Menguji Keabsahan Penahanan & Penetapan Status Tersangka Lewat Praperadilan

Menguji Keabsahan Penahanan & Penetapan Status Tersangka Lewat Praperadilan

Penting bagi penyidik maupun tersangka untuk memahami betul apa itu dan bagaimana saja klasifikasi suatu bukti permulaan yang cukup untuk mempertahankan argumentasinya masing-masing dalam sidang praperadilan.
Menguji Keabsahan Penahanan & Penetapan Status Tersangka Lewat Praperadilan

Bayangkan bila Anda ditetapkan sebagai tersangka suatu tindak pidana, ditangkap dan ditahan, apa langkah hukum yang akan Anda lakukan? Biasanya penyidik bisa saja melakukan penahanan dengan alasan subjektif berupa kekhawatiran bahwa Anda akan menghilangkan barang bukti, lari atau bahkan mengulangi tindak pidana. Atau karena alasan objektif, tindak pidana yang disangkakan terhadap Anda terklasifikasi dalam tindak pidana dengan ancaman di atas 5 tahun.

Berbekal bukti yang cukup, penyidik memang sangat bisa melakukan penahanan terhadap tersangka (lihat Pasal 21 ayat 1 KUHAP). Di situ diatur bahwa perintah penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup berdasarkan alasan subjektif. Hanya saja, tak dijelaskan lebih detail dalam KUHAP terkait kapan bukti yang ada dapat dikatakan sebagai suatu bukti yang cukup.

Bila merujuk definisi Tersangka dalam KUHAP, justru frasa yang digunakan adalah bukti permulaan (tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana). Hal itu kemudian memunculkan pertanyaan, apakah sama saja definisi bukti yang cukup dengan bukti permulaan? Lantas bagaimana dengan bukti permulaan yang cukup? Ketiga istilah itu tentu penting dipahami mengingat dalam hukum setiap kata bisa saja mengandung konsekuensi hukum yang berbeda. Prasyarat bukti juga tentu sangat berpengaruh terkait keabsahan penangkapan, penahanan dan penentuan status tersangka.

Chandra Hamzah dalam restatement tentang bukti permulaan yang cukup mengakui bahwa KUHAP memang tidak memberikan pengaturan ataupun penjelasan lebih lanjut mengenai frasa ‘bukti yang cukup’. Namun dalam pelaksanaannya, bukti yang cukup biasanya merupakan hasil dari penyidikan yang telah diterima oleh Jaksa Penuntut Umum yang menjadi dasar untuk mendakwa seorang pelaku tindak pidana di hadapan pengadilan. Singkatnya, bukti yang cukup hanya menentukan dapat atau tidaknya seseorang dihadapkan ke depan pengadilan.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional