Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ketentuan Pemagangan Agar Tak Menyalahi UU Ketenagakerjaan

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Ketentuan Pemagangan Agar Tak Menyalahi UU Ketenagakerjaan

Ketentuan Pemagangan Agar Tak Menyalahi UU Ketenagakerjaan
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ketentuan Pemagangan Agar Tak Menyalahi UU Ketenagakerjaan

PERTANYAAN

Akan ada beberapa mahasiswa (S2) yang hendak "magang" di perusahaan dalam rangka memenuhi tuntutan akademis (tugas akhir). Sepengetahuan saya, magang itu adalah "pelatihan kerja terpadu dalam rangka menguasai suatu keterampilan tertentu atas dasar perjanjian pemagangan secara tertulis antara peserta dengan pengusaha". Pertanyaan saya adalah: 1. Apakah dapat dinamakan "pemagangan" apabila para peserta tersebut hanya dalam rangka memenuhi tuntutan akademis? 2. Apakah boleh peserta magang tidak diturutsertakan dalam program Jamsostek? 3. Apakah menyalahi undang-undang, apabila sertifikasi kompetensi kerja magang diubah menjadi surat keterangan riset?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Esensi Perjanjian Pemagangan Agar Tidak Menyalahi Aturan yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pernah dipublikasikan pada Selasa, 31 Agustus 2010.

     

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Apakah Magang Digaji? Cari Tahu di Sini

    Apakah Magang Digaji? Cari Tahu di Sini

     

     

    Pemagangan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) dimaksudkan untuk pelatihan kerja dan peningkatan kompetensi kerja, bukan untuk tujuan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu. Pemagangan mahasiswa S2 untuk memenuhi tuntutan akademis (tugas akhir) adalah magang yang dilakukan untuk tujuan akademis atau pemenuhan kurikulum dan bukan pemagangan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

     

    Jika yang Anda maksud adalah peserta magang dalam konteks pemagangan dalam UU Ketenagakerjaan, peserta magang berhak atas hak-hak antara lain memperoleh uang saku dan/atau uang transpor, memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, memperoleh sertifikat apabila lulus di akhir program.

     

    Adapun sanksi jika perusahaan selain penyelenggara negara tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS adalah sanksi administratif.

     

    Mengenai sertifikat, UU Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.08/Men/V/2008 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri mengatur bahwa salah satu hak peserta magang adalah memperoleh sertifikat apabila telah menyelesaikan program pemagangan.

     

    Sedangkan, produk dari pemagangan dalam rangka persyaratan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu, adalah sertifikat magang untuk persyaratan minimal (minimum requirement) suatu jabatan atau profesi.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    1.  Di Indonesia, dikenal berbagai macam bentuk pemagangan (magang) yakni pemagangan dalam rangka pelatihan kerja, pemagangan untuk tujuan akademis, dan magang untuk pemenuhan kurikulum atau persyaratan suatu profesi tertentu.

     

    Dalam konteks Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), pemagangan merupakan sub-sistem dari pelatihan kerja. Pemagangan dalam rangka pelatihan kerja tersebut dapat dibedakan lagi berdasarkan wilayahnya, yakni:

     

    a.   Pemagangan di luar negeri (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.08/Men/V/2008 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri – “Permenaker 08/2008”) dan

    b.   Pemagangan di dalam negeri (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri – “Permenaker 36/2016”).

     

    Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.[1]

     

    Sedangkan pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.[2]

     

    Jadi, pemagangan dalam UU Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk pelatihan kerja dan peningkatan kompetensi kerja, bukan untuk tujuan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu.

     

    Hal serupa juga disebutkan dalam Pedoman untuk Pengusaha: Program Pemagangan di Indonesia yang diterbitkan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) atas dukungan dan kerjasama dengan Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization)  Bureau for Employers' Activities (ILO ACT/EMP). Dalam pedoman tersebut dikatakan bahwa pemagangan pada dasarnya merupakan pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan kepada calon tenaga kerja di lokasi kerja untuk mendapatkan keterampilan tertentu. Bagi perusahaan, tujuan pemagangan adalah untuk mendapatkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan oleh perusahaan. Sementara itu, peserta pemagangan mengikutinya untuk mendapatkan keterampilan yang diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keterampilan yang didapatkannya dalam pemagangan. Maka pemagangan bukan merupakan relasi pemberi kerja dan pencari kerja, namun relasi antara pencari keterampilan dengan penyedia keterampilan yang dilakukan di lingkungan pekerjaan. Pemagangan juga bukan merupakan pelatihan yang diberikan perusahaan kepada siswa sekolah sebagai prasyarat untuk mendapat keterampilan tertentu sebagai salah satu prasyarat kurikulum pendidikan.

     

    Hal serupa juga dijelaskan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dalam menjawab pertanyaan pada situs Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR), yaitu dalam hal pemagangan oleh mahasiswa yang bersangkutan dilaksanakan dalam rangka memenuhi persyaratan akademis yang merupakan bagian kurikulum pendidikan, maka mahasiswa yang bersangkutan tidak dapat diklasifikasikan sebagai peserta magang dalam negeri.

     

    Pemagangan untuk tujuan akademis, pemenuhan kurikulum atau persyaratan suatu profesi tertentu, contohnya adalah:

    a.   Ketentuan pendidikan dan pelatihan praktek kedokteran (koas/magang) dalam rangka uji kompetensi dokter Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;

    b.    Pemagangan untuk memenuhi persyaratan menjadi seorang advokat yang dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat;

    c.    Persyaratan magang bagi calon Notaris dalam waktu paling singkat 24 bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf f Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 62 Tahun 2016.

     

    Dengan demikian, menurut kami pemagangan mahasiswa S2 untuk memenuhi tuntutan akademis (tugas akhir) tersebut adalah magang yang dilakukan untuk tujuan akademis atau pemenuhan kurikulum dan bukan pemagangan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

     

    2.  Jika yang Anda maksud adalah peserta magang dalam konteks pemagangan dalam UU Ketenagakerjaan, berdasarkan Pasal 22 ayat (2) UU Ketenagakerjaan beserta penjelasannya, peserta magang berhak atas hak-hak antara lain memperoleh uang saku dan/atau uang transpor, memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, memperoleh sertifikat apabila lulus di akhir program.

     

    Jaminan sosial yang didapat oleh peserta pemagangan dalam negeri adalah jaminan kecelakaan kerja dan kematian.[3] Sedangkan untuk peserta pemagangan di luar negeri, mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan lain: asuransi kecelakaan, kesehatan, kematian, fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja.[4]

     

    Mengenai jaminan sosial tenaga kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU BPJS”).

     

    Dengan UU BPJS ini dibentuk 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”), yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.[5]

     

    Pada dasarnya, setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial.[6]

     

    Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.[7]

     

    Adapun sanksi jika perusahaan selain penyelenggara negara tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS adalah sanksi administratif.[8]

     

    Sanksi administratif itu dapat berupa:[9]

    a.    teguran tertulis; -> dilakukan oleh BPJS.

    b.    denda; dan/atau -> dilakukan oleh BPJS.

    c.    tidak mendapat pelayanan publik tertentu. -> dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.

     

    Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara meliputi:[10]

    a.    perizinan terkait usaha;

    b.    izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek;

    c.    izin memperkerjakan tenaga kerja asing;

    d.    izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; atau

    e.    Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

     

    3.    Kami kurang paham yang dimaksud dengan surat keterangan riset dalam perusahaan Anda. Akan tetapi, produk akhir dari pemagangan dalam rangka pelatihan kerja adalah sertifikasi kompetensi kerja. Hal ini diakui dalam Pasal 23 UU Ketenagakerjaan:

     

    Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.

     

    Selain dalam UU Ketenagakerjaan, Pasal 12 ayat (1) huruf d Permenaker 36/2016 dan Pasal 20 ayat (1) huruf e Permenaker 08/2008 juga mengatur mengenai hak peserta magang, yang salah satunya adalah memperoleh sertifikat apabila telah menyelesaikan program pemagangan.

     

    Sedangkan, produk dari pemagangan dalam rangka persyaratan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu, adalah sertifikat magang untuk persyaratan minimal (minimum requirement) suatu jabatan atau profesi.

     

    Jadi, perusahaan wajib memberikan suatu sertifikat mengenai hasil pemagangan yang dilakukan oleh peserta magang tersebut. Apabila ternyata yang diperlukan oleh peserta magang tersebut adalah pengakuan bahwa mereka telah melakukan magang di tempat Anda, menurut kami surat keterangan riset saja tidak cukup. Perusahaan Anda harus memberikan sertifikat yang mengakui bahwa benar mereka telah melakukan magang di perusahaan Anda.

     

    Terkait kontrak magang dalam rangka persyaratan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu, ketentuannya sangat bergantung pada persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur masing-masing profesi tersebut. Sedangkan, perjanjian pemagangan dalam rangka pelatihan kerja, diatur dalam Pasal 22 UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 10 Permenaker 36/2016 dan Pasal 17 ayat (6) Permenaker 08/2008, yakni sekurang-kurangnya memuat hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    2.    Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

    3.    Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;

    4.    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014;

    5.    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

    6.    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;

    7.    Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial;

    8.    Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.08/Men/V/2008 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri;

    9.    Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 62 Tahun 2016;

    10. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri;

    11. Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Magang Untuk Calon Advokat;

     

    Referensi:

    1.  http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_371766.pdf, diakses pada 26 Mei 2017 pukul 13.15 WIB.

    2.    https://www.lapor.go.id/pengaduan/1200615/pertanyaan-mengenai-hak-peserta-magang-mahasiswa-di-institusi-pemerintah.html, diakses pada 26 Mei 2017 pukul 13.20 WIB.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 82/PUU-X/2012.

     



    [1] Pasal 1 angka 11 UU Ketenagakerjaan

    [2] Pasal 1 angka 9 UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 12 ayat (1) huruf c Permenaker 36/2016

    [4] Pasal 17 ayat (6) huruf b Permenaker 08/2008

    [5] Pasal 5 dan Pasal 6 UU BPJS

    [6] Pasal 14 UU BPJS

    [7] Pasal 15 ayat (1) UU BPJS jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 82/PUU-X/2012

    [8] Pasal 17 ayat (1) UU BPJS dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial (“PP 86/2013”)

    [9] Pasal 17 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU BPJS serta Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, dan Pasal 7 PP 86/2013

    [10] Pasal 9 ayat (1) PP 86/2013

    Tags

    bpjs
    klinik hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!