Diskusi Hukumonline 2020

Wanprestasi dan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia: Best Practice setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019

Diskusi ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pencerahan terkait dengan Praktik Eksekusi berkaitan dengan penafsiran Wanprestasi pada Perjanjian Fidusia setelah Putusan MK No. 18 /PUU-XVII/2019.

DH/ES

Bacaan 2 Menit

Wanprestasi dan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia: Best Practice setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019
Wanprestasi dan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia: Best Practice setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019
Wanprestasi dan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia: Best Practice setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019
Hukumonline.com mengadakan Workshop dengan judul topik “Wanprestasi dan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia: Best Practice setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019”. Penyampaian materi terbagi dalam 2 Sesi. Di Sesi 1, narasumber berdiskusi mengenai Pengujian kondisi debitur atau kreditur yang dikatakan Wanprestasi serta mekanisme Eksekusi Jaminan Fidusia. Dan Sesi 2 membahas mengenai Strategi penyelesaian sengketa terhadap Perjanjian Fidusia setelah Putusan MK No 18/PUU-XVII/2019. Narasumber pada diskusi kali ini diantaranya terdiri dari:
 
Sesi 1
Narasumber:
  • Dr. Teddy Angggoro - Dosen, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
  • D.Y Witanto - Hakim Yustisial Biro Hukum dan HUMAS, Mahkamah Agung Republik Indonesia
Moderator: M. Yasin – Redaktur Senior, Hukumonline.com
 
Sesi 2
Narasumber:
  • Ashoya Ratam, S.H., M.Kn. – Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI) / Notaris & PPAT
  • Ibrahim Sjarief Assegaf - Partner, Assegaf Hamzah & Partners
Moderator: Dani Pratama Huzaini – Legal Journalist, Hukumonline.com 
 
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 
Pada diskusi ini dijelaskan terlebih dahulu latar belakang Fidusia di Indonesia secara mendasar, yang akhirnya dituangkan kedalam UU 42 Tahun 1992 tentang Jaminan Fidusia (UU Fidusia). Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 (Putusan MK) terhadap pasal di UU FIdusia, khususnya mengenai Wanprestasi dan Eksekusi Jaminan Fidusia menjadi berubah penafsirannya. Seharusnya bukan norma UU FIdusia yang diubah, melalui putusan konstitusional bersyarat oleh MK. Akan tetapi mekanisme eksekusi yang selama ini memang "kurang baik" harus diperbaiki (seemisal eksekusi berupa penagihan secara paksa).  Setelah Putusan MK, wanprestasi dan eksekusi harus ditafsirkan berbeda. Yakni wanprestasi harus disepakati lagi dikemudian hari, apabila terjadi wanprestasi. Dan eksekusi harus ada pernyataan sukarela dari debitur atau melalui putusan pengadilan. Hal ini dinilai terlalu jauh, karena seharusnya bukan norma UU Fidusia yang diubah, akan tetapi mekanisme penyelesaian sengketanya yang diubah, sehingga lebih baik.
 
Penyelesaian sengketa wanprestasi dan eksekusi melalui pengadilan dinilai tidak efektif, akan menghabiskan biaya dan waktu yang banyak, serta bukan solusi dari tercapainya keadilan dari pihak debitur dan kreditur. Karena pada dasarnya debitur dan kreditur harusnya menghargai perjanjian yang telah mereka buat, dalam hal ini perjanjian jaminan fidusia yang disahkan menjadi akta jaminan fidusia. Narasumber mengkritisi, dikarenakan nilai Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP) dalam jumlah yang banyak, yang telah diterima oleh Kemenkumham untuk pengesahan Akta Jaminan Fidusia, seharusnya eksekusi dilakukan oleh eksekutif tidak lagi oleh yudikatif.
 
Sebagai mitigasi penyelesaian sengketa, baik debitur dan kreditur harus memahami pembuatan perjanjian jaminan fidusia yang menjadi akta jaminan fidusia. Disini harus dilihat segala aspek pembuatannya, mulai dari para pihak yang hadir, sampai pada teliti dalam pembuatan redaksi dari suatu perjanjian tersebut. Jangan sampai ada "celah" yang dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Saat ini penyelesaian sengketa pun bisa saja melaksanakan seperti halnya sebelum ada Putusan MK, apabila wanprestasi maka eksekusi pengambilan objek fidusia dapat silaksanakan secara sukarela, hanya saja harus diperhatikan segala aspek hukum, jangan sampai ada hukum yang dilanggar dalam melakukan eksekusi. Kreditur apabila ingin melakukan eksekusi terhadap debitur pun dapat menyertakan kepolisian, namun untuk pengamanan saja bukan untuk eksekusi. Maka penyelesaian sengketa tergantung dari Risk Appetite masing-masing pihak, mau tidak mau yang terpenting memastikan segala pembuatan perjanjian comply pada peraturan yang ada dan melaksanakan eksekusi dengan mengacu ke UU Fidusia, yakni dapat secara sukarela atas izin debitur atau melalui pengadilan.
 
Secara umum, diskusi ini berjalan dengan lancar, dimana seluruh peserta antuasias dalam berdiskusi dan sharing terkait dengan persoalan-persoalan dan pengalamannya dalam Kasus Wanprestasi dan Eksekusi Jaminan Fidusia. Diskusi ini telah dilaksanakan di Sari Pacific Hotel, Jakarta pada 19 Februari 2020.

------------

Jika anda tertarik dengan notulensi workshop ini, silahkan hubungi kami via email ke [email protected]. Notulensi workshop ini tersedia gratis bagi pelanggan Hukumonline.com*.

*syarat dan ketentuan berlaku