Dikabulkannya permohonan pembatalan merek ‘Open Mic Indonesia’ yang diajukan oleh Perkumpulan Stand Up Indonesia merupakan contoh teranyar bahwa suatu merek yang didaftarkan dengan kata-kata umum yang seharusnya menjadi milik publik sangat dapat dibatalkan oleh pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan akibat pendaftaran merek tersebut. Salah satunya, via alasan iktikad tidak baik.
Adalah Ramon Papana seorang yang mengaku sebagai pemilik ide atas penciptaan merek Open Mic yang kemudian mendaftarkan merek tersebut ke DJKI Kemenkumham dengan Nomor Pendaftaran IDM000477953, kode kelas 41 dan Jenis barang/Jasa hiburan, hiburan radio dan hiburan televisi. Berbekal pendaftaran merek itu, Ramon mengeluarkan pengumuman via Indonesia Comedy Club (IDCC) pada 2017 lalu yang pada intinya melarang penggunaan istilah ‘Open Mic’ tanpa izinnya sebagai pemegang lisensi merek.
Pasca pengumuman itulah, Ramon melayangkan somasi ke E Cafe yang pada intinya menyampaikan adanya pelanggaran hukum merek (Pasal 90 dan Pasal 91 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek -kini status UU ini telah dicabut diganti dengan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis-) atas penggunaan nama ‘Open Mic’ pada acara program lawakan tunggal ‘Stand Up Comedy Open Mic’ yang diselenggarakan oleh E Cafe tersebut.
Selain meminta penghentian penggunaan merek, Ramon juga meminta agar E Cafe tersebut mengganti kerugian yang diklaimnya sejumlah tidak kurang dari Rp250 juta. Tak hanya E Cafe, Ramon juga melayangkan somasi pada lebih dari satu kafe dan termasuk kepada pihak-pihak lain yang pada pokoknya menggunakan acara ‘Open Mic’ dalam acara-acara yang telah atau akan diselenggarakan.