Raison d’Etre Hak Jaminan Separatis dalam Hukum Kepailitan

Raison d’Etre Hak Jaminan Separatis dalam Hukum Kepailitan

Pasal 55 dan Pasal 56 UU Kepailitan menjadi kunci atas kedudukan jaminan yang dimiliki kreditur.
Raison d’Etre Hak Jaminan Separatis dalam Hukum Kepailitan

Kreditur pemegang hak jaminan dalam kepailitan mendapatkan posisi istimewa untuk dapat mengeksekusi haknya sendiri (beding van eigen machtige verkoop) serta didahulukan dalam pembayaran hutang sebagai perwujudan dari asas droit de preference. Mengingat posisi hukumnya yang lebih istimewa dan lebih aman dibandingkan kreditur konkuren, dalam Bahasa Inggris terminologi kreditur separatis sebagai secured creditor, dalam artian lepasnya ‘kreditur yang terjamin’. 

Pertanyaannya: apakah dalam Hukum Kepailitan di Indonesia secured creditor benar-benar secured kedudukan hak jaminan yang dimilikinya? Perlu diingatkan terlebih dahulu, bahwa kreditur separatis merupakan kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, seperti gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak jaminan atas kebendaan lainnya yang kedudukannya lebih tinggi dari kreditur preferen, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang (lihat Pasal 1133 jo. 1134 KUH Perdata dan Pasal 55 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).

Secara normatif, jaminan perlindungan eksekusi sendiri hak jaminan diakui dalam Pasal 55 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 (UU Kepailitan). Di situ ditegaskan bahwa setiap kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Cuma, menurut akademisi Sutan Remy Sjahdeini, Pasal 56 UU Kepailitan membuat Undang-Undang ini tidak sepenuhnya menjunjung tinggi dan terkesan tidak rela untuk memberikan kedudukan yang tidak dapat diusik terhadap status hak jaminan sebagai jaminan perlindungan piutang kreditur separatis.

Menariknya, dalam catatan Hukumonline, Dosen Hukum Kepailitan Universitas Airlangga, Hadi Subhan pernah mengatakan, bahwa jika terjadi pertentangan prinsip kepailitan dengan prinsip hukum jaminan kebendaan, yang diutamakan adalah prinsip hukum kepailitan. (aturan yang khusus mengesampingkan aturan yang umum). Alasannya, kepailitan merupakan mekanisme penagihan utang yang tak wajar. Hukum Kepailitan diibaratkan seperti undang-undang darurat. Jika dipersamakan dengan keadaan darurat, norma-norma kepailitan akan mengecualikan hukum-hukum yang “normal”. Hukum kepailitan mengecualikan hukum yang normal, termasuk hukum jaminan, hukum perusahaan, dan hukum perburuhan.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional