mengajukan perlawanan. Apabila jelas-jelas kepentingan pihak ketiga ada dalam pokok sengketa, maka pihak ketiga tersebut diikutsertakan sebagai pihak.
Jual beli antara tergugat asal dengan orang ketiga tidak dapat dibatalkan tanpa diikutsertakannya orang ketiga tersebut sebagai tergugat. Begitulah kaidah hukum yang dapat dipetik dari putusan Mahkamah Agung No. 938 K/Sip/1971 tanggal 4 Oktober 1972. Putusan senada banyak ditemukan, yang memperlihatkan bahwa kepentingan pihak ketiga dijamin oleh undang-undang dalam hubungan keperdataan.
Tetapi adakalanya pihak ketiga tidak mengetahui adanya sengketa yang melibatkan kepentingannya, mungkin karena berdomisili jauh, atau karena sengketa itu sengaja disembunyikan dari pihak ketiga dimaksud. Nah, pihak ketiga ini dapat mengajukan perlawanan. Perlawanan pihak di luar para pihak yang bersengketa inilah yang lazim disebut derden verzet.
Secara umum derden verzet adalah bantahan pihak ketiga; upaya hukum dari pihak ketiga yang dirugikan untuk membatalkan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Perlawanan oleh pihak ketiga ini sering terjadi dalam perkara tanah antara lain karena permainan mafia tanah dan tidak tertibnya administrasi pertanahan di Indonesia.