Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa yang diduga melibatkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sempat menjadi perhatian publik. Perhatian tersebut tidak hanya berkaitan dengan pengumuman ditetapkan Henri sebagai tersangka tapi juga adanya sejumlah kejadian setelah adanya pengumuman tersebut.
Kejadian pertama, adanya keberatan yang disampaikan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko yang menilai tindakan KPK menetapkan anggota TNI sebagai tersangka kasus korupsi menyalahi aturan. Kekecewaan itu diungkapkan menyusul penetapan Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka. Menurut Agung, penetapan tersangka anggota TNI merupakan kewenangan lembaganya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Danpuspom beserta jajaran kemudian menyambangi KPK untuk meminta penjelasan sekaligus berkoordinasi dengan pimpinan KPK. Entah apa yang didiskusikan, namun tiba-tiba Wakil Ketua KPK Johanis Tanak melakukan konferensi pers dan meminta maaf karena penyelidik dan penyidiknya khilaf, di sinilah poin kejadian kedua.
Poin ketiga, imbasnya pegawai KPK melayangkan protes dan menyindir para pimpinan yang tidak bertanggung jawab dan justru menyalahkan bawahannya. Untuk meredam “pergolakan” yang ada, pimpinan kemudian mengadakan audiensi dengan para pegawai.
