"Dengan sumirnya politik perundang-undangan yang ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945 maka kita memberikan seakan-akan cek atau blanko kosong kepada pembentuk undang-undang untuk mengisi apa saja yang akan diatur di dalam undang-undang". Begitu yang dikatakan Pakar Hukum Tata Negara Prof. Susi Dwi Harijanti dalam kuliah pembuka STH Indonesia Jentera dengan judul "Problematika Peraturan Perundang-undangan di Indonesia" beberapa waktu lalu.
Ia menyoroti bagaimana UUD 1945 tidak menganut batasan yang jelas mengenai pembentukan perundang-undangan. Akibatnya, terdapat karpet merah bagi pembuat undang-undang untuk membentuk undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki, dalam hal ini DPR bersama Presiden.
UUD 1945 yang dimaksud Prof. Susi yaitu pada frasa "Pembentukan peraturan perundang-undangan diatur lebih lanjut di dalam undang-undang". Menurut dia, seharusnya ada batasan bagaimana undang-undang dibentuk seperti ada klausula pembuka dalam pembentukan perundang-undangan.
Ia membandingkan dengan konstitusi Australia yang dalam klausula pembukanya menyatakan parlemen membuat undang-undang dalam rangka perdamaian, pemerintahan yang baik dan juga ketertiban. Hal ini penting untuk menilai apakah materi undang-undang memang menganut unsur-unsur pemerintahan yang berimplikasi pada perdamaian, pemerintahan yang baik dan ketertiban.