Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hubungan Asas Culpabilitas dengan Asas Praduga Tak Bersalah

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Hubungan Asas Culpabilitas dengan Asas Praduga Tak Bersalah

Hubungan Asas Culpabilitas dengan Asas Praduga Tak Bersalah
Muhammad Yasin, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hubungan Asas Culpabilitas dengan Asas Praduga Tak Bersalah

PERTANYAAN

Apakah perbedaan di antara asas culpabilitas dan asas praduga tak bersalah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Culpabilitas dan praduga tak bersalah (presumption of innocence) adalah dua asas yang dikenal dalam hukum pidana dan hukum acara pidana. Asas-asas ini biasanya berkaitan dengan tindak pidana atau perbuatan pidana dihubungkan dengan dapat tidaknya seseorang dipertanggungjawabkan. Unsur kesalahan dari si pelaku tindak pidana berupa kesengajaan (opzet) atau kelalaian (culpa). Baca misalnya artikel Kelalaian Tenaga Kesehatan Tak Bisa Dipidana.

     

    Culpa dapat diartikan sebagai kesalahan pada umumnya. Kesalahan pelaku dalam konteks ini tidak seberat kesengajaan, yaitu timbul karena kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak disengaja, terjadi (Wirjono, 1989: 67).

    KLINIK TERKAIT

    Arti Asas Praduga Tak Bersalah

    Arti Asas Praduga Tak Bersalah
     

    Culpabilitas adalah sebutan lain terhadap asas tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straaf zonder schuld) yang dikenal dalam hukum pidana. Pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) menyebutkan “Tiada seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.

     

    Di sini, jelas tampak bahwa asas culpabilitas berbasis pada terbuktinya kesalahan (schuld) baik karena kesengajaan maupun karena kealpaan. Seseorang tak bisa dihukum jika kesalahannya tidak terbukti. Bambang Poernomo (1984: 137) menegaskan kesalahan adalah elemen subjektif dari strafbaarfeit.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Sementara, asas praduga tidak bersalah mengandung arti seseorang tidak bisa dianggap bersalah sebelum ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Asas ini, oleh Andi Hamzah (2001: 12) dimasukkan sebagai salah satu asas penting dalam hukum acara pidana. Penjelasan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) menyebutkan “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Mengenai asas ini baca artikel Tentang Asas Praduga Tak Bersalah.

     

    Asas ini juga dikenal dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Coba simak rumusan Pasal 8 UU Kekuasaan Kehakiman: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.

     

    Manifestasi asas praduga tak bersalah dalam praktik peradilan adalah selama proses peradilan masih berjalan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung), dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, maka terdakwa belum dapat dikategorikan bersalah sebagai pelaku tindak pidana. Sehingga, selama proses peradilan berjalan, ia harus mendapatkan hak-haknya sebagaimana diatur Undang-Undang (Lilik Mulyadi, 2007: 16).

     

    Demikian penjelasan kami,mudah-mudahan sejalan dengan inti pertanyaan yang disampaikan. Untuk membahas lebih lanjut masalah ini, Anda dapat merujuk pada buku-buku referensi dan peraturan perundang-undangan.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

    2.    Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

     
    Referensi:

    1.    Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia (edisi revisi). Jakarta: Sinar Grafika, 2001.

    2.    Bambang Poernomo. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.

    3.    Lilik Mulyadi. Hukum Acara Pidana, Suatu Tnjauan Hukum Terhadp Surat Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Peradilan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007.

    4.    Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Eresco, 1989.


     
     

    Tags

    kuhap
    uu kekuasaan kehakiman

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!