Tanggung Jawab Partai Politik Sebagai Korporasi di Kasus Korupsi

Tanggung Jawab Partai Politik Sebagai Korporasi di Kasus Korupsi

Korporasi dengan partai politik memiliki kesamaan makna sebagai subjek hukum yang bisa disangkakan melakukan perbuatan korupsi.
Tanggung Jawab Partai Politik Sebagai Korporasi di Kasus Korupsi

Transparency International Indonesia (TII) di akhir Januari lalu merilis data terkait Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia sepanjang tahun 2020. Data TII tersebut menginformasikan tentang penurunan IPK Indonesia pada tahun 2020 sebanyak tiga poin dari tahun sebelumnya. 

Peneliti TII Wawan Suyatmiko menyebutkan salah satu hal yang dilihat dalam penentuan IPK adalah soal politik dan demokrasi. Menurut Wawan, sektor politik masih rentan terhadap terjadinya tindak pidana korupsi. Hal ini seolah memperkuat fakta-fakta yang telah ada sebelumnya di mana sejumlah kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagian besar berasal dari sektor politik di mana partai politik memiliki peran penting di sana.
 
Kita tahu sejumlah pucuk pimpinan partai politik telah menyandang status sebagai terpidana kasus korupsi. Terakhir, politisi kedua partai pemenang Pemilu 2019 tersangkut korupsi kasus impor benih lobster di Kementerian Kelautan dan perikanan dan pengadaan bantuan sosial penanganan bencana kesehatan pandemi Covid-19 di Kementerian Sosial. Untuk kasus kedua, diduga praktik korupsi dana bantuan sosial di Kementerian Sosial tersebut mengalir ke sejumlah pihak di internal partai politik tempat tersangka berasal.

Tidak hanya contoh di atas, jika mundur agak ke belakang, penelitian Pusat Kajian Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) yang dirilis pada November 2018 menyimpulkan seluruh partai politik yang memiliki perwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun yang menjabat sebagai menteri di Kabinet Indonesia Bersatu 2009-2014 terlibat kasus korupsi. Dengan kata lain, tidak ada satu pun partai yang memiliki kader yang menduduki jabatan publik yang tidak memiliki kaitan dengan praktik korupsi.
 
Kesimpulan Pukat UGM terkait dugaan korupsi partai politik menyebutkan, Partai Demokrat memiliki kedudukan pertama dengan persentase 28,40%, disusul Partai Hanura (23,50%), PDIP (18,08%), PKS (17,24%), Partai Golkar (16,03%), PKB (14,28%), PPP (13,16%), dan Partai Gerindra (3,85%). Partai Golkar diduga terlibat kasus pengadaan Al-Quran Kementerian Agama, kasus pemerasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kasus Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau, serta kasus Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). PDIP diduga terlibat kasus suap depu Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), kasus E-KTP, serta kasus simulator.

Situasi seperti ini mendorong sebagian kalangan untuk secara progresif mencari formula yang tepat untuk menjerat partai politik sebagai badan hukum yang dapat dimintai pertanggungjawabannya atas perilaku tindak pidana yang telah dilakukan oleh anggotanya. Terlebih dalam sejumlah contoh, terdapat indikasi uang hasil korupsi ikut mengalir kepada partai politik tempat di mana sejumlah tersangka tindak pidana korupsi berasal. 

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional