Dalam beberapa perkara kita kerap kali mendengar aparat penegak hukum baik itu dari Kepolisian, Kejaksaan Agung maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset yang diduga berasal dari tindak kejahatan. Tak tanggung-tanggung, aset yang disita mulai dari puluhan dan ratusan juta, miliaran, hingga triliunan rupiah.
Untuk menelusuri aset dengan jumlah tersebut tentu tidak mudah dan dibutuhkan teknik tertentu. Muhammad Fuat, Widyaiswara Utama pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP pada tulisannya yang berjudul “Penulisan Aset dan Pemulihan Kerugian Negara” menyatakan secara umum terdapat dua teknik penelusuran aset (BPKP:2007).
Pertama, yaitu Net Worth Method yang awalnya berorientasi pada pajak. Meskipun tidak ditegaskan dalam undang-undang perpajakan, Net Worth Method sebenarnya sudah lama diterapkan sejak zaman Belanda sampai tahun 1960-an, dan hingga kini masih digunakan secara intensif. Sampai saat ini indikasi penggunaanya sangat jelas dengan dimintanya Daftar Harta dan Kewajiban dalam SPT PPh.
Caranya pemeriksa pajak menetapkan net worth atau kekayaan bersih pada awal tahun yaitu dengan cara pengurangan seluruh aset seseorang dengan seluruh utang-utangnya. Misalnya dalam tahun 200X, net worth adalah = assets – liabilities. Hal yang sama dilakukan untuk menentukan net worth tahun 200X+1. Selanjutnya net worth tahun 200X dibandingkan dengan net worth tahun 200X+1.