Waris dan wasiat adalah dua pranata yang dikenal dalam hukum, terutama hukum Islam, yang saling berkaitan. Pada asasnya apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu beralihlah hak dan kewajibannya kepada orang-orang yang menjadi ahli waris. Pasal 834 Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) menegaskan seorang ahli waris berhak agar segala harta kekayaan orang yang meninggal diserahkan kepadanya karena status sebagai ahli waris. Paling mudah mendapatkan status sebagai ahli waris adalah karena garis keturunan.
Menurut hukum, ada dua cara mendapatkan warisan dari orang yang meninggal. Pertama, karena menjadi ahli waris berdasarkan ketentuan undang-undang (ab intestato). Kedua, mendapatkan warisan karena ditunjuk dalam surat wasiat atau testamen (testamentair). Yang disebut terakhir biasanya berbentuk surat, meskipun dalam praktik ada juga wasiat secara lisan.
Surat wasiat adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia. Surat wasiat adalah perbuatan hukum bersegi satu, yang datang dari si pewasiat, sepanjang isi wasiat itu tidak bertentangan dengan undang-undang. Pembatasan itu antara lain berkaitan dengan bagian warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak ahli waris, lazim disebut legitieme portie.
Berdasarkan KUH Perdata, ahli waris dibagi ke dalam beberapa kelompok atau golongan. Ketentuannya, golongan kedua baru berhak mewarisi jika tidak ada ahli waris dari golongan pertama. Golongan pertama adalah anak-anak dan suami/isteri. Golongan kedua adalah orang tua dan saudara kandung pewaris.