SEMINAR HUKUMONLINE 2009

Pembatalan Kontrak Berbahasa Asing

Bagaimana pendapat hakim, jika kontrak komersial diajukan pembatalannya karena melanggar kewajiban berbahasa Indonesia? Bagaimana pengaturan lebih lanjut mengenai kewajiban tersebut di dalam perpres?

Project

Bacaan 2 Menit

Para narasumber, undangan serta penyelenggara berfoto bersama. Foto: Sgp

 

Pasal 31 UU No. 24/2009 yang mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia dalam semua perjanjian atau kontrak masih menuai kontraversi. Pasal tersebut jika dikaitkan dengan pasal 1320 jo. pasal 1337 KUHPerdata dapat digunakan sebagai "senjata" oleh salah satu pihak untuk membatalkan perjanjian yang berbahasa asing.

 

Sebagian kalangan profesi hukum berpendapat ketentuan pasal 31 UU No. 24/2009 adalah kewajiban yang apabila tidak dipenuhi akan menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum oleh Pengadilan. Untuk itulah kalangan profesi hukum dan dunia usaha berharap Pengadilan dapat berhati-hati dalam memeriksa gugatan yang menggunakan pasal 31 UU No. 24/2009. Alasannya, adanya potensi pihak yang beritikad tidak baik akan menggunakan pasal itu semata-mata untuk menghindari pemenuhan kewajiban dalam perjanjian. Untuk itu, peran hakim dalam hal ini dianggap sangat penting. Apalagi, Peraturan Presiden (perpres) yang diamanatkan UU No. 24 Tahun 2009 belum dikeluarkan oleh Pemerintah.  

 

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul antara lain;

 

  • Bagaimana Pengadilan melihat atau menafsirkan kewajiban kontrak berbahasa Indonesia pada pasal 31 UU No. 24/2009?
  • Bagaimana pendapat hakim, jika kontrak komersial diajukan pembatalannya karena melanggar kewajiban berbahasa Indonesia?
  • Apakah terdapat yurisprudensi mengenai pembatalan perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia?
  • Apakah MA dapat menerbitkan SEMA untuk memberikan pedoman bagi para hakim mengenai penerapan pasal 31 UU No. 24/2009?
  • Langkah-langkah apa yang perlu diambil atau klausul-klausul seperti apa yang perlu diatur/diadakan di dalam kontrak agar dapat memenuhi kewajiban pasal 31 UU No. 24/2009?
  • Bagaimana pengaturan lebih lanjut mengenai kewajiban tersebut di dalam perpres?
  • Demi menjamin kepastian hukum, apakah pemerintah dapat mengeluarkan peraturan atau keputusan mengenai status perjanjian atau kontrak - kontrak komersil yang dibuat dalam bahasa asing telah ditandatangani para pihak pada saat atau setelah diundangkannya UU No. 24/2009 oleh Presiden (9 Juli 2009)?

 

Untuk membahas sekaligus memperoleh pemahaman yang baik mengenai permasalahan tersebut di atas, maka hukumonline.com telah menggelar Seminar Hukumonline 2009 mengenai "PEMBATALAN KONTRAK BERBAHASA ASING", pada Rabu, 16 Desember 2009, bertempat di Kridangga Ballroom Lantai 1, Hotel Atlet Century Park, Jl. Pintu Satu Senayan - Jakarta. Narasumber yang hadir sebagai berikut:

 

  • Marianna Sutadi, S.H. (Mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia) - Kontrak Berbahasa Asing Menurut UU No. 24 Tahun 2009?
  • Eri Hertiawan, S.H., LL.M. (Partner, Assegaf Hamzah & Partners) - Pasal 31 UU No. 24/2009 Sebagai Senjata untuk Membatalkan Kontrak Berbahasa Asing
  • Ibrahim Senen, S.H., LL.M., ACIArb. dan Sigit Ardianto, S.H., LL.M. (DNC Law Firm) - Tangkisan terhadap Gugatan Pembatalan Kontrak Berbahasa Asing
  • Dr. Suhariyono AR, S.H., M.H. (Direktur Perancangan Peraturan Perundang – undangan Departemen Hukum dan Ham RI) - Status Kontrak Berbahasa Asing yang Dibuat Setelah Diundangkannya UU No. 24/2009

 

Moderator:

Alexander Lay, S.H., LL.M. (Advokat)

 

Notulensi Seminar ini tersedia gratis bagi pelanggan hukumonline.com.* Silahkan hubungi kami via email talks(at)hukumonline(dot)com.

 

*syarat dan ketentuan berlaku