Rekonstruksi Pemidanaan di Masa Mendatang

Rekonstruksi Pemidanaan di Masa Mendatang

Politik hukum nasional akan mengalami perubahan pada paradigma pemidanaan. Perbuatan pidana tidak melulu harus berujung ke penjara.
Rekonstruksi Pemidanaan di Masa Mendatang
Sumber: Shutterstock

Nama Muji tertera dalam salinan putusan sebanyak tiga halaman itu. Tanggal lahirnya pun tak sempat tertulis. Setelah itu ada nama hakim, panitera pengganti, dan penuntut umum; disusul pertimbangan beberapa paragraf. Tok! Pelanggar telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dan tidak ditemukan hal-hal yang yang melepaskan pelanggar dari pertanggungjawaban pidana. Hakim menghukum Muji melakukan kerja sosial menyapu. Tidak dijelaskan di mana lokasi dan berapa lama hukuman menyapu itu dilaksanakan. Yang jelas, menurut hakim PN Mataram dalam putusan 5 Agustus lalu, hukuman itu harus dijalani Muji karena terbukti tidak pakai masker.

Muji tidak sendirian. Di Pengadilan Negeri Jember, hakim menghukum Haer membayar denda Rp29 ribu. Jika tak sanggup membayar denda tersebut, Haer harus melakukan kerja sosial selama satu hari. Kesalahannya: tidak membawa masker. Ada banyak orang seperti Muji dan Haer yang dihukum melakukan kerja sosial di jalanan selama masa pandemi Covid-19. Umumnya, mereka dituduh melakukan pelanggaran peraturan daerah (Perda) masing-masing. Tindak pidananya berupa pelanggaran dan diproses hukum menggunakan mekanisme persidangan tipiring (tindak pidana ringan).

Meskipun tidak ada data resmi berapa jumlah orang yang diadili karena pelanggaran protokol kesehatan, dua contoh putusan di atas menunjukkan bahwa kerja sosial adalah hukuman yang paling pas untuk pelanggaran atau tindak pidana ringan. Proses persidangannya tidak memakan waktu lama, biaya yang dikeluarkan relatif tidak besar, dan pembuktiannya lebih mudah. Cuma, dari dua putusan itu pula, terungkap masih ada pertanyaan yang harus dijawab: berapa lama pidana dijalankan; di mana lokasinya; apa jenis kerja sosialnya; dan siapa yang mengawasi.

Dihubungkan dengan UU No. 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial, praktik pekerjaan sosial itu meliputi pencegahan disfungsi sosial, perlindungan sosial, rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, dan pengembangan sosial. Jika menggunakan perspektif harmonisasi regulasi, maka sanksi kerja sosial seharusnya tidak bergeser dari konsep pekerjaan sosial tersebut.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional