Gagasan penerapan Moratorium PKPU Pailit mulanya memang berasal dari isu ‘moral hazard’ yang disebut Menko Perekonomian, Airlangga Hartanto sebagai dalang peningkatan angka permohonan PKPU dan Pailit di masa pandemi. Pandangan para praktisi, pakar, akademisi dan stakeholder beragam soal ini.
Ada yang berpandangan setuju dengan moratorium asalkan dilakukan dengan skema Temporary Measures. Ada yang menolak tegas moratorium karena memandang waktu ‘saat ini’ pemberlakuan moratorium sudah tidak relevan. Ada juga yang berpandangan moratorium bukanlah jawaban atas moral hazard melainkan Revisi UU Kepailitan, dan banyak pandangan lainnya.
Agaknya perlu dikenali lebih tepat terkait apa yang dimaksud dengan moral hazard? Bagaimana karakteristiknya? Ataukah sebetulnya moral hazard merupakan suatu hal yang lumrah terjadi, tidak bisa dihilangkan, namun hanya bisa diminimalisir? Lalu, bagaimana kaitannya moral hazard dengan peningkatan angka permohonan PKPU di masa pandemi? Betulkah moral hazard hanya dilakukan dari sisi kreditur saja? Atau sebetulnya semua pihak pun mempunyai potensi untuk melakukan moral hazard.
Untuk itu, tulisan Premium Stories kali ini mencoba membedah, apakah masalah moral hazard tepat ditanggulangi melalui moratorium PKPU Pailit?