Kekuasaan Orang Tua Terhadap Harta Anak dan Batasannya

Kekuasaan Orang Tua Terhadap Harta Anak dan Batasannya

Hak orang tua untuk menikmati harta anak yang belum dewasa dapat dibatasi.
Kekuasaan Orang Tua Terhadap Harta Anak dan Batasannya

Sidang yang dijalani Elvi tak berlangsung lama. Diajukan pada 3 September, dua puluh hari kemudian majelis hakim sudah mengetuk palu putusan. Permohonannya dikabulkan majelis hakim Pengadilan Agama Padangsidempuan. Hakim menetapkannya sebagai pemegang wali atas diri dan harta anak yang masih di bawah umur. Tetapi, hakim mengharuskan ibu empat orang anak itu membuat pembukuan berisi penerimaan dan pengeluaran atas harta anak. Jika anak sudah dewasa atau sudah cakap bertindak menurut hukum, si ibu wajib menyerahkan harta anak dimaksud.

Elvi tidak sendirian. Ada banyak orang tua tunggal, yang ditinggal suami/isteri karena kematian, meminta pengadilan mengesahkan haknya sebagai orang tua terhadap anak-anak yang belum dewasa. Gugatan voluntir semacam itu penting untuk memastikan agar harta anak terjaga secara hukum, atau sebaliknya tidak dipakai secara sewenang-wenang. Menjaga keutuhan harta anak termasuk masalah yang sering muncul dalam pelaksanaan kekuasaan orang tua terhadap anak. Itu sebabnya, hukum membuat beberapa larangan bagi orang tua untuk melakukan tindakan tertentu seperti mengasingkan atau menggadaikan.

Pasal 393 KUH Perdata menyatakan, untuk kepentingan anak yang belum dewasa, wali tidak boleh meminjam uang, pun tidak boleh mengasingkan atau menggadaikan harta tak bergerak, juga tidak boleh menjual atau memindahtangankan surat-surat utang negara, piutang-piutang, andil-andil, tanpa mendapat kuasa untuk itu dari Pengadilan Negeri. Pengadilan tidak akan memberikan kuasa itu kecuali berdasarkan kebutuhan yang mutlak, atau jika jelas ada manfaatnya, dan setelah mendengar atau memanggil secara sah anggota keluarga sedarah atau semenda anak yang belum dewasa dan wali pengawas.

Pentingnya kekuasaan orang tua terlihat bukan hanya haknya untuk meminta pengadilan untuk ditetapkan sebagai wali demi kepentingan si anak, tetapi juga haknya untuk meminta pihak ketiga yang mengasuh untuk mengembalikan anaknya. Putusan Mahkamah Agung No. 9 K/Sip/1956 tanggal 1 Agustus 1956 mengandung kaidah hukum berikut: Tiap-tiap orang tua berhak menuntut dikembalikannya anaknya, yang di bawah umur, dari tangan siapapun juga, yang tidak dapat menyatakan haknya yang lebih tinggi dari hak orang tua tersebut dengan tidak perlu turut menggugat pihak ketiga dari siapa anak itu diterima oleh tergugat.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional