Terjebak dalam utang yang banyak, bahkan melebihi kondisi keuangan debitur, akankah debitur di masa depan bisa memulai awal yang baru dalam hal keuangan tanpa dibayang-bayangi dengan utang masa lalu? Sampai kapankah debitur akan dituntut pertanggungjawaban untuk membayar utang yang tak sanggup dibayarnya?
Bila sudah diadili dalam proses pailit dan seluruh hartanya sudah dirampas dan dilelang untuk keperluan pembagian utang kepada para kreditur, haruskah di masa depan setiap harta bagian dari usahanya masih juga dapat dimintai untuk pembayaran utang masa lalu itu? Ataukah debitur pasca pailit dapat dijanjikan sebuah awal yang baru?
Seyogyanya, berdasarkan prinsip financial fresh start, debitur harus diberi kesempatan untuk bangkit kembali tanpa dibayangi oleh utang masa lalu. Filosofi dari Bankruptcy sendiri, sempat dideskripsikan U.S. Supreme Court (1934) dalam kasus Local Loan Co. v. Hunt sebagai sebuah kesempatan baru untuk memulai hidup, sebagai ladang yang bersih untuk mengusahakan masa depan, tanpa adanya halangan baik berupa tekanan maupun keputusasaan atas utang masa lalu.
“(Bankruptcy) gives.. a new opportunity in life and a clear field for future effort, unhampered by the pressure and discouragement of preexisting debt,” -kutipan pernyataan the US Supreme Court saat mengadili kasus Local Loan Co v. Hunt.