Pemerintah mengklaim telah mencabut ribuan izin usaha pertambangan karena perusahaan yang telah mendapatkan izin tidak melaksanakan kewajiban menurut peraturan perundang-undangan. Sekitar 600 sampai 700 pihak mengajukan keberatan atas pencabutan itu. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia menjelaskan keberatan itu diverifikasi oleh tim kecil untuk memastikan poin-poin keberatan perusahaan.
Apabila dari hasil verifikasi ternyata keberatan perusahaan beralasan, maka izin yang sudah dicabut dipulihkan. Sebaliknya, apabila tidak memenuhi syarat, izinnya tetap dicabut. “Kami membuat tim kecil untuk mengecek, memverifikasi kebenaran,” ujar Bahlil dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, Kamis 8 September lalu.
Apa yang disampaikan Menteri Bahlil hanya sebagian kecil dari masalah perizinan. Itu pun terbatas pada izin usaha pertambangan. Ada banyak jenis izin yang menjadi syarat berusaha dan berinvestasi di Indonesia. Di hampir semua sektor, ada rezim perizinan yang harus dipatuhi. Mulai dari izin tinggal bagi orang asing hingga izin berusaha. Seperti kata Bahlil, jika kewajiban menurut perundang-undangan tidak dipatuhi, maka izin tersebut bakal dicabut. Pencabutan izin, karena itu, dapat menimbulkan sengketa hukum.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah mengubah paradigma perizinan. Izin berusaha dipermudah. Usaha kecil dan menengah hanya membutuhkan Nomor Induk Berusaha. Izin dihubungkan dengan risiko usaha yang mungkin timbul. Tetapi, Undang-Undang ini juga menyinggung satu hal: izin dijadikan instrumen sanksi. Jika perusahaan tak memenuhi ketentuan tertentu, sanksinya: izinnya tidak diperpanjang.
