Kekhasan Syarat Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak

Kekhasan Syarat Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak

Untuk menjadi kuasa hukum pada Pengadilan Pajak, ada syarat umum dan syarat khusus yang harus dipenuhi. Bagaimana setelah kewenangan pembinaan dialihkan secara bertahap ke Mahkamah Agung?
Kekhasan Syarat Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah memutuskan Pengadilan Pajak tidak lagi berada di bawah dua atap: Mahkamah Agung dan Kementerian Keuangan. Lewat Putusan No. 26/PUU-XXI/2023, Mahkamah Konstitusi memberi lampu hijau pengalihan kewenangan pembinaan Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung secara bertahap. Perubahan ini membawa implikasi pada banyak hal, terutama berkaitan dengan ‘kekhususan’ Pengadilan Pajak selama ini. Masalah kuasa hukum bisa menjadi salah satu contohnya.

Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mengakhiri perdebatan selama puluhan tahun tentang dualisme pembinaan Pengadilan Pajak. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan pembinaan teknis dilakukan Mahkamah Agung; sedangkan pembindaan organisasi, administrasi, dan keuangan dilakukan Kementerian Keuangan. Ayat (3) pasal yang sama memang mengingatkan bahwa model pembinaan demikian tak boleh mengurangi kebebasan hakim saat memeriksa dan memutus sengketa pajak.

Mahkamah Konstitusi tampaknya berpandangan model dua kamar pembinaan itu tidak dapat dipertahankan lagi. Dalam sebuah diskusi terbuka, diselenggarakan Universitas Pelita Harapan, 25 September lalu, hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan model pembinaan demikian dapat mendistorsi hakikat independensi yang sesungguhnya. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 sudah secara tegas menyebut pentingnya kekuasaan kehakiman yang merdeka. Dalam hal ini termasuk dari kekuasaan eksekutif.

Cara pandangan itulah yang dapat disimak dari pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 26/PUU-XXI/2023. Adanya kewenangan yang diberikan kepada Kementerian Keuangan terkait pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan, termasuk pemberhentian hakim Pengadilan Pajak justru mengurangi kebebasan hakim pajak untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak. Guna mewujudkan kekuasaan hakim yang merdeka, maka sudah sepatutnya pengadilan pajak diarahkan pada upaya membentuk sistem peradilan satu atap, sebagaimana pengadilan-pengadilan khusus lainnya. (Lihat juga pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 6/PUU-XIV/2016).

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional