Pertanggungjawaban Korporasi dalam KUHP Baru

Pertanggungjawaban Korporasi dalam KUHP Baru

Badan usaha yang berbentuk firma dan CV dikualifikasi sebagai korporasi, sehingga dapat dimintai tanggung jawab pidana. Siapa yang dapat dimintai tanggung jawab?
Pertanggungjawaban Korporasi dalam KUHP Baru

Menjadi pembicara dalam diskusi KUHP yang diselenggarakan Universitas Handayani awal Januari lalu, Kepala Kejaksaan Negeri Barru Sulawesi Selatan Taufiq Djalal menyinggung hal-hal baru dalam KUHP. Ia juga menjelaskan implikasi perubahan KUHP, yang kini menjadi Undang-Undang No. 1 Tahun 2023, terhadap hukum acara pidana. Tidak lupa, Taufiq menyinggung pertanggungjawaban pidana.

Pertanggungjawaban korporasi, kata Taufiq, bukanlah sesuatu yang baru dalam hukum pidana nasional. Banyak perundang-undangan Indonesia yang sudah mengatur model pertanggungjawaban korporasi, meskipun ada kelemahan di sana sini. Melalui pengaturan dalam KUHP, muncul harapan kelemahannya bisa diatasi. “Kini, pertanggungjawaban korporasi diatur dengan tegas,” ujarnya dalam diskusi daring yang diikuti Hukumonline, pekan pertama Januari lalu.

Aparat penegak hukum sudah sering menggunakan instrumen kejahatan korporasi untuk menyidik, menuntut dan memeriksa tindak pidana yang dilakukan korporasi. Kejaksaan Agung, institusi tempat Taufiq berdinas, misalnya melaporkan penggunaan kejahatan korporasi dalam kasus asuransi Jiwasraya yang melibatkan belasan perusahaan yang bertindak sebagai manajer investasi. Juga dalam beberapa kasus kebakaran hutan. Misalnya, terdakwa PT SSS dituntut membayar denda dan pidana tambahan berupa pemulihan lahan yang rusak akibat kebakaran lahan seluas 155,2 hektare dengan biaya sebesar 55,2 miliar rupiah.

Pada 19 Mei 2020 Pengadilan Negeri Pelalawan memutuskan terdakwa sebagai korporasi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan tidak menerapkan amdal atau upaya pengelolaan lingkungan hidup, pemantauan lingkungan hidup, dan analisis risiko dan pemantauan lingkungan hidup. Hakim menjatuhkan denda Rp3,5 miliar, dan pidana tambahan sejumlah Rp38,65 miliar. Majelis hakim menolak permohonan kasasi baik dari penuntut umum maupun terdakwa korporasi (putusan MA No. 1236 K/Pid.Sus-LH/2022 tanggal 20 April 2022).

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional