Keberlakuan Pologoro Terkait Jual Beli Tanah
PERTANYAAN
Apakah hukum pologoro masih berlaku setelah proses jual beli tanah dilakukan di notaris?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah hukum pologoro masih berlaku setelah proses jual beli tanah dilakukan di notaris?
Perlu diluruskan bahwa jual beli tanah pada dasarnya dilakukan dengan bantuan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”). Ini sehubungan dengan ketentuan dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mengatur bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada praktiknya, ada seorang notaris yang juga sekaligus seorang PPAT. Dalam kondisi demikian, masyarakat cenderung mencampuradukkan profesi dan jabatan notaris dan jabatan PPAT tersebut. Padahal mengacu ketentuan peraturan seperti yang disebut di atas, yang berwenang dalam membuat akta jual beli tanah adalah PPAT.
Selanjutnya akan dijelaskan mengenai pologoro. “Pologoro” merupakan bentuk pungutan/setoran dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada perangkat desa, sebagai sumbangan dari warga untuk operasional pemerintahan desa.
Sebenarnya, pungutan bernama “pologoro” tidak disebutkan dalam syarat sahnya peralihan hak atas tanah berupa jual beli di PPAT. Pologoro ini muncul dan dimunculkan oleh perangkat desa yang pada zamannya sebagai pihak yang membantu proses jual beli tanah. Karena sudah dilakukan sejak dahulu kala dan secara turun temurun, maka dianggaplah sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan, kebiasaan yang membudaya, sehingga dianggap sebagai hukum.
Jadi, dapat dikatakan bahwa pologoro merupakan pembiasaan yang kemudian menjadi kebiasaan sehingga naik derajatnya sebagai hukum yang apabila tidak dilakukan, maka dianggap melanggar hukum. Karena pologoro merupakan produk pembiasaan yang menjadi kebiasaan, biasanya sanksi yang diberikan lebih kepada sanksi sosial dari masyarakat sekitar. Besaran pologoro juga tidak sama, tergantung dari kesepakatan masyarakat dengan perangkat desa, biasanya dituangkan dalam surat keputusan Badan Permusyawaratan Masyarakat Desa.
Demikian, semoga berkenan.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?