Mengantongi sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan tanah yang sah tak serta merta menjadikan Anda terlepas dari kemungkinan kehilangan hak atas tanah itu, utamanya bila kemudian hari muncul gugatan dari pihak lain. Akan tetapi, tak selamanya gugatan itu terbuka, KUHPerdata juga mengatur masa daluwarsa terkait pengajuan tuntutan hak atas tanah, kendati hal ini tak berlaku di semua kasus. Ketentuan ini merupakan konsekuensi dari sistem publikasi negatif yang diterapkan dalam pendaftaran hak atas tanah yang berlaku di Indonesia.
Dalam sistem publikasi negatif, sah atau tidaknya perbuatan hukum yang dilakukanlah yang menentukan sah atau tidaknya perpindahan hak kepada pembeli, jadi bukan pendaftarannya. Asas nemo plus juris memainkan peranan dalam publikasi negatif, di mana orang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa yang dia sendiri punya, sehingga negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Jadi, pembeli tanah masih memungkinkan untuk mendapat gugatan dari orang yang memiliki bukti bahwa dialah pemegang hak yang sebenarnya.
Tjahjo Arianto dalam Modul Pendaftaran Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang menjelaskan bahwa penerapan sistem publikasi negatif ini bertujuan untuk melindungi pemegang hak sebenarnya dari tindakan orang lain yang mengalihkan haknya tanpa sepengetahuan pemilik asli. Pendaftaran suatu hak atas nama orang yang tidak berhak tidak dapat merugikan pemegang hak sebenarnya, sehingga terdaftarnya seseorang dalam daftar-daftar umum sebagai pemegang hak belum menjadikan orang itu sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum.
Lantaran dalam sistem ini Pemerintah tak menjamin kebenaran dari isi daftar-daftar umum dalam pendaftaran hak atas tanah, maka risiko ada pada pembeli jika ternyata orang yang terdaftar bukanlah pemilik hak sebenarnya.