Permohonan pernyataan pailit ataupun penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap pengembang (developer) apartemen susun menjadi problematika tersendiri. Hal ini dikarenakan permohonan pailit atau PKPU tersebut tidak memenuhi syarat secara pembuktian sederhana sebagaimana dan/atau rumah sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Hal ini tercantum dalam Rumusan Kamar Perdata Khusus SEMA No. 3 Tahun 2023 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2023 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
PKPU sendiri diatur dalam Pasal 222 sampai Pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Arti PKPU adalah masa negosiasi atau restrukturisasi hutang secara massal melalui Pengadilan Niaga yang difasilitasi oleh Pengurus PKPU dan Hakim Pengawas. Restrukturisasi utang di dalam proses PKPU ini melibatkan semua kreditor (kreditor separatis dan Kreditor konkuren) dan jika berhasil mencapai perdamaian sesuai syarat di UU Kepailitan dan PKPU (Pasal 281), maka perdamaian tersebut akan disahkan oleh Pengadilan dan mengikat terhadap semua kreditor, walaupun ada yang tidak hadir.
Persyaratan untuk mengajukan PKPU sama dengan persyaratan mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit yaitu harus bisa dibuktikan ada minimal dua kreditor dan salah satunya telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Permohonan PKPU dapat diajukan oleh Debitor atau oleh Kreditor.
Lalu, bagaimana jika Pengembang (developer) apartemen/rumah susun tidak dapat diajukan Permohonan Pernyataan Pailit ataupun PKPU meskipun telah memenuhi Pasal 8 ayat (4) Jo. Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU? Hal ini menjadi pro dan kontra yang di mana menimbulkan ketidakadilan bagi konsumen yang dirugikan.